Supremasi Juara Bertahan di Laga Perdana Piala Dunia 2022

Supremasi Prancis sebgai juara bertahan di laga awal Piala Dunia 2022 kontra Australia. (Getty Images)
Supremasi Prancis sebgai juara bertahan di laga awal Piala Dunia 2022 kontra Australia. (Getty Images)

Ada sedikit kepercayaan tentang bagaimana sang juara bertahan, Prancis akan terjungkal di Piala Dunia 2022 Qatar. Mengulangi sejarah pada 2002 saat Prancis takluk dari Senegal di laga perdana dan memperpanjang kutukan juara bertahan yang gagal lolos fase grup di tiga edisi terakhir Piala Dunia. Craig Goodwin nyaris menjadi pembawa takdir itu di awal laga. Namun, Les Blues menolak tunduk dan menggilas Socceroos secara telak.

Timnas Prancis mengalami downgrade cukup signifikan di lini tengah sepeninggal N’Golo Kante dan Paul Pogba, selain celah di pertahanan atas absennya Raphael Varane. Sementara di sisi serangan, Prancis tetap tajam meski kehilangan Karim Benzema. Pasukan Didier Deschamps hadir dengan formasi 4-2-3-1 menempatkan Aurelien Tchouameni, Adrien Rabiot, dan Antoine Griezmann di sektor tengah. Di kubu lawan, Australia tampil dengan shape klasik 4-5-1 mengandalkan serangan balik dari kedua sayap.

Craig Goodwin Hadirkan Petaka

Goodwin memegang peran penting saat membawa Australia lolos ke Piala Dunia 2022 ketika menjadi penendang penalti terakhir saat babak adu penalti kontra Peru di ajang kualifikasi. Setelahnya, ia sempat diliputi keraguan karena menderita cedera peradangan tulang kemaluan atau oesteitis pubis saat pramusim bersama Adelaide United.

https://twitter.com/brfootball/status/1595133958919925761

Debutnya di awal laga Piala Dunia berjalan manis ketika sontekannya mengejutkan Prancis di menit Ke-9. Lucas Hernandez dipasang dengan orientasi fullback yang lebih defensif. Akan tetapi, justru Harry Souttar mampu melewatinya dalam posisi one on one dan menemukan Goodwin di tiang jauh. Parahnya lagi, Lucas kemudian ditarik keluar setelah kakinya terkilir saat melakukan deselerasi menghadang Souttar. Kutukan terasa lebih dekat untuk Prancis di awal laga.

Pemain Serie A Juru Selamat di Babak Pertama

Dua penggawa AC Milan dan gelandang Juventus menjadi pemecah kebuntuan dan pahlawan Les Blues di babak pertama. Lini tengah Prancis macet dan minim kreativitas serangan di final third. Adalah sang adik, Theo Hernandez yang sukses menambah daya gedor tim setelah menggantikan Lucas. Umpan silangnya dari halfspace disambut tandukan indah Rabiot yang berada di dalam kotak penalti lawan.

BACA JUGA:  AC Milan Menjaga Nyala Api Harapan

Peran Rabiot sebagai alternatif serangan juga mengesankan. Bagaimana ia masuk ke dalam dan kemudian melakukan set up untuk gol kedua Prancis menjawab semua keraguan yang tertuju kepadanya. Rabiot menjadi gelandang paling berpengalaman dalam skuad Prancis kali ini. Ia telah mencatatkan 29 caps sebelum laga kontra Australia, sama dengan total caps semua gelandang Prancis lainnya yang terdiri dari Camavinga, Fofana, Veretout, Guendouzi, dan Tchouameni.

Gol kedua Timnas Prancis menjadi bukti kualitasnya untuk menopang lini tengah Prancis yang minim pengalaman. Pressing terorganisir dan cutback manis untuk Giroud membuat Prancis membalikkan keadaan memanfaatkan kecerobohan Australia yang terlalu percaya diri melakukan build up dari belakang.

Supremasi Juara Bertahan di Paruh Kedua

Tekad Prancis sebagai juara bertahan semakin menguat di babak kedua. Permainan Les Blues membaik, terutama di lini tengah yang tampil lebih disiplin. Pemandangan segar terlihat dalam diri Griezmann yang lebih banyak turun dan bermain sebagai gelandang tengah. Ia mengkreasikan tiga peluang besar dan bermain brilian sepanjang laga.

Sekali lagi penggawa Atletico Madrid itu juga membuktikan kapasitasnya sebagai penggawa elit Timnas Prancis. Menit 67, Griezmann nyaris mencetak gol andai sepakannya tak dihalau pemain lawan di garis gawang. Babak kedua digunakan Prancis untuk menuntaskan laga dengan meyakinkan. Satu gol dari Kylian Mbappe dan ketajaman Giroud yang menyamai rekor pencetak gol terbanyak Thierry Henry sukses membawa Prancis menang telak 4-1 atas Australia.

Giroud Makin Tua Makin Jadi

Setelah gagal mencetak satupun gol di edisi Rusia pada 2018 lalu, Giroud mengamuk dengan koleksi dua gol di laga perdana. Debutnya bersama Timnas Prancis terjadi saat Giroud sudah berusia 25 tahun. Sebelumnya, ia juga sama sekali tidak pernah menerima panggilan di level junior skuad Prancis.

BACA JUGA:  Tangan Besi Galtier

Pada gelaran Euro 2020, Giroud bahkan hanya mencatatkan 40 menit penampilan. Piala Dunia 2022 adalah ajang balas dendam baginya. Di usia 36 tahun 53 hari, ia sukses menjadi pencetak gol tertua untuk negara Eropa di ajang Piala Dunia, di luar gol bunuh diri yang dicetak oleh Georges Bregy saat laga Swiss versus Amerika Serikat pada edisi 1994. Kini, Giroud telah menjadi pencetak gol terbanyak bagi Prancis dengan 51 gol, menyamai Henry serta berpotensi besar masih akan terus bertambah.

https://twitter.com/brfootball/status/1595153819905757188

Kylian Mbappe Kelas Dunia

Terlepas dari tingkahnya, bos kecil mampu menjadi pembeda bagi Timnas Prancis. Skill individunya di atas rata-rata membuat Australia kelabakan sepanjang laga berjalan. Mbappe dengan kelincahannya merusak pertahanan lawan dengan mudah. Australia juga salah ambil sikap, membiarkan sang bintang muda dalam posisi satu lawan satu di sisi kiri lapangan.

Mbappe dengan mudah melakukan take ons kontra satu per satu musuhnya hingga sukses dengan torehan satu gol dan satu assist di laga kali ini. Di usia yang masih 23 tahun, Mbappe telah merangsek ke jajaran top 10 pencetak gol terbanyak bagi Prancis dengan total 29 gol, hanya selisih dua gol dari Zinedine Zidane. Dilansir sofascore, angka harapan golnya (xG) mencapai 1.32 di laga ini dengan dua peluang besar terbuang. Sementara aksi individunya menghasilkan tiga dribbles sukses membuat Australia kerepotan dalam bertahan.

Semua keraguan untuk Prancis sedikit banyak telah terjawab di laga perdana Piala Dunia 2022 Qatar. Mentalitas juara bertahan mereka teruji dengan permainan brilian yang mampu membalikkan keadaan. Dengan performa demikian, mampukah Prancis mematahkan kutukan?

Komentar