Sebiji gol yang mengoyak jala West Bromwich Albion pada 21 November lalu membawa Manchester United memetik kemenangan pertamanya di Stadion Old Trafford musim ini. Tiga poin sukses dikantongi anak asuh Ole Gunnar Solskjaer dari rumah sendiri usai mengalami sekali imbang dan tiga kekalahan dalam empat partai sebelumnya.
Jika kita boleh berandai-andai, United bisa saja gagal meraup kemenangan bila penalti yang dieksekusi Bruno Fernandes tidak diulangi. Pasalnya, performa kiper The Baggies pada malam itu, Sam Johnstone, begitu luar biasa dalam membendung segala upaya The Red Devils.
Johnstone berhasil menggagalkan sepakan ala Bruno dari titik putih sebelum percobaan kedua membuahkan hasil. Di luar itu, Johnstone sukses menghalau dua peluang krusial United dari Anthony Martial dan Marcus Rashford ketika mereka telah begitu dekat dengan mulut gawang.
Seandainya tidak terjadi pandemi dan suporter dapat memadati stadion seperti biasanya, Johnstone layak memperoleh standing ovation dari publik Old Trafford. Bukan cuma karena dirinya dalah eks penggawa United, bukan pula karena ia merupakan jebolan akademi The Red Devils, melainkan sepenuhnya diakibatkan performa gemilangnya di bawah mistar.
Berdasarkan data statistik yang dihimpun dari laman resmi Liga Primer Inggris, Johnstone adalah kiper dengan jumlah penyelamatan terbanyak. Sampai pekan ke-12, pria kelahiran Preston ini sudah membukukan 49 penyelamatan. Ia mengungguli Karl Darlow (Newcastle United), Illan Meslier (Leeds United), dan Aaron Ramsdale (Sheffield United) membuat 46 penyelamatan.
Banyaknya penyelamatan yang dibuat Johnstone memang tak berbanding lurus dengan kiprah West Brom yang sejauh ini masih terjerembab di peringkat ke-19 dan baru mengoleksi enam angka. Tak heran bila masa depan Slaven Bilic sebagai juru strategi di Stadion The Hawthorns sedang terancam.
Reaksinya cepat. Perhitungannya sering tepat. Perkembangan Johnstone sekarang tentu sukar dilepaskan dari pencariannya menemukan tempat yang layak untuk bermain. Pria kelahiran 25 Maret 1993 ini merupakan salah satu pesepakbola yang namanya timbul tenggelam. Ia juga sadar bahwa potensinya kurang begitu terpantau. Sekali diperbincangkan, malah cepat menguap.
Johnstone adalah bagian dari generasi pemain muda United yang berprestasi di kompetisi junior dan sempat bermain bersama Jesse Lingard, Michael dan Will Keane, Ravel Morrison, hingga Paul Pogba. Status Johnstone sebagai pemain muda sempat mengantarkannya berlatih bersama skuad utama United yang masih ditangani oleh Sir Alex Ferguson.
Alih-alih beroleh kesempatan promosi ke tim utama, nasib Johnstone berputar-putar ke banyak klub, mulai dari Oldham Athletic, Walsall, Doncaster Rovers, sampai Aston Villa, dengan status pinjaman. Kontraknya cenderung berjangka pendek guna menambal posisi penjaga gawang utama yang tidak bermain. Ia pun masih bolak-balik ke Aon Training Complex.
Lagi pula, krisis kiper di tubuh United sepeninggal Edwin van der Sar terlihat sudah teratasi dengan presensi kiper asal Spanyol, David de Gea. Walau sempat diragukan, de Gea mengalami kemajuan pesat sehingga terus jadi andalan di bawah mistar, khususnya oleh para manajer selepas era Ferguson.
Tatkala De Gea sempat diisukan bakal hengkang ke Real Madrid jelang musim 2015/2016, Louis van Gaal yang kala itu duduk sebagai pelatih nyaris memberi jalan kepada Johnstone buat jadi pilihan di bawah mistar. Namun harapan Johnstone buyar setelah kiper asal Argentina, Sergio Romero, direkrut. Makin menyedihkan, kans Johnstone menembus tim utama jadi mengecil karena de Gea urung mudik ke Negeri Matador.
Kedudukan Johnstone tersebut seolah memaksanya nrimo ing pandum. Belum ada yang menaruh kepercayaan padanya meski ia merupakan produk akademi yang telah dipoles lebih dari satu dekade. Di sisi lain, ia melihat koleganya, (Michael) Keane, yang pergi dari Old Trafford berhasil menunjukkan perkembangan signifikan di klub lain sebab beroleh menit bermain lebih banyak.
Johnstone dilanda kebimbangan. Apabila turut meninggalkan United, saat itu ia belum punya banyak bukti penampilan. Umurnya baru menapaki usia matang, tetapi bakatnya seakan tersamarkan akibat bermain di level rendah. Lambat laun, Johnstone menyadari jika pengalaman yang berbeda justru meningkatkan kepercayaan dirinya di bawah mistar.
Titik tolak Johnstone terjadi saat berkostum Preston North End dan membantu mengentaskan klub kampung halamannya itu dari League One ke divisi Championship. Performa Johnstone pun dilirik Aston Villa yang waktu itu menyemarakkan divisi Championship.
Dengan status pinjaman, Johnstone mencatatkan 22 penampilan pada musim 2016/17 atau periode pertamanya mengawal jala The Villans. Performanya meningkat dan makin impresif pada musim 2017/18 setelah mencatat 20 laga tak kebobolan dari total 48 penampilan.
Apa yang terjadi selanjutnya adalah sejarah. Sesudah dua musim berbaju The Villans, Johnstone terpaksa kembali ke Manchester dengan perasaan campur aduk. Ya, jadi opsi nomor satu United tampaknya masih jauh dari jangkauan. Beruntung, West Brom datang menyodorkan penawaran untuk menebusnya secara permanen. Pada Juli 2018, ia pun resmi bergabung dengan The Baggies.
Keputusan Johnstone merapat ke The Hawthorns tidak salah karena ia menjadi pemain inti setelah berpetualang ke tujuh kesebelasan berbeda. Kiprah eloknya bahkan membantu klub yang dimiliki Lai Guochuan tersebut kembali beraksi di Liga Primer Inggris per musim 2020/2021 ini.
Riwayat karier Johnstone memang penuh liku. Harus diakui bila ia merasakan penampilan di kompetisi teratas Negeri Tiga Singa setelah berusia 27 tahun. Meski terbilang telat, Johnstone tentu tak mau mengalah pada roda nasib. Ia tetap tampil maksimal bersama West Brom dan berusaha keras membantu klubnya lepas dari jerat relegasi sebelum terlambat.
Kalau performanya terus konsisten dan The Baggies betul-betul sanggup lepas dari zona merah, mungkin hati Gareth Southgate akan tergerak untuk memberinya kesempatan memakai baju tim nasional Inggris. Siapa tahu, di masa yang akan datang, Johnstone juga berkesempatan main di sebuah kesebelasan yang lebih mapan.