Dalam laga kontra West Ham (24/4), Chelsea menang dengan skor tipis 1-0. Tiga angka sanggup dituai guna memperbesar kans lolos ke Liga Champions, Timo Werner mencetak gol, dan gawang Edouard Mendy tak kebobolan.
Catatan nirbobol The Blues semenjak Thomas Tuchel datang sebagai juru latih menggantikan Frank Lampard memang membaik. Secara keseluruhan, Chelsea cuma kebobolan di 6 laga dari total 22 pertandingan lintas ajang.
Impresif? Tentu saja. Kekokohan di lini belakang memberi stabilitas untuk permainan Chelsea. Ketika diasuh Lampard, sektor ini dikenal amat rapuh sehingga Mendy dan kawan-kawan acap meraih hasil negatif.
Berbeda dengan Lampard, Tuchel lebih menggemari skema 3-4-3 sejak datang ke Stadion Stamford Bridge. Tiga bek tengah The Blues diapit dua wingback yang saat transisi negatif langsung sejajar dengan para bek tengah guna membentuk formasi 5-3-2 atau 5-4-1.
Tujuan Tuchel sederhana yakni menciptakan superioritas jumlah di fase bertahan sehingga menyulitkan para penyerang lawan untuk mendapatkan ruang gerak.
Lebih jauh, koordinasi lini belakang Chelsea asuhan Tuchel juga lebih baik ketimbang era Lampard. Di era legenda hidup klub itu, pertahanan The Blues begitu mudah diekspos dan diobrak-abrik lawan karena strukturnya rentan dirusak.
Tuchel tampak mampu memaksimalkan amunisi yang ada di skuadnya saat ini. Marcos Alonso dan Antonio Rudiger yang acap dipinggirkan oleh Lampard, kini sering bermain sebagai starter di bawah besutan Tuchel.
Adaptasi Tuchel terhadap lawan juga lebih mencolok dibanding Lampard. Pada satu waktu, timnya bisa bermain menyerang frontal. Namun pada momen lainnya, Chelsea sanggup tampil bertahan dan mengandalkan serangan balik cepat.
Dengan skuad yang dijejali pemain berkelas, tugas Tuchel untuk membangkitkan tim memang tak kelewat sukar. Dengan pendekatan yang tepat, hal tersebut bisa diwujudkan.
Apalagi di bawah asuhan Tuchel, permainan klub asal London pertama yang beroleh titel Liga Champions itu, semakin padu koordinasi antarlininya. Tak heran bila mereka dapat bergerak layaknya satu unit utuh.
Meski tugas utamanya adalah bertahan, Tuchel tak memaksa pemain belakangnya untuk statis. Dalam sejumlah momen, mereka diizinkan naik membantu serangan.
Beruntungnya, Chelsea memiliki sosok N’Golo Kante, sosok gelandang pekerja keras ini jadi tumpuan utama melakukan cover area saat bek tengah maupunĀ wingback Chelsea naik.
Permainan yang tenang dan tidak terburu-buru berhasil dipertontonkan para bek Chelsea. Terlebih, mereka juga dituntut untuk melakukan inisiasi serangan dari belakang dengan Thiago Silva sebagai konduktornya.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Ruang Taktik, Chelsea menerapkan strategi slow build up dalam membangun serangan. Taktik tersebut dimainkan mengalir dari belakang ke depan.
Kemampuan apik pemain belakang The Blues dalam mengolah bola bikin cara ini mudah diimplementasikan. Apalagi mereka juga memiliki kemampuan melepas umpan yang terukur.
Di luar itu, bek-bek Chelsea dikenal tidak mudah tertekan. Saat penyerang lawan melakukan pressing, mereka sudah mengantongi solusi untuk lepas dari tekanan tersebut.
Alhasil, bola tetap dapat dialirkan ke depan. Umumnya dengan mengirimkannya ke area yang ditempati para bek sayap.
Seperti saat berjumpa Porto di Liga Champions maupun Manchester City dalam semifinal Piala FA. Bahkan tak jarang, umpan bypass dari belakang dapat memicu terjadinya gol.
Bareng Tuchel, lini belakang Chelsea menunjukkan compactness yang prima. Mereka tak gampang terdistraksi pergerakan pemain lawan, khususnya saat dihantam serangan balik.
Hal ini berbeda dengan era Lampard. Lini belakang begitu mudah dieksploitasi lawan karena bentuk pertahanan dan compactness para bek seringkali berantakan.
Kendati begitu, ada satu warisan Lampard yang mesti disyukuri Tuchel yakni kemampuan tim dalam memaksimalkan bola-bola mati.
Dalam situasi ini, para bek The Blues bisa diandalkan untuk mencetak angka. Cesar Azpilicueta, Andreas Christensen, Rudiger, Silva, dan Kurt Zouma bisa menjadi momok bagi lawan, baik dalam situasi tendangan bebas maupun sepak pojok.
Selain bek yang kokoh, lesatan performa juga diperlihatkan para kiper yaitu Mendy dan Kepa Arrizabalaga. Sejak didatangkan dari Stade Rennais musim panas lalu, Mendy sering dipercaya sebagai starter.
Dengan kualitas yang setara, tenaga keduanya dapat dimaksimalkan oleh Tuchel. Jangan kaget andai sistem rotasi di bawah mistar Chelsea begitu intensif.
Masih bertengger di empat besar Premier League, menjejak final Piala FA, dan masih beraksi di semifinal Liga Champions bikin penggemar klub yang berdiri tahun 1905 ini semringah.
Kans meraup gelar masih terbuka lebar. Syaratnya? Lini belakang Chelsea tetap kokoh layaknya tembok tebal yang sulit ditembus lawan serta diikuti lini serang yang kian menggila dan tak hobi membuang-buang peluang.