Klub sepakbola dari Polri, Bhayangkara FC tentu tidak asing lagi di telinga kita sejak mereka menjuarai Liga 1 2017 lalu. Sampai sekarang, kiprah The Guardian masih terus berlanjut di kasta tertinggi sepakbola Indonesia. Apakah kalian masih ingat bagaimana klub dari institusi polisi tersebut bisa terbentuk? Nah, mumpung masih dalam suasana Hari Bhayangkara ke-76, kita bahas soal klub-klub sepakbola dunia yang terafiliasi dengan angkatan bersenjata. Hmmm kok bisa ya?
Kisah The Guardian ataupun klub kerabatnya dari TNI yang kini bernama Persikabo 1973 sebenarnya sudah tak asing lagi di dunia sepakbola. Kehadiran klub sepakbola dari angkatan bersenjata di kompetisi profesional telah berlangsung sejak lama. Indonesia bahkan terhitung telat dari negara lain dalam penerapannya. Meskipun, eksistensi mereka masih menuai pro kontra hingga sekarang.
Eks pelatih Persema Malang dan Persiba Balikpapan, Timo Scheunemann pernah melontarkan kritik terhadap keberadaan Bhayangkara FC dan Persikabo 1973 atau dulu PS TNI. Tepatnya pada 2019 lalu, Timo menganggap bahwa sebaiknya institusi tersebut membangun akademi sepakbola berkualitas daripada ikut terjun di kompetisi profesional. Menurutnya, dua institusi dari polisi dan militer itu sebaiknya bersikap netral di kompetisi profesional.
Pendapatnya seolah merefleksikan kejadian saat Bhayangkara FC merengkuh gelar juara Liga 1 2017 silam. Kala itu, kejanggalan terkait penambahan poin untuk Bhayangkara menjadi perdebatan para pelaku maupun pengamat sepakbola nasional. Masuknya institusi angkatan bersenjata ke lapangan hijau awalnya bertujuan untuk memasyarakatkan diri melalui olahraga. Terlebih, sepakbola menjadi olahraga terpopuler, merakyat, dan bisa dimainkan oleh siapapun.
Jika berbicara siapa pelopor dari semua ini, maka nama Dynamo Moskva muncul sebagai nama pertama. Ide pembentukan klub tersebut dimulai oleh pendiri Cheka, cikal bakal badan intelijen Uni Soviet, KGB pada 1923. Dynamo yang berarti “kekuatan” diambil dari bahasa Yunani.
Klub-klub berawalan Dynamo kemudian punya ciri khas di bagian logo huruf “D” nya yang nyaris serupa. Klub-klub tersebut masih eksis hingga sekarang di kompetisi sepakbola Eropa. Jika dari unsur militer, namanya identik dengan awalan CSKA yang memiliki kepanjangan dalam bahasa Inggris berarti Central Sports Club of the Army.
Sedangkan di level Asia Tenggara, klub-klub dari angkatan bersenjata telah lama beredar di kompetisi profesional. Sebut saja klub seperti Home United yang sekarang bernama Lion City Sailors FC dan Warriors FC yang bermain di Singapura, atau Angkatan Tentera Malaysia FA disingkat ATM FA yang masih aktif di Liga Super Malaysia.
Klub-klub sepakbola angkatan bersenjata sah-sah saja bila ingin terus eksis, namun sederet masalah yang mungkin muncul juga harus dapat diantisipasi demi kelancaran kompetisi dan perkembangan sepakbola di negeri ini. Beberapa di antaranya adalah masalah ketimpangan infrastruktur antara klub angkatan bersenjata dengan klub-klub amatir di daerah, kesulitan dalam pendanaan jika susah menarik sponsor, atau permasalahan terkait kejelasan basis suporter.
Poin terakhir bisa terjadi mengingat klub-klub seperti Bhayangkara FC dan Persikabo 1973 seringkali pindah markas dan merger dengan klub yang sudah lama eksis. Bagaimana pendapat kalian?