Boleh setuju boleh tidak, wasit adalah salah satu pekerjaan dengan tingkat kesalahan yang tinggi. Menjadi pengadil dalam setiap aksi sepak bola yang terkadang terjadi dalam rentang detik bukan pekerjaan enteng. Maka, yang namanya kontroversi si pengadil tidak pernah jauh dari lapangan hijau.
Akhir pekan lalu (13-15/2), manusia priwitan di tengah lapangan menjadi antagonis. Makian bersemi di lini masa media sosial. Tak aneh, karena jika diamati benar-benar, wasit memang melakukan kesalahan yang bisa mengubah jalannya laga.
Memang, wasit di lapangan tidak mempunyai keistimewaan menyaksikan rekaman ulang seperti fan layar kaca. Namun, apabila seorang manusia berani mengenakan identitas korps wasit, bukankah dia harus bertanggung jawab mengambil keputusan yang tepat?
Anda boleh tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Bahkan ada yang berpendapat dengan intonasi filsuf lagi bijaksana bahwa wasit juga manusia.
Ya, karena namanya juga manusia, maka yang namanya tanggung jawab harus selalu dipikul, bukan? Kalau tidak mampu objektif, mending jadi penonton bola saja yang pastinya sulit untuk netral. Well, semua terkecuali bagi Anda yang masuk zona trans dan tiba-tiba menjelma menjadi Opa Mario Teguh. Syuuperr…
Nah, ahad yang lalu terjadi tiga kontroversi yang (harus) diperdebatkan. Kenapa harus? Ya karena twitwar adalah ibadah.
Martin Atkinson saat insiden Jamie Vardy
Wasit berusia 44 tahun yang rambutnya mengingatkan saya kepada Fabrizio Ravanelli ini menjadi musuh Gooners sedunia. Bagaimana tidak, Atkinson mengizinkan juru gedor Leicester City, Jamie Vardy, untuk pentas tari balet di dalam kotak penalti.
Dengan gemulai, late bloomerI (pemain lambat berkembang, red.) asal Inggris tersebut melewati hadangan Nacho Monreal. Dalam rentang sepersekian detik dan dalam nuansa Valentine, Vardy hendak memeluk Monreal. Bek asal Spanyol tersebut jelas ogah menyambut pelukan Vardy karena sudah punya pasangan dan menghindar dengan kecepatan gerak segesit Usain Bolt. Namun karena sedang mengenakan sepatu balet, Vardy “terserimpet” dan jatuh merana.
Atkinson tergerak hatinya melihat gemulai tari Vardy tersebut. Maka, Leicester diberinya hadiah penalti. Namanya Hari Kasih Sayang, maka tidak heran apabila Atkinson memberi kado kepada skuat asuhan Claudio Ranieri.
Jika Anda melihat tayangan ulang, gerakan Vardy tersebut justru terlihat sangat komikal. Maklum, mungkin Vardy belum berlatih kepada si Kapal Selam Manchester United yang sedang cedera panjang (Ashley Young, red.).
Selain kado penalti penuh kasih tersebut, Atkinson nampaknya senang membuat Gooners gemas. Handsball yang dilakukan N’Golo Kante dibiarkannya saja. Lihat tayangan ulangnya, maka Anda akan mendapati guyonan yang tidak lucu.
Tidak berhenti sampai di situ, Atkinson juga mendiamkan terjangan berbahaya yang dilakukan Danny Drinkwater kepada Aaron Ramsey.
Mengerikan bukan? Bayangkan apabila kejadian tersebut menimpa keluarga Anda dan kacaunya Anda belum punya BPJS. Siapa yang mau meng-cover biaya patah kaki?
Atkinson mendiamkan terjangan berbahaya tersebut namun memberi Vardy hadiah penalti. Luar biasa. Well, Atkinson memang “memudahkan” Arsenal ketika memberi Danny Simpson kartu merah. Namun bukankah pelanggaran tersebut layak diganjar kartu?
Mungkin Atkinson seharusnya tidak meninggalkan panggung komedi dan terus memerankan Mister Bean saja. Apa? Ada yang salah?
Mark Clattenburg dan handsball Raheem Sterling
Nama yang satu ini memang sudah kondang. Bukan karena ketegasan ala Pierluigi “Si Penjagal” Collina, namun karena keputusan-keputusan menyebalkan yang pernah ia ambil. Wasit berwajah semi-persegi ini baru saja membuat Manchester City kembali merana saat menjamu Tottenham Hotspur (14/2).
Bermula dari umpan silang yang dilepaskan oleh Danny Rose. Bola silang yang meluncur desar tersebut menyentuh siku Raheem Sterling. Clattenburg pun tidak ragu meniup peluitnya dan memberi Tottenham Hotspur hadiah penalti. Harry Kane menunaikan ibadah penalti dengan lancar.
Protes dilakukan oleh para pemain City. Maklum, apabila rekaman ulang diputar di layar lebar maka akan terlihat bahwa bola umpan silang tersebut membentur tangan Sterling saat pemain asal Inggris tersebut melayang di udara. Gerakan tangannya hanya akibat reflek gerakan tubuh yang memutar. Silakan perdebatkan hal ini karena tulisan ini memang dibuat untuk memicu kontroversi. Ya, kontroversi adalah ibadah.
Protes yang dilakukan pemain City sendiri tidak berlangsung lama karena mau tidak mau harus menghormati wasit. Bayangkan apabila kontroversi tersebut terjadi di Indonesia. Mungkin Clattenburg sudah disapa dengan “kasih sayang”.
Namun yang pasti, keputusan Clattenburg sukses menambah panjang daftar kontroversi yang pernah ia koleksi. Kalau tidak yakin, coba tanya Jose Mourinho. Pelatih biangnya kontroversi tersebut pernah memberikan tepuk tangan dengan nada sarkas kepada Clattenburg.
Namun yang paling dibuat mulas perutnya tentu fan Tottenham Hotspur dan Pedro Mendes. Bola hasil sepakan pemain asal Portugal tersebut jelas sudah melewati garis gawang dan tidak bisa dijangkau kiper yahud milik Manchester United, Roy Carrol. Namun Clattenburg bergeming. Mungkin wasit berusia 40 tahun tersebut sedang silap matanya karena sinar matahari Manchester yang begitu memabukkan.
Dan apakah pembaca yang budiman tahu bahwa Atkinson dan Clattenburg terpilih dalam gerbong pengadil untuk Piala Eropa 2016? Mari kita nantikan kelucuan apalagi yang mereka berdua hasilkan.
Alejandro Hernandez dalam penalti Messi-Suarez
Nah, nama terakhir ini tentu sangat cocok menjadi bahan skripsi dengan judul “Analisis Kejiwaan Seorang Aktor Antagonis Dalam Lakon Catalan: Tinjauan Psikologi Sastra”.
Wasit berpaspor Spanyol ini mengesahkan gol Luis Suarez saat melawan Celta Vigo (15/2). Gol tersebut bermula dari tap penalti yang dilakukan Lionel Messi. Memang, penalti yang diambil Messi tidak salah karena bola diarahkan sedikit ke depan, bukan ke belakang atau ke samping.
Menjadi sebuah kontroversi ketika bola belum sepenuhnya disentuh kaki Messi, namun Suarez sudah bergerak masuk ke setengah lingkaran di depan kotak penalti. Apakah seharusnya penalti diulang?
Nanti dulu. Jika disimak dengan hati bersih dan tanpa cumbu rayu, maka akan terlihat salah satu pemain Celta Vigo yang juga sudah masuk ke kotak penalti sebelum Messi menyentuh si kulit bulat.
Mungkin wasit berpikir begini: Suarez masuk kotak penalti sebelum penalti dilakukan. Tapi salah satu pemain Celta juga demikian. Maka, ya sudah dibiarkan saja. Anggap saja sebagai gol yang sah, ya? Biarlah keputusan ini akan dikenang dan di-twitwar-kan dari generasi ke generasi. Bukankah kita harus meninggalkan warisan yang bisa dikenang kepada anak cucu kita?
Hayo, wasit adalah manusia bukan? Maka sudah maklum menjadi wadah kontroversi. Ini waktunya untuk bijak sekali-kali. Toh, ketika tim Anda dirugikan, Anda juga akan mengumpat, mungkin hanya di dalam hati.
Interpretasi kontroversi penulis kembalikan kepada masing-masing pembaca. Anda boleh percaya boleh tidak. Marah pada penulis pun silakan, tapi sebelum itu, cek peraturan pertandingan sepak bola dulu ya!
NB: Jika Anda ingin mengambil keputusan mengenai sah atau tidak penalti Lionel Messi-Luis Suarez, tentukan dahulu, apakah penalti yang dilakukan oleh Lionel Messi itu dikatakan berhasil atau gagal? Karena itu bisa memengaruhi interpretasi aturan. Sepak bola menarik ketika dia bisa memberikan banyak kemungkinan yang kemudian menjadi perbincangan hangat dari waktu ke waktu. Sepak bola memang tak lekang oleh waktu.