Makna Penting Capital One Cup Bagi Liverpool

Liverpool akan menghadapi Manchester City di laga final Capital One Cup minggu (28/2) mendatang. Secercah harapan muncul, ekspektasi pun disematkan ke pundak Juergen Klopp untuk menghentikan puasa gelar Liverpool. Bahkan euphoria pun tak segan diumbar demi sekadar berharap terjawabnya penantian. Dengan berbekal kemenangan 4-1 di pertemuan terakhir (22 November 2015), serta merta meyakinkan para Kopites bahwa kali ini mereka akan meraih trofi.

Memang tak ada yang salah dengan harapan. Toh semua manusia jelas dan pasti pernah berharap. Jika ada kesempatan, kemampuan, dan ketepatan waktu, harapan hampir pasti bisa menjadi realita. Ya, seperti Liverpool saat ini.

Liverpool punya kesempatan dan tentu itu tak didapat dengan harga yang murah. Dengan bekal kemenangan pada pertemuan terakhir dengan skor 4-1 jelas membuktikan bahwa The Reds punya kemampuan. Bagi seluruh Kopites, rasa-rasanya inilah saat yang tepat untuk memutus kutukan, bukan? Inilah saat yang tepat untuk kembali merasakan gelar juara.

Bukan tanpa alasan jika ekspektasi tinggi hinggap pada Liverpool untuk mendapatkan trofi Capital One Cup kali ini. Pertemuan terakhir dengan kemenangan 4-1 atas Manchester City jelas menjadi modal utama. Setidaknya kita semua tahu bahwa Liverpool punya kesempatan menang atas City. Tapi, apakah modalnya hanya itu?

Dampak non-teknis sepertinya bisa menjadi pertimbangan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk menghancurkan City, dan membawa pulang trofi ke Anfield.

Penunjukkan Pep Guardiola sebagai manajer City musim depan, akan mengganggu pikiran beberapa pemain dan tentunya Manuel Pellegrini yang berprestasi atau tidak tetap akan kehilangan pekerjaannya.

Meski beliau berujar semua baik-baik saja, nyatanya City jelas tidak baik-baik saja. Kekalahan 5-1 atas Chelsea di FA Cup (21/2), dan bahkan menjadi kekalahan beruntun mereka yang ketiga, setelah lebih dulu mengalami kekalahan dari Leicester City dan Tottenham Hotspur.

BACA JUGA:  Gerakan #PlayersTogether Lahir dari Keputusasaan

Keputusan para petinggi Manchester biru yang dirasa terlalu cepat mengumumkan penunjukkan Guardiola sebagai manajer baru mareka musim depan, secara tidak langsung (mungkin) menghilangkan beban di pundak Manuel Pellegrini, yang imbasnya kepada penampilan buruk City di tiga laga terakhir.

Analogikan saja seperti ini, jika Anda tahu bahwa pemecetan Anda dari tempat bekerja adalah sebuah kepastian yang mutlak, apakah Anda akan bersungguh-sungguh menyelesaikan pekerjaan Anda, atau hanya akan bekerja apa adanya sembari menunggu gaji terakhir yang akan Anda terima?

Secara manusiawi, mungkin pilihan kedua akan lebih banyak dipilih oleh responden jika hal tersebut dijadikan pertanyaan dalam kuisioner. Tak menutup kemungkinan juga begitu dengan apa yang dirasakan Manuel Pellegrini sekarang. Meski seperti kita tahu, City mampu meraih kemenangan 1-3 di kandang Dynamo Kyiv dalam lanjutan Liga Champions. Tetap saja, “krisis” tak sepenuhnya hilang di tubuh The Citizen.

Jika mengacu pada hal tersebut, Liverpool punya kans besar untuk juara. Namun kesampingkan pemikiran-pemikiran sempit dan naïf tersebut. Suka atau tidak suka, Manchester City bukan lawan yang mudah untuk dikalahkan.

Ingat, ini partai final, dan tidak ada satu pun tim yang tidak ingin juara ketika bermain di partai final. Bukan bermaksud mengatakan hal yang persuasif dan berujung negatif, namun akan lebih bijak jika tak menganggap remeh lawan, bukan?

Juergen Klopp jelas sepenuhnya sadar bahwa ia punya kesempatan besar untuk setidaknya menjawab ekspektasi tinggi yang disematkan di pundaknya pada awal penunjukannya sebagai manajer Liverpool menggantikan Brendan Rodgers, Oktober 2015.

Capital One Cup jelas bukan ajang yang memiliki tingkat gengsi di atas Pemier League, Europa League, atau bahkan Liga Champions. Namun persetan dengan sebuah kata bergengsi, karena Kopites sudah lama menanti hadirnya trofi baru di kabin trofi Anfield yang sekarang sudah mulai berdebu.

BACA JUGA:  Membayangkan Ahok Menjadi Ketua PSSI

Penantian panjang yang akhirnya kini berujung pada kesempatan untuk setidaknya mengobati rasa rindu akan pengakuan, jelas bukan suatu hal yang pintar bila menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Kopites sudah sabar, bahkan terlalu sabar untuk menunggu Si Merah mendapatkan sebuah trofi. Bukan Si Kuping Besar, ah itu terlalu mustahil untuk sekarang. Namun Si Kuping Kecil bukan hal yang derajatnya dikatakan mustahil untuk didapat, bukan?

Liverpool jelas punya kesempatan yang besar kali ini. Performa yang meningkat di bawah asuhan Klopp meski belum stabil. Bisa dikatakan pula inilah waktu yang paling tepat untuk kembali mendapat pengakuan, atau setidaknya membungkam mereka yang nyinyir tanpa berkaca bahwa klub tercinta mereka pun sedang merana nyatanya.

Jika bukan sekarang, lalu kapan lagi Liverpool?

 

Komentar