Franz John tentu tak pernah membayangkan bahwa klub yang didirikannya bersama sejumlah teman pada 27 Februari 1900 akan menjadi sebesar sekarang. Ia mendirikan Bayern München semata-mata karena ingin para pesepak bola di klub gymnastic MTV Munich tidak sekadar menjadi pelengkap di organisasi tersebut.
Mereka punya kerinduan bertanding pada kompetisi sepak bola yang digelar asosiasi sepak bola Jerman Selatan. Sampai akhir masa jabatannya pada tahun 1903, praktis tidak ada prestasi gemilang yang diraih FC Bayern.
Bayern baru mengecap prestasi berskala nasional pada tahun 1932 di bawah kepemimpinan Presiden Kurt Landauer. Di final, Bayern menaklukkan salah satu kekuatan sepak bola Jerman pada masa itu, Nuremberg dengan skor 2-0. Namun keberhasilan perdana itu rupanya sekaligus menjadi kesuksesan satu-satunya bagi Bayern di era kompetisi sepak bola Jerman sebelum Bundesliga bergulir.
Meskipun bukan faktor tunggal, namun berkuasanya Adolf Hitler di Jerman turut memengaruhi mandeknya perkembangan Bayern München. Sang presiden Bayern, Kurt Landauer yang merupakan seorang Yahudi terpaksa harus mundur dari jabatannya dan bahkan dikirim ke kamp konsentrasi Dachau. Bukan hanya Kurt yang tersingkir, sang pelatih Richard Dombi dan striker andalan “Ossi” Rohr pun harus hijrah ke Swiss.
Setelah terpuruk selama beberapa dekade, Bayern mulai menunjukkan diri sebagai salah satu kekuatan terbesar sepak bola Jerman pada era Bundesliga. Tapi yang paling menarik adalah melihat bagaimana Bayern mampu menjaga konsistensi kesuksesan, baik di liga lokal maupun di kancah sepak bola Eropa.
Berbeda dengan beberapa klub Jerman lainnya yang sukses hanya pada masa-masa tertentu saja. Nuremberg misalnya. Mereka merajai sepak bola Jerman pada era 1920-an tapi setelah itu meredup. Schalke menguasai dekade 1930 dan selanjutnya tak lagi terlalu bersinar. Mönchengladbach, rival berat Bayern pada era 1970-an, tidak sanggup bersaing lagi setelah era tersebut berlalu. Dan masih ada beberapa contoh lain yang bisa disebutkan seperti Hamburg dan Borussia Dortmund.
Tapi Bayern berbeda. Mereka mampu membangun tim yang sanggup bersaing di papan atas dari waktu ke waktu. Adalah Uli Hoeneß yang dapat dikatakan menjadi tokoh penting di balik kesuksesan berkelanjutan Bayern München.
Sebagai pemain, ia menjadi salah satu tulang punggung Bayern dalam meraih tiga titel Bundesliga dan tiga gelar Liga Champions (1974-1976). Bersama tim nasional Jerman Barat, Uli mampu menjadi juara Eropa (1972) dan juara dunia (1974). Ia mencetak 86 gol dalam 239 kali penampilannya di Bundesliga untuk Bayern. Namun sayang, karier gemilangnya sebagai pemain harus terhenti di usia 27 tahun karena cedera lutut.
Tapi momen menyedihkan tersebut ternyata menjadi salah satu titik balik bagi Bayern München dalam membangun kekuatan klub, baik secara organisasi maupun finansial. Tak lama setelah karier profesionalnya sebagai pemain terhenti, ia ditunjuk Presiden Wilhelm Neudecker menjadi manajer bisnis klub menggantikan Robert Schwan.
Perlahan tapi pasti, Bayern berkembang menjadi klub yang sanggup menjaga konsistensi kesuksesan di Jerman maupun Eropa. Bersama Karl Hopfner, Uli menata manajemen klub dengan sangat baik.
Salah satu langkah berani yang mereka buat adalah menjual Karl-Heinz Rummenigge ke Internazionale Milano dengan rekor penjualan sebesar €6 juta. Dengan uang tersebut, Bayern berhasil menutup hutang mereka. Dan sejak saat itu, kondisi keuangan Bayern terus membaik. Pada pertemuan tahunan terakhir di bulan November 2015, Bayern kembali mencatatkan neraca keuangan positif. Hal ini telah terjadi selama 23 tahun berturut-turut.
Keputusan lain yang dinilai kontroversial pada masa-masa awal Uli menjadi manajer adalah memutuskan pembelian adiknya, Dieter Hoeneß dari Stuttgart dengan nilai transfer kurang dari DM200,000. Keputusan yang berbau nepotisme itu terbukti membawa hasil yang baik.
Dieter mampu mencetak 64 gol pada empat musim perdananya bersama FC Bayern. Uli juga mampu mendatangkan sejumlah pemain lain dengan harga murah namun memiliki kualitas mumpuni seperti Klaus Augenthaler, Wolfgang Dremmler dan Hans Pfügler.
Teman satu timnya, Paul Breitner sudah sejak lama mengendus bakat bisnis Uli. Ia mengatakan, “Tanpanya, saya tak mungkin menghasilkan uang sepeser pun di luar sepak bola. Sangat mengagumkan melihatnya mengembangkan sebuah ide menjadi bisnis yang menguntungkan.”
Namun Uli tidak sekadar ahli berbisnis. Ia juga membawa Bayern menjadi klub yang peduli terhadap berbagai isu sosial dan kemanusiaan baik pada internal maupun eksternal klub. Pengalamannya selamat dari kecelakaan pesawat pada tahun 1982 yang menewaskan tiga sahabatnya menjadi salah satu pemicu.
Bayern kemudian tercatat sebagai klub Jerman yang paling sering melakukan penggalangan dana untuk menolong mereka yang membutuhkan. Sejumlah pemain yang dilanda kesulitan seperti Alan McInally, Lars Lunde, Gerd Müller dan Mehmet Scholl mendapatkan pertolongan yang nyata dari klub baik secara finansial maupun non-finansial.
Dan setelah tiga puluh tahun mengabdi sebagai manajer, Uli Hoeneß akhirnya dipilih menggantikan Franz Beckenbauer sebagai presiden Bayern pada tahun 2009. Kepemimpinannya tak diragukan lagi menjadi salah satu kekuatan besar bagi Bayern untuk menjadi sebesar sekarang.
Berbagai penghargaan yang diraihnya menjadi bukti bahwa dirinya adalah seorang pemimpin yang visioner. Ia beberapa kali terpilih sebagai Manager of The Year awards, Bavarian Sports Awards (2006), Golden Sports Pyramid (2009) dan Bambi dalam kategori ekonomi. Ia juga masuk Hall of Fame olahraga Jerman.
Meski demikian, cukup disayangkan Uli kemudian terjerat kasus pajak dan diputuskan bersalah pada tahun 2014. Sehari setelah putusan pengadilan, Uli mengundurkan diri sebagai presiden klub.
Namun hal tersebut tak mengurangi rasa hormat dari para pemain, manajemen dan fan Bayern terhadapnya. Uli tetap dikenang sebagai salah seorang yang berjasa bagi kemajuan klub. Sebagian (besar) loyalis Bayern pasti akan mengangguk-angguk tanda setuju jika ada meme dengan gambar wajah Uli Hoeneß disertai caption, “Piye kabare, enak jamanku toh?”