Puasa dan Pengaruhnya terhadap Optimalisasi Pemenuhan Gizi Atlet

Jika kita bicara mengenai puasa, baik itu di bulan Ramadan yang penuh berkah ini, maupun puasa di bulan-bulan lain, maka akan sangat menarik jika kita meninjaunya dari segi gizi. Terutama, untuk mereka yang senang berolahraga, atau bahkan seorang atlet profesional.

Kira-kira pemenuhan zat gizi apa sih yang harus diperhatikan? Tentunya harus benar-benar diperhatikan karena ini ada hubungannya dengan kecukupan energi dan cairan harian.

Untuk pesepak bola, secara khusus Dr. Zafal Iqbal (Head of Sports Medicine Crystal Palace FC) menekankan ada 4 poin gizi yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Hidrasi
  2. Penggantian Glikogen sebagai simpanan energi otot
  3. Penggantian Protein untuk Regenerasi otot dan Pemulihan
  4. Tidur dan Recovery

Kalau dari segi jumlah kalori dan jumlah cairan yang harus dipenuhi saat berpuasa, maka tidak jauh berbeda dengan kondisi saat tidak berpuasa. Kunci utama pada pembahasan kali ini adalah ada pada “Bagaimana memenuhi kecukupan kalori dan cairan para atlet secara tepat pada waktu yang sempit?”

Ya, karena atlet muslim hanya dapat memenuhi kecukupan kalori dan cairan mereka pada waktu sahur dan berbuka puasa saja.

Mari kita bahas yang pertama dulu, yaitu perihal Hidrasi. Tubuh manusia dituntut untuk terus menerus dalam kondisi terhidrasi dengan baik, terutama saat sedang berpuasa.

Menurut Dr. Zafal Iqbal, penurunan berat badan sebanyak 2% akibat cairan yang terbuang (sekitar 1,5 kg untuk orang dengan berat badan 75 kg) dapat menurunkan performance seorang pemain sebesar 10-20%.

Nah, bagaimana cara mengantisipasinya? Kuncinya ada pada waktu sahur dan berbuka puasa. Ketika sahur, atlet harus memastikan untuk mengonsumsi cairan dalam jumlah cukup agar hidrasi tubuhnya tetap terjaga. Begitu juga ketika berbuka puasa agar cairan yang hilang dapat kembali.

Penulis berpendapat bahwa untuk seorang atlet profesional tidaklah cukup jika kebutuhan cairan hanya dipenuhi dari air putih saja. Air putih itu bagus, tidak masalah, tetapi mereka juga harus memanfaatkan pemenuhan cairan melalui minuman isotonik.

Kenapa minuman isotonik? Karena dalam minuman isotonik mengandung mineral atau ion-ion yang sama/mirip dengan ion-ion yang terdapat pada cairan tubuh. Konsumsi minuman berupa teh, kopi, dan jenis minuman berkafein lainnya tidak dianjurkan untuk atlet karena dapat lebih mempromosikan eksreksi daripada retensi.

Ion-ion dan mineral ini (contohnya natrium) dapat membantu untuk me-maintain volume darah dan menjaga retensi cairan tubuh dengan cara mengendalikan pengeluaran cairan seseorang.

Untuk mencegah rasa ketidaknyamanan pada perut dan kemih, konsumsi cairan disebarkan selama waktu yang tersedia, yaitu 200-300 ml setiap 20-30 menit sekali. Total cairan yang harus dikonsumsi atlet per hari selama waktu sahur dan berbuka adalah sekitar 2-4 liter cairan (jumlah ini dapat dipengaruhi dengan kondisi iklim tempat atlet berlaga).

BACA JUGA:  Paul Pogba dan Bagaimana Menyeimbangkan Puasa dengan (Menonton) Sepak Bola

Yang kedua, pembahasan mengenai glikogen. Seperti yang pernah penulis bahas dalam tulisan sebelumnya bahwa glikogen yang digunakan tubuh untuk diubah menjadi energi adalah berasal dari karbohidrat. Penulis juga pernah membahas bahwa jenis karbohidrat sebenarnya dapat dibedakan berdasakarkan tipe indeks glikemiknya.

Pada saat sahur, disarankan untuk mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah sampai sedang agar pembuangan energi harian (energy release) seseorang dapat berjalan lebih bertahap (slowly), tidak sekaligus. Ini penting untuk menjaga agar tubuh tidak kehabisan tenaga/energi sepanjang berpuasa, hingga berbuka nantinya.

Ketika berbuka puasa, barulah atlet disarankan untuk mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi (quick release carbohydrate) karena penyerapannya juga lebih cepat dibandingkan dengan makanan indeks glikemik sedang dan rendah.

Namun, konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi juga disarankan tidak berlebihan, melainkan secukupnya saja karena jika dikonsumsi berlebihan, maka dapat mengganggu training pasca berbuka, dimana energi akan cepat habis.

Kurma dan pisang, walaupun termasuk dalam kategori makanan Indeks Glikemik sedang, dapat menjadi pilihan yang tepat untuk berbuka puasa.

Waktu konsumsi makanan juga harus diperhatikan. Jika berbuka puasa langsung kalap, maka ini dapat menyebabkan penumpukan kalori dalam tubuh. Penumpukan kalori akibat konsumsi karbohidrat atau protein berlebih akan dikonversi oleh tubuh menjadi simpanan lemak, bukan sebagai glikogen ataupun protein.

Inilah sebabnya mengapa banyak yang mengeluhkan, ”duh kok gua puasa malah gendutan ya?” yang baik adalah mengonsumsi makanan secara bertahap, tidak sekaligus banyak.

Makanlah dalam jumlah kecil terlebih dahulu, setelah beberapa jam barulah atlet memfokuskan makanannya pada karbohidrat indeks glikemik sedang dan rendah, serta pemenuhan protein.

Pemilihan jenis dan jumlah protein juga tidak kalah penting. Protein sebagai fondasi tubuh atlet harus dikonsumsi secara tepat karena sangat besar perannya dalam pemenuhan regenerasi otot dan pemulihan (recovery) atlet.

Susu kedelai dan pangan hewani, seperti ikan, dada ayam, ataupun daging (dengan catatan tidak digoreng dengan metode deep frying atau disantan) dapat menjadi pilihan yang tepat.

Jangan meremehkan sumber protein nabati, seperti tahu dan tempe karena mereka dapat menjadi sumber protein yang lebih baik dari protein hewani dengan beberapa syarat, seperti tidak dimasak dengan cara metode deep frying dan dikonsumsi bersamaan dengan sayuran dan/atau buah.

Beberapa jenis vitamin yang terdapat pada sayuran dan buah dapat mempercepat proses penyerapan protein yang berasal dari sumber non hewani.

BACA JUGA:  Andil Psikolog di Balik Pencapaian Fabio Quartararo

Jadi, sebenarnya tidak tepat kalau kita suka mengejek teman kita dengan kalimat, ”ah elu kebanyakan makan tempe sih, makanya lemes dan loyo!” Nah, itu kembali lagi dengan bagaimana budaya makan tempe si orang loyo itu. Biasanya, mereka yang loyo itu mengonsumsi tempe dengan cara digoreng, lalu hanya disajikan dengan nasi putih dan kecap saja.

Kembali ke topik, bagaimana dengan konsumsi serat? Oh jelas penting juga guna mencegah konstipasi atlet ketika berpuasa. Pemenuhan serat atlet ketika berpuasa dapat diselipkan dalam menu sayuran ketika sahur dan berbuka atau dalam bentuk jus/smoothie yang juga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh, secara berbarengan.

Vitamin-vitamin, terutama Vitamin C yang terdapat pada makanan sumber serat juga dapat membantu untuk menjaga imunitas tubuh. Tentunya, makanan sumber serat, yang dapat memberikan sensasi kenyang lebih cepat ini, tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan karena dapat mengganggu kenyamanan perut atlet.

Kemudian, recovery juga tak kalah penting. Atlet juga harus mementingkan istirahat.

Kalau di Eropa, khususnya di negara yang bukan mayoritas muslim, klub atau tim nasional sepak bola yang memiliki pemain muslim akan memperlakukan pemainnya itu secara khusus. Biasanya waktu dan intensitas latihan mereka akan dibedakan.

Menurut Dr. Zafal Iqbal, biasanya para pelatih akan membiarkan pemainnya untuk latihan pada pagi hari saja dan ketika siang hari mereka dapat latihan ringan. Jadwal latihan berikutnya dapat dilakukan di malam hari, tetapi terkadang latihan malam tidak dapat dilakukan karena ada kaitannya dengan recovery dan waktu tidur atlet, sehingga salah satu cara mengatasinya adalah latihan difokuskan 1-2 jam jelang berbuka puasa.

Dr. Hamdi Chtourou dalam bukunya yang berjudul “Effects of Ramadan Fasting on Health and Athletic Performance” memberikan gambaran tentang bagaimana pembagian waktu latihan dan istirahat untuk para atlet, secara umum, bukan hanya atlet sepak bola. Ya, kalian juga dapat mencobanya.

Dr. Hamdi ChtourouJadi, jika dipersiapkan dengan matang, maka puasa sejatinya bukanlah sebuah halangan. Selama zat gizinya telah disesuaikan dengan baik, serta kehigienisan makanan dan minumannya terjaga, maka puasa bukanlah alasan yang mendasari penurunan performa seorang atlet atau sebuah tim.

Jika ada sebuah tim yang menjadikan pemain muslim sebagai pemain kunci mereka, lalu timnya tidak bermain baik di bulan Ramadan, maka jangan pernah menyalahkan bulan Ramadan. Bisa jadi taktiknya saja yang sudah terbaca atau memang sudah kurang tepat pemilihannya sejak awal. Banyak faktor.

 

Komentar
Indonesian Moslem | Anti-Mainstream Nutritionist/Dietitian who love football | Twitter: @katondio | Hey, you can also read my article at giziberkarya.blogspot.com.