Bicara soal nama besar, Arsenal sebenarnya bukan kesebelasan pupuk bawang di kancah sepakbola Inggris. Belasan titel Liga Inggris (era lama maupun Premier League) serta Piala FA menjadi bukti sahihnya.
Bahkan pada 2003/2004 silam, The Gunners mengukir sebuah rekor ikonik yang belum terpecahkan sampai sekarang yakni memenangkan liga dengan catatan tanpa kekalahan sepanjang musim.
Wajar bila tim yang dihuni Dennis Bergkamp, Thierry Henry dan Patrick Vieira kala itu disebut The Invincibles.
David Seaman di bawah mistar, Sol Campbell, Ashley Cole, Lauren Bisan, dan Kolo Toure di lini belakang, Gilberto Silva, Freddie Ljungberg, Robert Pires, dan Vieira di sektor tengah serta duo Bergkamp-Henry di depan menjadi kesatuan utuh yang bikin lawan jeri.
Di bawah arahan Arsene Wenger, Arsenal menjelma menjadi kesebelasan yang sulit ditaklukkan. Hal ini membuat mereka begitu disegani oleh lawan.
Di sisi lain, suporter klub yang berkandang di Stadion Emirates itu juga boleh menepuk dada.
Akan tetapi, penurunan prestasi justru dialami The Gunners semenjak proyek pembangunan Stadion Emirates berlangsung. Biaya masif yang dibutuhkan agar stadion tersebut berdiri, ikut mengebiri kemampuan klub untuk berbelanja di bursa transfer.
Alih-alih memperkuat tim guna bersaing terus dengan para pesaing, Arsenal malah bersalin rupa menjadi klub yang cukup puas dengan finis di empat besar demi tiket lolos ke kejuaraan antarklub wahid Eropa, Liga Champions.
Buruan utama dalam kejuaraan itu sendiri bukanlah trofi, melainkan pundi-pundi uang dalam jumlah gemuk yang bisa mereka dapatkan demi menambal kebutuhan finansial.
Walau diperkuat nama-nama semisal Cesc Fabregas, Mesut Ozil, dan Robin van Persie, mereka semakin kepayahan untuk merengkuh trofi dalam rentang 2005 sampai 2013. Dekadensi Arsenal pun bikin suporter fanatik mereka meradang.
Perjalanan bersama Wenger kian sulit pada akhir era kepelatihannya meski The Gunners sanggup dibawa sang monsieur menggondol tiga trofi Piala FA. Rapor tersebut tidak bisa menutupi bahwa Arsenal semakin tertinggal dari rival-rivalnya.
Kepergian Wenger lantas disubstitusi oleh Unai Emery. Pelatih asal Spanyol ini memang belum mampu membawa Arsenal tampil menggigit di Premier League.
Namun berbekal skuad yang dimilikinya, The Gunners tampil di final Liga Europa 2018/2019 meski akhirnya kalah dari Chelsea.
Sayangnya, kiprah Emery tak berlangsung lama di Stadion Emirates. Ia kemudian digantikan oleh Mikel Arteta, eks asisten Pep Guardiola di Manchester City.
Seperti Emery, harapan kepada Arteta pun membubung tinggi. Terlebih pada musim perdananya menangani Arsenal, gelar Piala FA 2019/2020 berhasil dibawa pulang ke Colney, markas latihan klub.
Bermodal skuad Arsenal saat ini, Arteta belum mampu membawa The Gunners tampil eksepsional. Keputusan taktiknya sering dikritisi media karena membuat tim bermain inkonsisten.
Asa melihat Alexandre Lacazette dan kawan-kawan merangsek ke papan atas seraya bersaing dengan Chelsea, Liverpool dan duo Manchester pun masih jauh panggang dari api.
Dari sekian masalah yang bikin Arsenal melemah adalah keengganan Stan Kroenke mengeluarkan duit lebih bagi klub untuk memperbaiki skuad.
Sudah sejak lama, fans Arsenal menyerukan agar pebisnis asal Amerika Serikat itu pergi karena tak memperlihatkan keseriusan membangun tim.
Di kepala Kroenke, menurut fans Arsenal, hanya ada keinginan untuk memperoleh keuntungan saja demi mempertebal isi rekening pribadinya.
Jika dahulu rival Tottenham Hotspur di kawasan utara London ini dihuni pemain-pemain berkelas, saat ini penggawa Arsenal cuma ‘sekelas’ Pierre-Emerick Aubameyang, Lacazette dan Nicolas Pepe. Dibanding Bergkamp, Henry, dan Pires, mereka belum ada apa-apanya.
Bila Arsenal masih keteteran untuk langsung melejit ke papan atas Premier League, mereka dapat menyusun rencana jangka panjang yang lebih jelas.
Terlebih, beberapa penggawa muda mereka memperlihatkan kemampuan yang layak diperhitungkan.
Bagaimana The Gunners memaksimalkan Bukayo Saka, Emile Smith-Rowe, Gabriel Martinelli, dan Joe Willock sebagai poros utama menjadi pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan. Keempat nama tersebut pantas dijadikan pilar baru buat menyongsong masa depan yang lebih baik.
Lebih jauh, Arsenal sudah memperlihatkan mereka ingin membangun kekuatan dengan inti para pemain muda.
Kedatangan Albert Sambi Lokonga dan Nuno Tavares, masing-masing dari Anderlecht dan Benfica, menjadi sinyal kuat mengenai hal itu.
Mereka juga disebut-sebut tinggal selangkah lagi mengamankan jasa Ben White dari Brighton & Hove Albion.
Mempertahankan Arteta atau menggantinya dengan sosok yang dianggap lebih kapabel juga perlu dipertimbangkan. Sebab pelatih berkualitas menjadi salah satu syarat utama kebangkitan yang diincar selama ini.
Meraih kejayaan seperti di era Wenger lalu bukanlah kemustahilan untuk Arsenal. Namun proses ke arah sana memang butuh waktu yang panjang dan menuntut kesabaran serta kontinuitas. Ada banyak rintangan yang harus dilewati The Gunners sebelum sampai di tujuan.
Andai mampu melakukannya, maka tiga atau empat tahun ke depan kita bisa melihat Arsenal kembali bersaing di papan atas Premier League dan bahkan bersaing di jalur juara. Kejayaan yang lama dirindukan pun dapat dirasakan lagi sehingga mereka tak selalu jadi bahan tertawaan.