Juru Selamat Chelsea dalam Wujud Olivier Giroud

“Tuhan telah mati!”, seloroh pendukung AC Milan sepanjang paruh pertama musim ini. Memaknai ulang frasa populer dari filsuf Jerman, Friederich Nietzche, seperti menggambarkan hilangnya berkah Tuhan di San Siro. Kalaupun ada, yang tersisa hanyalah kejayaan masa lampau.

Di tengah rasa putus asa dan kejengahan yang kian menyiksa, mukjizat Tuhan diturunkan.

Adalah Zlatan Ibrahimovic yang mendamaikan hati segenap tifosi I Rossoneri. Pemain Swedia itu datang membawa kabar gembira dan sedikit pembuktian ke jala gawang lawan. Perlahan, Milan menyingsing semangat baru.

Terbang jauh ke tanah Britania, kisah yang sama tapi dengan cara berbeda pun mengemukakannya.

Olivier Giroud tidak pernah ke mana-mana. Ia hanya duduk di bangku cadangan Stadion Stamford Bridge selama tiga bulan, menyaksikan adik-adiknya di lapangan menepuk dada usai mengepak kemenangan atau tertunduk lesu gara-gara dihantam kekalahan.

Barangkali hatinya sesak. Bukan karena dijauhkan dari ketatnya persaingan Liga Primer Inggris, melainkan nihilnya kesempatan menolong Chelsea dari penyakit impotensi dalam urusan membobol gawang lawan.

Giroud terakhir kali berkeringat dengan seragam Chelsea di pertandingan melawan West Ham pada bulan November 2019 silam.

Sebelumnya, bekas penggawa Montpellier dan Arsenal ini hanya tampil lima kali di pentas Liga Primer Inggris.

Kenyataan tersebut sampai membuat pelatih tim nasional Prancis, Didier Deschamps, judes kepada pelatih Chelsea, Frank Lampard.

Kegeraman Deschamps diutarakannya dalam wujud saran yakni Giroud sebaiknya hengkang dari London Barat di bursa transfer musim dingin demi mendapat kesempatan bermain lebih banyak.

Di dalam hati kecil Giroud, gejolak keresahan sudah pasti menggelayut. Pesepakbola mana yang betah berlama-lama jadi pemanas bangku cadangan?

Pergantian tahun dan mampetnya sektor depan The Blues nyatanya tak mengubah nasib Giroud secara drastis.

Tammy Abraham senantiasa dipercaya mengisi pos striker tunggal dengan Michy Batshuayi berperan sebagai pelapis.

Sementara Mason Mount, Pedro Rodriguez, Christian Pulisic, dan Willian bergantian jadi penopangnya dari lini kedua. Elegi Giroud terdengar nyaring sepanjang Januari.

Manakala kabar ketertarikan Internazionale Milano yang sekarang ditangani Antonio Conte menyeruak sebagai langkah menambah amunisi di lini serang, harapan bahwa dirinya akan beroleh menit bermain lebih banyak juga meninggi.

BACA JUGA:  J-League dengan Nama Klub yang Unik dan Menarik

Apes, negosiasi antara Chelsea dan Inter berakhir macet. Bukan soal harga transfer, melainkan keengganan Lampard melepas sosok berusia 33 tahun itu sebab The Blues tak memiliki pengganti yang sepadan.

Sejumlah pengamat menilai keputusan Lampard sangat aneh. Giroud jarang dimainkan, tapi juga ogah melegonya ketika ada tim yang berminat.

Nestapa Giroud makin meletup-letup di dada. Tatkala Piala Eropa 2020 semakin dekat, kesempatannya buat tampil reguler dan membuktikan kapasitasnya di lapangan agar dilirik Deschamps justru semakin kerdil.

Deschamps mungkin tetap mempercayainya, tapi dengan rapor yang kurang mengilap di musim 2019/2020 bersama Chelsea, peluang Giroud membela Les Bleus di Piala Eropa 2020 berpotensi menguap begitu saja.

Sejak dahulu, epos juru selamat tidak pernah lepas dari kisah bobroknya suatu kaum. Ia datang ketika sebuah peradaban sedang mengalami periode paling buruk.

Dalam narasi agama-agama Samawi, ketiadaan Tuhan dalam benak masyarakat, memungkinkan turunnya wahyu dari langit.

Seperti Zlatan di Milan atau penggawa lain dengan cerita yang sama. Kini, hal serupa mungkin tengah dirasakan Giroud di Chelsea.

Sejak pergantian tahun, The Blues didera kesengsaraan akut. Dari 12 pertandingan yang mereka lakoni di Liga Primer Inggris, Piala FA dan Liga Champions, hanya lima kemenangan yang sukses mereka bukukan.

Masing-masing melawan Burnley dan Tottenham Hotspur di Liga Primer Inggris serta Nottingham Forest, Hull City dan Liverpool pada ajang Piala FA.

Posisi The Blues di empat besar klasemen Liga Primer Inggris pun semakin terancam oleh gerak-gerik Manchester United dan Tottenham yang jarak poinnya tak terlalu jauh.

Kans Chelsea untuk terus melaju di Liga Champions pun nyaris tertutup gara-gara kekalahan telak 0-3 dari Bayern München di leg pertama babak 16 besar.

Praktis, satu-satunya tempat yang tersedia bagi Chelsea untuk menghibur diri seraya memeluk trofi di musim ini adalah Piala FA.

Ketika segalanya berjalan tak enak bagi Lampard, sepertinya ia mendapat hidayah Tuhan. Giroud yang lama mendekam di bangku cadangan, akhirnya turun di laga kontra Manchester United.

BACA JUGA:  Arkhan Fikri: Metronom Lini Tengah Timnas U-19

Pada laga tersebut, Chelsea memang kalah. Namun Giroud sempat memberi secercah asa manakala ia mencetak gol sebelum akhirnya dianulir usai wasit menengok monitor Video Assistance Referee (VAR).

Terpesona penampilan oke lelaki rupawan itu, Lampard kemudian memasang Giroud sebagai ujung tombak sejak menit awal di partai kontra Tottenham.

Hasilnya tokcer karena selain mencetak gol ciamik, Giroud juga menghadirkan kemenangan yang akhir-akhir ini terasa langka bagi The Blues.

Sematan Man of The Match bahkan jatuh kepada Giroud karena performanya dinilai elok dalam laga tersebut.

Peristiwa itu seakan memberi bukti bahwa Giroud belum habis dan ia bisa mengeluarkan kontribusi positif untuk tim.

Keputusan Lampard yang membiarkannya teronggok lama di bangku cadangan adalah kesalahan besar.

Bagaimanapun juga, kemampuan Giroud buat mengisi lini depan, baik dalam mencari ruang, bekerja sama dengan rekan setim hingga mencetak gol masih tergolong apik.

Giroud memang bukan pencetak gol ulung, tapi ia memiliki atribut spesial ketika Chelsea menghadapi tim yang bermain rapat.

Kekuatannya dalam duel-duel udara, kelihaiannya menahan bola, visinya bermain satu dua, kefasihannya dalam melakukan pressing dan keluwesannya dalam bergerak tanpa bola adalah sesuatu yang bisa dijadikan senjata mematikan.

Dalam partai melawan Bournemouth akhir pekan lalu (29/2), Giroud nyaris mengukir namanya di papan skor andai bola sepakannya tidak mengecup mistar gawang.

Hal senada muncul kembali saat berjumpa Liverpool dini hari tadi (4/3). Namun yang pasti, keberadaan Giroud di lini depan Chelsea menghadirkan warna baru yang tak bisa dimunculkan Abraham atau Batshuayi.

Buat Lampard, hal itu sangat berguna untuk pemilihan strateginya di atas lapangan. Pendekatan mana yang cocok guna diterapkan di sebuah laga supaya tim asuhannya beroleh hasil maksimal.

Perjalanan Chelsea di sisa musim ini bisa dikatakan berat. Walau begitu, kesempatan untuk bangkit akan selalu ada. Mungkin saja, Giroud adalah juru selamat yang dibutuhkan.

Tidak hanya mengentaskan The Blues dari keterpurukan, tapi juga mengamankan kursi Lampard sebagai pelatih untuk musim depan.

Komentar
Andi Ilham Badawi, penikmat sepak bola dari pinggiran. Sering berkicau di akun twitter @bedeweib