Pada 16 Juli 2019, tifosi Juventus dihinggapi perasaan gembira. Di malam hari waktu setempat, wonderkid asal Belanda, Matthijs De Ligt, resmi mendarat di bandara Turin buat menyelesaikan proses transfernya dari Ajax Amsterdam senilai 75 juta euro.
Juventus pantas berbahagia ketika para rival semakin cemas karena I Bianconeri berhasil mendatangkan salah satu berlian muda terbaik di Eropa dengan mengalahkan klub-klub mapan lain semisal Barcelona dan Paris Saint-Germain (PSG).
Berbekal kemampuan bertahan dan kepiawaian membangun serangan dari belakang plus jiwa kepemimpinan yang luar biasa untuk ukuran pemain belia, pemuda kelahiran Leiderdorp ini seperti melengkapi manuver apik Juventus di bursa transfer karena memboyong sosok-sosok hebat lain dalam wujud Adrien Rabiot dan Aaron Ramsey.
Akan tetapi, di balik semua keriangan yang melanda kubu I Bianconeri, ada satu sosok yang perasaannya justru gundah gulana akibat kehadiran De Ligt. Dialah bek tengah berusia 25 tahun, Daniele Rugani.
Pada tahun 2012, Juventus meminjam Rugani yang masih berusia 18 tahun dari Empoli untuk bermain di tim Primavera sebelum dipermanenkan I Bianconeri semusim kemudian. Hal tersebut menjadi sinyal jikalau manajemen Juventus melihat potensi Rugani sebagai bintang masa depan sekaligus suksesor bagi lini belakang yang dihuni nama-nama veteran seperti Andrea Barzagli dan Giorgio Chiellini.
Demi mematangkan pemain bertinggi 190 sentimeter itu, manajemen Juventus sepakat untuk menyekolahkannya kembali ke Empoli. Di bawah bimbingan Maurizio Sarri yang saat itu merupakan pelatih Gli Azzurri, Rugani berkembang pesat. Tidak hanya kokoh dalam menggalang pertahanan, dirinya pun cukup lihai buat menginisiasi serangan dari lini pertama.
Masa ‘pendidikan’ Rugani di Stadion Carlo Castellani berjalan mulus. Selain mengunci satu posisi inti, dirinya juga membantu Empoli buat naik kasta ke Serie A usai finis di peringkat dua klasemen akhir Serie B 2013/2014.
Kepercayaan yang ia peroleh dari Sarri justru makin menguat di musim berikutnya. Rugani tak pernah sekali pun absen dari sebelas pertama Gli Azzurri setiap kali berlaga. Penampilan impresifnya tersebut dilengkapi dengan sumbangsih berupa gol sebanyak tiga butir dan tak pernah menerima kartu kuning maupun kartu merah. Alhasil, Empoli sukses bertahan di Serie A 2014/2015 usai nangkring di posisi kelima belas.
Pada musim itu pula, Rugani berhasil masuk Team of The Year Serie A sekaligus menerima panggilan dari tim nasional Italia. Kenyataan itu mendorong publik menggadangnya sebagai pilar penting timnas di masa depan bersama dengan bek muda potensial lain seperti Alessio Romagnoli.
Menyongsong musim 2015/2016, Juventus memanggil pulang Rugani. Sang pemain pun merasa optimis jika masa depannya bakal makin gemilang bareng I Bianconeri.
Apesnya, semesta dan keadaan punya kehendak lain. Alih-alih menjadi pilihan utama seperti di Empoli, figur kelahiran Lucca tersebut malah kesulitan mendapat menit bermain. Sepanjang musim itu, dirinya cuma memeras keringat di lapangan sebanyak 21 kali di seluruh ajang.
Nasib Rugani belum jua membaik di musim berikutnya sebab Massimiliano Allegri, pelatih Juventus saat itu, masih mempercayai Barzagli, Leonardo Bonucci, dan Chiellini sebagai pilar utama di sektor belakang.
Kepergian Bonucci ke AC Milan di musim 2017/2018 juga tak menggaransi satu tempat utama di lini pertahanan buat Rugani. Bahkan di sejumlah kesempatan, Allegri lebih sering memainkan Medhi Benatia sebagai tandem Chiellini atau membentuk trio bersama Barzagli-Chiellini.
Setelah sadar dari kekhilafannya, Bonucci pun balik ke Juventus di musim 2018/2019. Makin tragis buat Rugani, realita tersebut bikin dirinya semakin tersisih. Allegri cuma menurunkannya di laga-laga melawan tim papan bawah atau saat Bonucci dan Chiellini absen.
Merebut tempat utama dari bek berkualitas mumpuni macam Bonucci dan Chiellini bukanlah perkara enteng. Kendati sudah berusia 30 tahun ke atas, performa mereka masih ada di level puncak. Butuh lebih dari sekadar mukjizat untuk dapat menggeser keduanya. Terlebih, mereka punya jiwa kepemimpinan luar biasa di tubuh tim. Makin beratlah upaya Rugani menjadi pilihan nomor satu di lini belakang Juventus.
Tatkala Allegri angkat kaki dari Stadion Allianz dan digantikan oleh Sarri, secuil harapan merambat di dada Rugani. Relasi bagus di antara mereka saat di Empoli, ia harapkan bisa mengubah peruntungannya per musim 2019/2020.
Sayangnya, hal itu tak kunjung terwujud sampai Serie A musim ini sudah berjalan sembilan giornata, Rugani bahkan belum sekali pun meneteskan keringat di atas lapangan hijau.
Absennya Chiellini karena cedera parah justru mematenkan duo Bonucci dan De Ligt di lini belakang. Bahkan, Rugani juga kalah saing dengan penggawa baru berpaspor Turki, Merih Demiral, sebagai pelapis tandem tersebut.
Di usianya saat ini, status wonderkid jelas tak patut lagi disandang Rugani. Apalagi perjalanan kariernya malah terkesan stagnan dalam beberapa musim pamungkas.
Rugani sendiri memiliki kontrak di Juventus sampai musim panas 2024 mendatang. Namun sedari sekarang, ia wajib memikirkan masa depan kariernya secara matang. Terus menjadi penghangat bangku cadangan akan membuat kemampuannya tak berkembang. Kesempatan membela timnas Italia pun semakin berkurang.
Suka atau tidak, Rugani harus segera memilih. Apakah setia dengan I Bianconeri sembari berharap keadaan berubah secara ajaib atau realistis dan mengepak koper lebih cepat dari kota Turin di bursa transfer selanjutnya guna bergabung dengan klub (meski lebih kecil dari Juventus) yang siap menjamin tempat utama agar selamat kariernya?