Ole Gunnar Solskjaer (Masih) Layak Diberi Dukungan

Tanda pagar #OleOut begitu gampang muncul di linimasa media sosial tiap kali Manchester United menelan hasil negatif. Ole Gunnar Solskjaer acap dijadikan kambing hitam atas penampilan tak memuaskan anak asuhnya.

Ceritanya pasti berbeda ketika The Red Devils memetik kemenangan. Namun apes bagi lelaki berkebangsaan Norwegia tersebut, jarang sekali ia mendapat pujian yang layak.

Suporter lebih suka meninggikan para pemain ketimbang dirinya. Padahal, ia memiliki peran penting dalam meningkatkan penampilan seluruh tim.

Ole mungkin tak menyangka bahwa respons suporter terhadapnya semenjak duduk sebagai pelatih Manchester United akan seperti ini. Barangkali, ini merupakan salah satu kisah teraneh dalam hidupnya.

Kendati begitu, tak semua pendukung The Red Devils membencinya. Banyak dari mereka yang bisa melihat kemampuan Ole dalam meramu strategi sehingga Paul Pogba dan kawan-kawan tampil lebih baik seiring waktu.

Benar jika prestasi Ole semenjak duduk di kursi pelatih masih nol. Namun itu bukan acuan utama.

Manchester United punya penyakit bernama inkonsistensi yang sudah terjadi bermusim-musim dan hal inilah yang coba dibenahi Ole perlahan-lahan.

Fans yang berpihak kepada Ole meyakini bahwa sang bos dapat menyembuhkan penyakit itu walau makan waktu.

Toh, bekas manajer Molde ini baru menangani The Red Devils per Desember 2018 dan mewarisi berbagai pekerjaan rumah nan rumit dari pendahulunya, Jose Mourinho.

Sedangkan mereka yang ingin agar Ole cepat-cepat angkat kaki adalah suporter yang selalu memandang remeh capaian Manchester United di bawah asuhannya. Terlebih, tak ada trofi yang sukses dipeluk.

Ya, era kejayaan Sir Alex Ferguson dahulu bikin sebagian suporter Manchester United selalu memandang pencapaian tim dari trofi.

Tak peduli bahwa ada setumpuk masalah yang kudu dibenahi lebih dahulu agar Manchester United tak terus-terusan limbung.

BACA JUGA:  Roma Adalah Sebaik-baik Tempat untuk Pulang

Salah satu sisi positif keberadaan Ole bisa disaksikan dalam diri Luke Shaw. Eks penggawa Southampton tersebut digadang-gadang jadi bek kiri andalan The Red Devils dan tim nasional Inggris setelah ditebus dengan nilai 30 juta Poundsterling medio 2014 silam.

Nahas, performa Shaw justru angin-anginan di kota Manchester. Makin mengenaskan, ia dihantam cedera parah pada 2015. Walau akhirnya sembuh, Shaw dinilai tak pernah kembali ke level permainannya dahulu.

Akan tetapi, hal ini mentah di tangan Ole. Lewat pendekatan dan kepercayaan yang ia berikan, Shaw melesat lagi dan jadi andalan utama di pos bek kiri. Pada musim 2020/2021, ia sudah merumput dalam 30 pertandingan lebih.

“Saya menemukan lagi kepercayaan diri di bawah arahan Ole. Saya butuh itu agar tampil lebih prima”, ungkap Shaw seperti dikutip dari Okezone.

Selain Shaw, sentuhan Ole juga dipercaya menjadi kunci bagusnya performa Bruno Fernandes.

Gelandang Portugal bertubuh ceking itu menjadi pilar inti di sektor tengah bersama Pogba. Bruno yang dicomot dari Sporting CP bahkan melaju sebagai pencetak gol terbanyak tim pada musim ini.

Dini hari tadi (12/5), Pogba dan kawan-kawan takluk 1-2 di tangan Leicester City. Hal tersebut membuat sang rival sekota, Manchester City, resmi jadi kampiun Premier League sebab koleksi poin The Citizens tak mungkin lagi dikejar The Red Devils dalam tiga laga terakhir.

Pendukung Manchester United pasti menyimpan rasa kesal karena sang tetangga berisik kembali berpesta. Bagi mereka yang tak menyukai Ole, ini adalah momen tepat untuk melambungkan tanda pagar #OleOut lagi di linimasa media sosial.

Apa yang coba Ole perbaiki selama ini langsung sirna karena kekalahan dari The Foxes dan memastikan Manchester City sebagai raja baru di Inggris.

BACA JUGA:  Membela Pragmatisme Jose Mourinho

Namun sebelum menghakimi Ole, sepatutnya pendukung klub yang lahir dengan nama Newton Heath ini memahami bahwa sang pelatih punya pertimbangan khusus sehingga menurunkan skuad lapis keduanya dini hari tadi.

Bertarung mati-matian guna memperebutkan gelar Premier League tak memperbesar kans Pogba dan kawan-kawan menjadi kampiun sebab jarak dengan Manchester City sudah menganga sejak awal.

Di sisi lain, mereka butuh penyegaran sebab ditunggu jadwal padat dalam dua pekan mendatang.

Ya, The Red Devils akan memainkan empat laga sekaligus yakni tiga partai terakhir Premier League musim ini serta satu laga final Europa League.

Mengingat laga terakhir mereka adalah partai puncak yang berpotensi mendatangkan gelar, wajar bila Ole melakukan rotasi di laga-laga Premier League tersisa, termasuk saat berjumpa Leicester, guna mengeluarkan kekuatan terbaik mereka di laga kontra Villarreal.

Apalagi koleksi poin anak asuh Ole terbilang aman untuk bertahan di empat besar klasemen dan lolos ke Champions League musim depan. Wajar bila fokus mulai dialihkan.

Dan andai, sekali lagi andai, Manchester United menjuarai ajang kelas dua Benua Biru tersebut, bani #OleOut harus bisa berpikir lebih rasional tentang tuntutannya itu.

Toh, harapan suporter The Red Devils adalah melihat tim kesayangannya mengangkat trofi lagi, bukan?

Tidak adil saja rasanya jika banyak raihan positif yang dibuat Ole, bahkan ketika tim tak meraih satu pun gelar, yang tertutup hanya karena satu hasil negatif. Sebab Ole, dengan kinerjanya sejauh ini, masih pantas untuk diberi dukungan.

Komentar
Penggemar biasa saja tim merah yang ada setannya dan konsisten hanya memainkan satu game online, Pro Evolution Soccer dalam hidupnya. Silakan disapa di Twitter via akun @mhmdiqbaal11.