Menyudahi Piala Dunia 2014 dengan status tim peringkat ketiga bikin timnas Belanda diyakini punya masa depan cerah. Terlebih, sejumlah penggawa muda seperti Daley Blind, Memphis Depay, dan Stefan de Vrij memperlihatkan performa menjanjikan kala itu dan digadang-gadang siap menjadi fondasi anyar De Oranje.
Akan tetapi, segala dugaan yang muncul ke permukaan meleset. Keputusan Louis van Gaal yang melepas jabatannya sebagai pelatih guna bergabung dengan Manchester United serta makin uzurnya trio andalan Arjen Robben, Wesley Sneijder, dan Robin van Persie, bikin Belanda oleng.
Guus Hiddink, Danny Blind, dan Dick Advocaat yang secara bergantian duduk di kursi pelatih, gagal membawa pemegang titel Piala Eropa 1988 tersebut lolos ke putaran final Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018. Hal itu merupakan catatan terburuk Belanda semenjak gagal lolos ke Piala Dunia 1982 dan Piala Eropa 1984.
Keterpurukan itu membuat federasi sepakbola Belanda (KNVB) mengupayakan berbagai cara supaya De Oranje bangkit. Salah satu langkah yang mereka ambil adalah mendapuk Ronald Koeman sebagai pelatih anyar per Februari 2018.
Lelaki berumur 56 tahun tersebut bahkan diganjar kontrak sampai musim panas 2022. Sebuah sinyal bahwa Koeman diberi target meloloskan Belanda ke Piala Eropa 2020 dan Piala Dunia 2022.
Membenahi tim yang penuh masalah jelas bukan persoalan sepele dan Koeman sadar betul dengan itu. Alih-alih bersikap kaku, bekas pelatih AZ Alkmaar dan Valencia itu malah memulai rezimnya di timnas dengan pendekatan taktik yang fleksibel, tapi tetap mengusung filosofi Totaalvoetbal.
Bersama Koeman, Belanda mulai menunjukkan peningkatan performa dengan memetik hasil-hasil apik di atas lapangan. Salah satu capaian bagus mereka adalah lolos ke final UEFA Nations League kendati di final mesti mengakui kedigdayaan Portugal dengan skor tipis 0-1.
Setelah momen tersebut, Giorginio Wijnaldum dan kawan-kawan sanggup menyuguhkan aksi konsisten. Termasuk saat berjibaku di babak kualifikasi Piala Eropa 2020 grup Q. Hasilnya pun manis, kedudukan akhir 0-0 pada laga kontra Irlandia Utara dini hari kemarin (17/11) mengantar Belanda lolos ke putaran final Piala Eropa 2020.
1953 – The Netherlands will be present at a World Cup or Euros for the first time since 2014; it has been 1953 days since their last game at a major tournament. Return. pic.twitter.com/unOawQuHm4
— OptaJohan (@OptaJohan) November 16, 2019
Keberhasilan itu melahirkan pujian untuk sang pelatih dan seluruh penggawa De Oranje. Publik pun bertanya-tanya, apa yang menjadi faktor penting kebangkitan Negeri Keju?
Membenahi Mentalitas
Amburadulnya penampilan Belanda pasca-Piala Dunia 2014 tentu meninggalkan lubang menganga di sektor mentalitas. Hal inilah yang pertama kali disasar Koeman untuk dibenahi setahap demi setahap. Pasalnya performa kacau itu membuat Belanda inferior setiap kali bertanding. Entah itu melawan tim yang kualitasnya di atas, selevel atau bahkan di bawah Wijnaldum dan kolega.
Pembenahan perlahan yang dilakukan Koeman akhirnya membuahkan hasil manis. Jika sebelumnya De Oranje begitu kepayahan meladeni tim-tim sekelas Inggris, Jerman, dan Prancis, perlahan tapi pasti mereka mampu mengalahkan ketiganya dengan cara paripurna.
Pun saat bersua tim-tim semisal Belarusia dan Estonia, Belanda tak lagi miskin ide dan bingung bagaimana cara mencetak gol bahkan ketika pemain andalannya tidak turun atau tengah diistirahatkan. Wijnaldum dan kawan-kawan selalu berhasil memperlihatkan permainan yang bagus demi mengepak poin penuh, baik di laga kandang maupun tandang.
Regenerasi yang Berjalan Mulus
Ketika diasuh Hiddink, Blind maupun Advocaat yang berujung pada performa semenjana, Belanda kelewat bergantung pada nama-nama senior, khususnya trio Robben-Sneijder-Van Persie. Padahal selepas Piala Dunia 2014, ketiganya memperlihatkan regresi penampilan.
Di sisi lain, para pelatih seperti enggan memberi kesempatan untuk para pemain muda. Entah karena ragu akan kemampuan sosok belia yang ingin membuktikan diri atau memang tak berani mengambil risiko mengingat tekanan tinggi yang ditanggung.
Barulah di era Koeman, susunan pemain yang ada di tubuh De Oranje mengalami cukup banyak perubahan. Sang pelatih sadar jika Belanda harus meregenerasi skuatnya sesegera mungkin. Tak melakukan itu sama artinya dengan bunuh diri sebab rataan usia skuat Belanda tergolong uzur.
Alhasil, banyak penggawa muda semisal Steven Bergwijn, Denzel Dumfries, Frenkie de Jong, Matthijs de Ligt, dan Donyell Malen yang diberi kesempatan tampil oleh Koeman. Proses transisi ini berjalan cukup mulus dan tenaga-tenaga segar tersebut sanggup memberi warna baru yang memang dibutuhkan Belanda.
Kendati demikian, sang pelatih juga tetap mempercayai sejumlah nama berpengalaman seperti Ryan Babel, Blind, Jasper Cillessen, de Vrij, Kevin Strootman, Virgil van Dijk dan Wijnaldum.
Gabungan pemain kenyang pengalaman dengan darah muda inilah yang menjadi salah satu kunci kebangkitan Belanda guna menyejajarkan diri mereka lagi dengan kekuatan sepakbola Eropa lain seperti Jerman, dan Prancis. Mereka seimbang, mengerti satu sama lain, dan tak menonjolkan ego masing-masing. Praktis, tak ada figur yang ingin terlihat paling menonjol dengan label bintang sehingga suasana ruang ganti tetap nyaman dan itu, sangat membantu kerja Koeman.
Apiknya Frenkie de Jong, Memphis Depay, dan Virgil van Dijk
Layaknya periode 2010 sampai 2014 yang memiliki Robben, Sneijder dan Van Persie sebagai poros utama, Belanda di bawah Koeman juga membutuhkan pemain andalan yang kemampuannya eksepsional. Kebetulan, juga ada tiga sosok yang menjadi tulang punggung membaiknya performa De Oranje yakni Frenkie de Jong, Memphis Depay, dan Virgil van Dijk.
Semenjak mencuat bersama Ajax Amsterdam sampai dicomot Barcelona via transfer berbiaya mahal, de Jong berhasil memikat atensi publik lewat permainannya yang begitu matang. Jauh melampaui usianya yang baru menginjak 22 tahun. Sebagai gelandang, de Jong mampu tampil sebagai jenderal permainan. Dirinyalah jembatan yang menghubungkan lini belakang dan tengah serta lini tengah dengan lini serang.
Mengilap bersama PSV Eindhoven tapi babak belur di Manchester United jadi gambaran karier Depay beberapa tahun silam. Namun semenjak pindah ke Olympique Lyonnais, semuanya berubah. Depay kembali tampil beringas sebagai striker atau winger. Bagusnya performa di Lyon sanggup dibawanya ke timnas. Jangan heran kalau dirinya sering jadi penentu kemenangan Belanda.
Nama van Dijk makin melambung belakangan ini. Penampilannya bareng Liverpool memang fantastis. Tak sekadar menggalang pertahanan kokoh bersama duetnya, van Dijk juga dianugerahi kemampuan sebagai inisiator serangan dari lini pertama. Kemampuan lengkap inilah yang bikin dirinya selalu jadi pilihan utama dan hebatnya, selalu berhasil dijawab van Dijk secara elok.
Tanpa bermaksud mengecilkan kontribusi pemain lain, tetapi tiga figur ini memang punya peranan penting atas meningkatnya penampilan Belanda di bawah racikan Koeman. Jika itu dapat dipertahankan serta dikembangkan, bukan tidak mungkin De Oranje dapat berbicara banyak di Piala Eropa 2020 mendatang.