Kamis dini hari (24/6) menjadi waktu yang begitu kelabu bagi saya. Pasalnya, Polandia tersungkur di tangan Swedia dengan skor 3-2.
Hasil tersebut memastikan tim yang dibesut Paulo Sousa tersebut pulang sebagai juru kunci Grup E dari ajang Piala Eropa 2020.
Kegagalan tersebut seperti membuka luka lama di Piala Dunia 2018 di mana Polandia juga harus gugur di fase grup.
Padahal saat itu Robert Lewandowski dan kawan-kawan tergabung dalam grup yang relatif ringan dan terhindar dari sergapan tim-tim kuat macam Brasil, Jerman, dan Prancis.
Pada ajang Piala Eropa 2020 ini saya memang mendadak jadi pendukung sekaligus pengamat Polandia. Hal tersebut bukan murni panggilan hati melainkan tugas mulia dari sebuah media daring kenamaan.
Pada proyek yang diadakan oleh media daring tersebut, saya ditugaskan untuk menjadi pandit dari Polandia.
Dengan demikian, saya harus menyaksikan secara langsung penampilan Lewandowski dan kawan-kawan agar mendapat bahan yang cukup dalam menyusun materi tulisan.
Tersingkirnya Polandia praktis membuat kiprah saya sebagai pandit berakhir. Hadiah milyaran rupiah yang bisa didapat pandit pemenang pun mengepak jauh dari saya. Sial betul.
Meski demikian, saya tetap akan membahas tim berjuluk Orly tersebut. Hitung-hitung sebagai pelampiasan kekesalan saya secara elegan.
Di dalam tulisan ini, saya akan membeberkan tiga penyebab Polandia angkat koper lebih dini.
Wojciech Szczesny
Memang tidak bijaksana bila kegagalan Polandia ditimpakan kepada satu pemain saja. Namun, kalau boleh jujur, tersingkirnya tim dari Eropa Tengah tersebut tidak bisa dilepaskan dari satu nama yakni sang penjaga gawang, Wojciech Szczesny.
Kiper milik Juventus tersebut gagal menjadi benteng terakhir yang tangguh bagi Polandia. Selama saya menyaksikan laga tim berbaju putih merah tersebut, Szczesny terbilang minim melakukan penyelamatan.
Performanya jauh dari kata meyakinkan. Szczesny tak mampu menjadi sosok yang bikin para pemain belakang merasa aman dan tenteram.
Apa yang Szczesny perlihatkan di Piala Eropa 2020 seperti kelanjutan dari inkonsistensi penampilannya selama memperkuat Juventus pada musim lalu yang berujung dengan lepasnya titel Scudetto ke tangan rival, Inter Milan, dan terperosoknya I Bianconeri di posisi empat klasemen akhir Serie A.
Aksi-aksi tak memuaskan Szceszny bersama Polandia terbukti dengan lahirnya sebuah gol bunuh diri darinya saat bertanding melawan Slovakia (15/6).
Alih-alih menjadi penyelamat, ia malah melesat sebagai penyebab kekalahan timnya meski apa yang dilakukannya bukan sebuah kesengajaan.
Kualitas Pemain yang Kurang Merata
Polandia bisa dikatakan beruntung memiliki striker kelas dunia seperti Lewandowski. Walau melempem saat melawan Slovakia, penyerang klub papan atas Jerman, Bayern Munchen, tersebut mampu tampil luar biasa pada dua laga berikutnya di grup E.
Selain mencetak tiga gol, Lewandowski juga sering memberi umpan pada rekannya di dalam kotak penalti. Ini menjadi bukti jika dirinya bukan sosok egois. Kepentingan tim selalu ia nomor satukan.
Akan tetapi, kualitas Lewandowski yang sedemikian rupa ternyata sulit untuk diimbangi oleh rekan-rekannya.
Kendati banyak dari mereka yang juga bermain di liga top Eropa. Nyatanya, permainan Polandia jauh dari kata mengagumkan.
Timpangnya kualitas pemain pada akhirnya berdampak kepada efektivitas serangan tim. Polandia memang menguasai permainan saat menghadapi Swedia dan Slovakia, tetapi mereka terlihat kesulitan untuk menciptakan peluang bersih yang bisa dikonversi menjadi gol.
Beruntung ada Lewandowski serta Karel Linetty yang mampu mencetak gol bagi Polandia di ajang Piala Eropa 2020 kali ini. Ya, pencetak gol Orly memang cuma dua orang!
VAR (Video Assistant Referee)
Tersingkirnya Polandia tidak bisa dilepaskan dari andil Video Assistant Referee alias VAR. Pada laga melawan Spanyol, gol Alvaro Morata yang sempat dianggap offside kemudian disahkan oleh VAR.
Nahas bagi Polandia, gol mereka ketika bersua Swedia malah dianulir oleh teknologi tersebut. Benar-benar apes anak asuh Sousa dibuatnya.
Walau nyelekit, saya memilih legowo dengan keputusan yang telah dibuat. Biar bagaimanapun juga, VAR sejatinya diciptakan untuk mengurangi kontroversi yang terjadi akibat keputusan wasit.
Lagipula, saya tidak mendengar Polandia melakukan protes atas keputusan VAR yang terbilang merugikan mereka tersebut.
Kegagalan di Piala Eropa 2020 konon menyebabkan federasi sepakbola Polandia (PZPN) bakal menendang Sousa. Mereka akan segera mencari pelatih anyar yang dapat mengantar Orly tampil lebih garang.
Polandia sendiri kudu bersiap dengan regenerasi sebab para bintang utamanya seperti Lewandowski, Kamil Glik, dan Grzegorz Krychowiak mungkin bisa tampil di satu atau dua turnamen mayor saja pada masa yang akan datang karena usia mereka sudah di atas 30 tahun.
Semoga saja Polandia bisa tampil lebih baik kala mentas di turnamen-turnamen akbar selanjutnya agar tak dicap sebagai jagoan babak kualifikasi.