Chelsea berhasil meraih gelar keduanya dalam ajang Liga Champions setelah mengalahkan Manchester City dengan skor 1-0 pada laga final (30/5). Sejumlah nama diapungkan sebagai faktor kunci kesuksesan The Blues. Mulai dari Jorginho, N’Golo Kante, Mason Mount sampai sang pencetak gol, Kai Havertz. Ironisnya, tak ada nama Timo Werner di situ.
Alih-alih dinilai sebagai pemain penting dalam partai final tersebut, Werner kembali dicaci karena dianggap banyak membuang peluang. Padahal, pemain berpaspor Jerman ini memiliki kontribusi yang cukup luar biasa bagi Chelsea sepanjang pertandingan itu.
Bila menilik jumlah gol yang umumnya jadi acuan kinerja seorang striker, barangkali performa Werner memang jauh dari kata memuaskan.
Penyebabnya apalagi kalau bukan perihal kualitas penyelesaian akhir yang kurang ciamik.
Dilansir dari akun @xGPhilosophy, Werner hanya mencetak 6 gol dari 13.54 (xG) yang dimilikinya.
Bahkan di partai final kemarin, setidaknya ada tiga peluang mencetak gol yang ia dapat tetapi semuanya gagal dituntaskan dengan paripurna.
Most wasteful players in the Premier League this season (largest xG underperformance):
◎ Timo Werner – 6⚽️ from 13.54(xG)
◎ Neal Maupay – 8⚽️ from 13.79(xG)
◎ Jamie Vardy – 15⚽️ from 19.98(xG)— The xG Philosophy (@xGPhilosophy) May 26, 2021
Anggapan bahwa Werner menjalani musim yang buruk bahkan diakui sendiri oleh pemain berusia 25 tahun tersebut.
Dalam banyak konferensi pers maupun wawancara, eks penggawa RasenBallsport (RB) Leipzig itu merasa tak puas dengan penampilannya.
Tugas sebagai mesin gol gagal ia emban dengan baik. Secara keseluruhan, musim pertamanya di Chelsea ia lalui dengan hanya mengukir 12 gol lintas ajang.
Enam gol dibuatnya di Premier League, empat gol di Liga Champions, dan masing-masing satu gol pada ajang Piala FA dan Piala Liga.
Kendati demikian, torehan asis Werner musim ini cukup fenomenal untuk ukuran striker yakni 15 buah. Ia menciptakan 12 asis di Premier League, 2 asis di Liga Champions, dan 1 asis di Piala FA.
Baik Frank Lampard maupun Thomas Tuchel tampaknya paham bahwa Werner banyak sekali menyia-nyiakan peluang selama diturunkan musim ini.
Namun masalah tersebut bukan menjadi halangan bagi Werner untuk tetap dimainkan sebagai starter, mengungguli Tammy Abraham maupun Olivier Giroud.
Salah satu atribut penting Werner dalam bermain adalah kemampuannya menciptakan ruang. Pergerakannya, dengan atau tanpa bola, acap mengganggu fokus para pemain belakang lawan.
Hal inilah yang kemudian membuka banyak celah dan dimanfaatkan The Blues via rekan setim Werner.
Tidak banyak pemain depan yang mampu melakukan hal tersebut. Barangkali kompatriot Werner di tim nasional Jerman, Thomas Muller, adalah yang paling jago.
Banyak yang menyebut Muller tak berteknik spesial, tetapi kemampuannya dalam menciptakan ruang, terutama bagi rekan setim, pantas diacungi dua jempol.
Meski begitu, ada hal yang membedakan Muller dan Werner. Bukan kecepatan, melainkan timing dalam mengonversi peluang menjadi gol. Perihal kecepatan, nama kedua jauh lebih mumpuni ketimbang sosok pertama.
Sayangnya, kemampuan Werner dalam mengeksekusi peluang tidak ciamik. Sementara Muller tahun kapan harus melakukan shoot, kapan harus menunggu buat mengelabui lawan terlebih dahulu.
Walau cacian selalu diterimanya, tetapi Werner membuktikan secara nyata bahwa kemampuannya membuka ruang dan menarik atensi bek lawan sangat berguna untuk tim. Gol bikinan Havertz pada final kemarin adalah satu dari sekian contohnya.
Saat bola ada diumpan Ben Chilwell kepada Mount, Werner sudah berlari secara diagonal guna memancing Ruben Dias untuk tetap mengikutinya.
Agak mustahil juga Dias tidak menempelnya sebab Werner punya kecepatan yang bisa dimanfaatkannya untuk duel satu lawan satu seraya merangsek ke area penalti.
Struktur pertahanan Manchester City pun rusak. Terlebih John Stones dan Kyle Walker sudah lebih dahulu bergerak maju untuk menutup akses umpan Mount kepada Werner.
Alhasil, ada ruang lebar yang tercipta di belakang Dias. Ruang inilah yang kemudian diisi Havertz yang berlari dan melepaskan diri dari pengawalan Oleksandr Zinchenko.
Lewat satu umpan mendatar yang terukur, Mount mengirim bola kepada Havertz yang kemudian menipu Ederson lewat satu sentuhan sampai akhirnya menceploskan bola ke gawang yang kosong.
Proses gol tersebut dinilai sangat cantik oleh banyak pengamat. Mount dan Havertz beroleh pujian setinggi langit lantaran aksi mereka. Namun kita juga tidak bisa menepikan peran krusial Werner dalam proses gol tersebut.
Musim 2020/2021 barangkali bukan momen terbaik Werner secara individual. Namun itu tak berarti fungsinya sebagai penyerang menjadi nihil.
Bila saat berkostum Leipzig ia menjadi tumpuan mencetak gol, maka di Chelsea ia memainkan peran berbeda tetapi sama pentingnya.
Benar jika ia kerap menyia-nyiakan peluang emas guna mencetak gol. Namun hal itu tertutupi oleh kapabilitasnya untuk menciptakan ruang serta membuat umpan berkelas yang dapat dimaksimalkan rekan setimnya buat mencetak gol.
Musim depan bisa jadi periode yang lebih berat untuk sang striker. Ekspektasi kepadanya akan terus meninggi, khususnya perihal ketajaman.
Apalagi santer dikabarkan bahwa manajemen The Blues sedang mengincar juru gedor anyar dengan tiga opsi utama yakni Erling Haaland, Harry Kane, dan Romelu Lukaku buat menyelesaikan persoalan finishing yang diidap Chelsea sepanjang musim ini.
Ya, Werner kudu tampil lebih baik lagi. Kepiawaiannya membuka ruang dan mengukir asis juga kudu dibarengi dengan keganasan di gawang lawan. Mampu Werner?