Tammy Abraham dan Mantra Penghapus Kutukan

Tammy Abraham melangkah penuh keyakinan. Di bawah mistar gawang lawan, Adrian bersiap sembari menggoyang-goyangkan badannya. Penendang kelima di babak adu penalty dalam final Piala Super Eropa 2019 ini adalah penentu nasib Chelsea pada selang menit berikutnya.

Harapan segenap fans seketika berubah jadi cemas. Apa yang mereka saksikan kala itu persis dengan momen enam tahun sebelumnya di final Piala Super Eropa 2013. Seorang bocah bernama Romelu Lukaku didapuk sebagai eksekutor tendangan penalti yang menentukan sekaligus penuh tekanan.

Nahas, guratan nasib Lukaku dan Abraham berujung pada titik yang sama. Bila Lukaku gagal menaklukan Manuel Neuer (kiper Bayern München), maka Abraham meringkuk kecewa usai Adrian menepis sepakannya. Chelsea terpaksa membiarkan Liverpool berpesta di Stadion Vodafone Arena, Istanbul.

Momen tersebut bikin saya membayangkan takdir berikutnya yang akan dialami Abraham. Apakah ia bakal bernasib seperti Lukaku yang dibuang Jose Mourinho ke Everton pasca momen kelam tersebut atau membusuk di bangku cadangan karena gagal bersaing dengan Mitchy Batshuayi dan Olivier Giroud?

Akan tetapi, setiap manusia memaknai kegagalan dengan cara berbeda-beda. Ada yang pasrah dan menjalani hidup dalam bayang kekecewaan. Ada pula yang bangkit, bercermin, dan kembali belajar. Bagusnya, Abraham berada pada sisi yang kedua. Ia ingin berjuang dan bertarung demi masa depannya bareng The Blues.

Kredit spesial tentu pantas dialamatkan pada sang pelatih, Frank Lampard, yang menafsirkan kegagalan seorang anak muda sebagai bagian dari proses hidup dan bukan malah memvonis sebagai bentuk ketidakmampuan.

Saya sempat kembali pesimis saat Abraham hanya turun dari bangku cadangan kala Chelsea ditahan imbang Leicester City. Bayang-bayang kegagalan pemakai nomor sembilan The Blues kembali hinggap dalam kepala. Apalagi bermusim lamanya, nomor tersebut seolah “mengutuk” para pemakainya.

Nama-nama tenar pernah jadi korban kutukan itu, mulai dari Mateja Kezman, Hernan Crespo, Fernando Torres, Radamel Falcao hingga yang terbaru adalah Alvaro Morata. Begitu mengerikannya nomor ini sampai banyak fans yang ragu akan masa depan pemuda berdarah Nigeria itu.

BACA JUGA:  Mengapa Fans Liverpool Enggan Mengheningkan Cipta untuk Ratu Elizabeth II?

Lawatan ke Stadion Carrow Road, markas Norwich City, sedikit melegakan hati. Abraham mencetak brace sekaligus menjadi penentu tiga poin perdana anak asuh Lampard di ajang Liga Primer Inggris musim ini.

Hasil seri di Stadion Stamford Bridge melawan Sheffield United pun jadi panggung alumnus akademi Chelsea ini. Ia kembali membukukan dua gol di babak pertama. Namun lagi-lagi, Morata juga pernah tampil cukup menjanjikan kendati berakhir angin-anginan. Pembuktian Abraham rasa-rasanya belum cukup meyakinkan.

Barulah di partai melawan pembunuh raksasa, Wolverhampton Wanderers, Abraham membuktikan bahwa kaki serta kepalanya sanggup merapal mantra guna melepas ‘kutukan’ nomor sembilan yang keramat. Hattrick perdananya untuk Chelsea menyudahi keraguan yang disematkan padanya sekaligus menendang takdir yang hampir saja membuat ia bernasib seperti Lukaku. Setelah itu, keran gol Abraham kian mengucur deras (mencetak gol pada laga versus Southampton dan Watford).

Kini, Abraham sejajar dengan penyerang gaek nan berpengalaman Manchester City, Sergio ‘Kun’ Aguero, berkat gelontoran sembilan gol. Ia hanya kalah satu gol dari pemuncak daftar pencetak gol terbanyak, Jamie Vardy.

Hebatnya lagi, pemain berambut ikal ini unggul satu gol di atas penyerang ganas Arsenal, Pierre-Emerick Aubameyang dan tiga gol dari seniornya di tim nasional Inggris, Harry Kane (Tottenham Hotspur).

Di ajang Liga Champions, ia telah mencetak gol perdananya kala Chelsea bertandang ke markas Lille. Bukan hanya piawai menceploskan bola, Abraham juga sudah membukukan dua asis, masing-masing sebiji untuk Christian Pulisic dan Willian.

Sayangnya, Abraham mengoleskan sedikit noda hitam dalam rapor apiknya pasca-menceploskan gol bunuh diri saat Chelsea berjumpa Ajax Amsterdam di matchday keempat Liga Champions Grup H dini hari kemarin (6/11).

Satu yang pasti, aksi-aksi memukau Abraham di atas lapangan, bikin Lampard semakin mempercayai pemain yang mengantarkan Aston Villa promosi ke Liga Primer Inggris lewat koleksi 26 gol dari 40 laga di musim kemarin.

Kilau Abraham sejauh ini bahkan menyingkirkan pencetak gol terbanyak Chelsea ketika merengkuh titel Liga Europa di musim 2018/2019 lalu, Giroud. Bahkan, pria rupawan yang juga memenangi Piala Dunia 2018 bersama timnas Prancis itu kerap tak diberdayakan Lampard.

BACA JUGA:  Menanti Persaingan Alexandre Pato dengan Radamel Falcao di Chelsea

Setali tiga uang, Batshuayi yang menginginkan pos utama di lini depan Chelsea, nyatanya cuma dijadikan ban serep oleh Lampard. Namun sedikit mujur, kesempatan bermain yang sedikit tetap mampu dimaksimalkan Batshuayi untuk merebut label supersub.

Seorang analis sepakbola bernama Nouman yang aktif di media sosial twitter dengan nama akun @nomifooty (https://twitter.com/nomifooty/status/1190713636014166019), membeberkan mengapa Abraham jadi pilihan tepat bagi Chelsea saat ini dan juga masa yang akan datang.

Kemampuannya merupakan perpaduan antara kehebatan Giruod menahan bola dan bekerjasama dengan rekan tim serta keganasan Batshuayi di muka gawang lawan sebagai seorang striker murni. Artinya, Abraham adalah paket lengkap yang dibutuhkan Lampard sebagai pilihan utama. Dalam beberapa momen mencetak gol, Abraham menunjukkan bahwa dirinya bak hasil fusi Batshuayi dan Giroud, tapi dengan level yang lebih prima.

Kendati demikian, masih banyak aspek yang perlu Abraham benahi dan kembangkan. Chelsea yang kerap bermain dengan pressing tinggi membutuhkan striker sebagai pemain bertahan pertama. Tentu saja, Abraham perlu mengembangkan kemampuannya dalam hal ini.

Pembuktian sejati Abraham adalah saat Chelsea bertemu klub-klub besar. Ia wajib meningkatkan kualitas permainannya, menguatkan mentalnya, dan yang paling penting, mencetak gol.

Pengalaman pahit saat gagal mengeksekusi penalti telah ia lalui. Sebagai pemain muda, waktunya masih panjang dan rintangan akan semakin berat. Ia harus bisa menghadapi badai, bila berniat menuju tempat yang lebih tinggi.

Bisakah ia melampaui Jimmy Floyd Hasselbaink, pemakai nomor sembilan yang piawai mengoyak jala lawan ketika berbaju The Blues atau semakin mentereng dan menyamai pencapaian Didier Drogba sebagai raja gol di kebanggaan publik London Barat?

Kutukan nomor sembilan boleh saja menghilang di tangan Abraham. Namun tekanan untuk selalu tampil baik di klub sekelas Chelsea tentu tidak mudah dilepaskan. Semua tergantung Abraham, semua bergantung pada tekad kerasnya.

 

 

 

Komentar
Andi Ilham Badawi, penikmat sepak bola dari pinggiran. Sering berkicau di akun twitter @bedeweib