Asmara Semusim Alan Pardew dan Newcastle United

Dari sekian pelatih berkebangsaan Inggris, nama Alan Pardew boleh jadi kalah populer jika dibandingkan dengan Sam Allardyce atau Roy Hodgson.

Tak peduli bahwa kiprah kepelatihan mereka selama dua dekade terakhir didominasi dengan menangani klub papan tengah dan papan bawah di Negeri Ratu Elizabeth.

Kendati demikian, Pardew yang sekarang berstatus sebagai Penasehat bagi pemilik klub asal Bulgaria, CSKA Sofia, selalu punya tempat di hati suporter setia Newcastle United.

Pada era 1990-an hingga awal 2000-an, Newcastle dipandang sebagai klub ternama di Inggris. Apalagi skuad mereka pada saat itu juga dijejali banyak pemain kondang.

Berulangkali The Magpies sukses nangkring di papan atas. Satu-satunya cela adalah mereka tak pernah mampu menahbiskan diri sebagai kampiun Premier League.

Era kepemilikan Mike Ashley juga tak menyenangkan oleh publik. Pasalnya, sang pemilik justru tak terlalu peduli dengan kiprah Newcastle dan memilih sibuk dengan urusan bisnis yang melibatkan perusahaan miliknya, Frasers Group (dulu Sports Direct).

Satu-satunya momen yang mungkin akan tetap dikenang fans The Magpies pada saat Ashley berkuasa adalah momen kehadiran Pardew sebagai juru taktik.

Pria kelahiran Wimbledon itu mulai melatih pada Desember 2010 sampai akhirnya pergi pada Desember 2014 ketika Pardew hengkang ke Crystal Palace.

Musim 2011/2012 akan segera dimulai. Newcastle asuhan Pardew melepas sejumlah pemain penting pada bursa transfer musim panas seperti Joey Barton, Sol Campbell, Jose Enrique, Kevin Nolan, dan Wayne Routledge.

Sebagai pengganti, Pardew merekrut Demba Ba, Yohann Cabaye, Gabriel Obertan serta Davide Santon. Nama-nama anyar ini bakal dikolaborasikan dengan penghuni lawas Stadion St. James’ Park layaknya Hatem Ben Arfa, Fabricio Coloccini, Tim Krul, Danny Simpson, dan Ryan Taylor.

BACA JUGA:  Sepakbola ala De Zerbi untuk The Seagulls

Sebetulnya, tak ada ekspektasi kelewat tinggi dari suporter Newcastle ketika itu. Bisa melihat timnya lolos dari degradasi adalah anugerah yang wajib disyukuri. Persis seperti musim pertama Pardew menangani klub yang finis di peringkat 12.

Secara mengejutkan, Pardew mengantar Coloccini dan kawan-kawan mengukir rekor tak terkalahkan dalam 11 pertandingan awal Premier League.

Tim sekelas Arsenal dan Tottenham Hotspur sanggup mereka tahan, sementara klub-klub semisal Everton, Fulham, Stoke City dan rival bebuyutan dalam Tyne-Wear Derby, Sunderland, berhasil mereka jungkalkan.

Alhasil, The Magpies mampu bertengger di peringkat tiga klasemen pada awal bulan November! Sebuah pencapaian yang membuat suporter fanatik tim gembira bukan main.

Sayangnya, petaka mulai menemui Newcastle sejak pertengahan November sampai bulan Desember alias selama Festive Period.

Dalam delapan pertandingan di periode tersebut, Coloccini dan kolega hanya memetik lima angka dari hasil sekali menang, dua kali imbang, dan lima kali kalah. Mereka pun mulai merosot perlahan ke peringkat enam klasemen.

Beruntung, klub yang lahir pada 1892 dari mergernya Newcastle East End dan Newcastle West End ini mampu bangkit. Termasuk menumbangkan Manchester United dengan skor 3-0 di St. James’ Park.

Kebangkitan The Magpies kian terasa dengan keberadaan striker anyar yang direkrut pada bursa transfer musim dingin, Papiss Cisse. Duetnya bersama Ba di sektor depan begitu mengerikan bagi lawan.

Bahkan jelang berakhirnya musim, Pardew sukses membuat anak asuhnya mencatat rekor unbeaten dalam enam pertandingan. Hal tersebut bikin Newcastle merangsek ke posisi empat klasemen dan berpeluang lolos ke Liga Champions.

Nahas, dalam empat pertandingan pamungkas Premier League 2011/2012 itu, Newcastle menelan tiga kekalahan sehingga asa lolos ke kejuaraan antarklub Eropa nomor wahid musnah dan mesti puas mengakhiri musim di peringkat lima serta melaju ke ajang Liga Europa.

BACA JUGA:  Revolusi Gaya Bermain Pragmatis menjadi Atraktif West Ham United

Para penggemar Premier League sendiri takkan bisa melupakan salah satu gol paling ciamik di Negeri Ratu Elizabeth yang dibuat Cisse pada musim tersebut.

Bagi suporter The Magpies, hal tersebut tetaplah prestasi yang kudu disyukuri. Terlebih, mereka sudah lama sekali tak melihat tim kesayangannya menjadi pengganggu dominasi klub mapan di papan atas Premier League.

Terakhir kali Newcastle berada di lima besar klasemen Premier League terjadi pada musim 2003/2004 kala ditangani oleh manajer legendaris, Sir Bobby Robson.

Setelah periode itu dan khususnya pada era kepemilikan Ashley, Newcastle lebih lekat dengan status medioker yang saban musim bertarung di papan bawah guna meloloskan diri dari caplokan degradasi.

Mereka bahkan tercatat dua kali memenangkan divisi Championship (tier dua dalam piramida sepakbola Inggris) yakni pada musim 2009/2010 dan 2016/2017.

Malang buat Newcastle, kisah gilang gemilang bersama Pardew cuma berlangsung semusim. Pada musim-musim selanjutnya, The Magpies kembali ke bentuk asal mereka yakni klub medioker dengan finis di peringkat 16 dan 10.

Merusak hegemoni Big Six Premier League bukanlah perkara sepele. Keberhasilan Pardew pada musim ajaib itu pasti sulit lekang oleh waktu di memori suporter setia Newcastle.

Komentar
Seorang penikmat bola layar kaca. Bisa dihubungi melalui twitter @iamlordseto