Wilkommen, Kloppo!
Saya cukup yakin hanya pendukung Liverpool yang sakit jiwa kalau tidak ikut dalam euforia kedatangan Jurgen Klopp ke Anfield pasca-pemecatan Brendan Rodgers minggu lalu. Klopp datang diiringi puja-puji dan sorot kamera yang mengabadikan tiap langkahnya sejak dari bandara di Dortmund hingga sampai di markas Liverpool.
Tidak hanya datang dan menandatangani kontrak, Klopp pun langsung membius jutaan pendukung Liverpool dengan kutipan-kutipan dalam konferensi pers pertamanya sebagai pelatih Liverpool yang membuai fans The Reds ke langit ketujuh. Beberapa kutipan yang penulis dengar sendiri karena saya pun tertarik untuk streaming konferensi pers Klopp adalah sebagai berikut:
“If anyone wants to help Liverpool, they have to change from doubter to believer.”
“I’m just a normal guy. I’m the normal one”
“I’ve heard a lot about the English press, it’s up to you to show me that they are all liars”
“We’ll win at least one title in the next four years. If not, I’ll go manage in Switzerland!”
Dengan sederet kata-kata bombastis nan membius seperti itu, sekarang saya tanya, bagaimana anda bisa biasa saja menanggapi kedatangan Jurgen Klopp? Ini pelatih dengan aura aneh yang digambarkan Pangeran Siahaan sebagai sosok yang akan sulit untuk diserang secara psikis.
Ini pelatih yang datang dengan puja-puji layaknya kelahiran Yesus bagi umat Kristiani sampai-sampai tanggal 9 Oktober 2015, hari di mana Klopp tanda tangan kontrak dengan Liverpool, bisa-bisa berubah menjadi serasa 25 Desember bagi para Kopites. Dan terakhir, ini pelatih yang kalau dia membuat aliran atau agama baru, saya rela dicap kafir dan mengikuti menjadi umatnya.
Dengan gegap gempita dan gaung yang sedemikian kencang, kedatangan mantan pelatih Borussia Dortmund ini tentu membawa banyak dampak, entah itu positif atau negatif. Namun, agaknya, saya mempunyai firasat, entah terdengar prediktif atau surealis, Jurgen Klopp akan berkuasa cukup lama di Liverpool.
Entah bagaimana hasil 3-4 tahun awal Klopp nantinya di Liverpool, tapi saya punya wangsit kuat bahwa Klopp memiliki potensi untuk membangun legacy yang panjang di Liverpool dan di Liga Inggris itu sendiri. Klopp bisa meneruskan jejak Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger yang berkuasa lebih dari satu atau dua dekade di satu tim.
Konon, target awal untuk musim ini yang dipatok board Liverpool pun hanya sebatas menampilkan sepak bola yang menarik di Liverpool. To develop a recognisable brand of football. Kurang lebih hanya sebatas itu yang dipatok Liverpool untuk Jurgen Klopp musim ini. Tidak terlalu sulit, walau tidak terlalu mudah juga sebenarnya untuk pelatih sekaliber Jurgen Klopp.
Tapi, mari coba kita telaah satu per satu hal apa saja yang mungkin dialami pelatih kelahiran 16 Juni 1967 ini pada musim pertama dan seterusnya di tanah Inggris yang konon, mirip kandang Jurassic Park karena pola permainan kick and rush ala sepak bola dinosaurus diklaim tidak setaktis dan sedinamis Bundesliga itu.
Berangkat dari kutipan Jurgen Klopp di konferensi pers perdananya, saya membagi kajian tentang bayangan kehidupan manajerial Klopp di Liverpool dari sisi doubter dan believer.
Doubter
Walau tak banyak, ada segelintir fans yang cukup risau dengan kedatangan pria yang semasa menjadi pemain menghabiskan karirnya di Mainz 05. Entah mereka sakit jiwa atau memang punya mental disorder, namun agaknya kekhawatiran mereka bisa dimaklumi mengingat Klopp tidak menjalani pramusim dan mayoritas pemain Liverpool pun tidak cukup dia kenal.
Masa iya Klopp paham siapa itu Joe Gomez yang musim lalu masih bermain di Charlton Athletic? Lain cerita kalau memang Klopp sudah melakukan riset sebelumnya, tapi mengingat jeda antara pemecatan Brendan Rodgers dengan kedatangan Klopp yang tidak terlampau jauh, ada kemungkinan Klopp telah melakukan beberapa riset mengenai skuat Liverpool sebelumnya. Tapi sekali lagi, itu masih asumsi.
Di sisi lain, keraguan juga menyoal mengenai taktik apa yang akan dipakai Klopp nantinya di Liverpool. Banyak analis dan pundit yang mulai aktif membayangkan Liverpool memakai gegenpressing. Ulasan dan prediksi taktik mengenai gegenpressing pun sudah banyak dibicarakan dan dibahas di dunia maya atau media sosial.
Namun, apa iya Klopp akan menggunakan itu? Saya sih tidak mau berasumsi. Toh sepak bola wild one yang dimaksud Klopp belum tentu akan merujuk kepada gegenpressing, kan? Di beberapa tulisan sebelumnya yang saya baca tentang Klopp pun ada yang bilang dan mengkritik Klopp sebagai pelatih miskin taktik karena pakemnya hanya 4-2-3-1 dan gegenpressing.
Wajarkah kritik itu? Bisa jadi, tapi tunggu dulu, Djajang Nurdjaman yang dikritik Iwan Setiawan sebagai pelatih miskin taktik dan tidak istimewa itu saja bisa membawa Persib juara Liga musim lalu dan akan bermain di final Piala Presiden 2015. Kalau Kang Djanur saja bisa, kenapa Mang Jurgen tidak? Hayo.
Believer
Ini adalah golongan fans yang menelan mentah-mentah segala pemberitaan tentang Klopp dan tidak peduli apapun latar belakang pelatih berkacamata ini, pokoknya mereka percaya dan memuja Klopp layaknya Tuhan. Mereka ini adalah golongan fans yang akan bergabung bersama saya menjadi kafir hanya untuk menyembah Klopp apabila nantinya si pelatih eksentrik dari Jerman ini membuat agama baru mengikuti jejak Lia Eden.
Kedatangan pelatih yang mempersembahkan enam gelar bagi Borussia Dortmund ini juga diikuti optimisme tinggi pendukung Liverpool dengan penggunaan tagar #Klopptimistic. Salah satu alasan optimisme fans golongan believer ini adalah CV Jurgen Klopp yang mentereng sejak menangani Mainz di mana dia berhasil membawa Mainz promosi ke Bundesliga, serta prestasi mengkilap selama 7 tahun saat melatih Borussia Dortmund.
Jangan coba-coba bilang musim terakhir Klopp di Dortmund adalah kegagalan di depan fans bertipe believer ini. Karena bagi mereka, apa pun kata orang, mereka tetap cinta Jurgen Klopp. Mau cinta buta pun juga persetan, lagipula, orang jatuh cinta kok dinasehatin, sih?!
Selain itu, Jurgen Klopp adalah salah satu pelatih yang memiliki karakter. Cara dia berbicara ke media, selebrasinya yang ekspresif saat merayakan sesuatu bersama tim, hingga tawa renyahnya yang mirip Batman itu bisa menciptakan apa yang tidak dimiliki Liverpool selama ini.
Saya tidak mengikuti sejarah Liverpool sejak awal 2000-an. Yang saya tahu dari Liverpool pun hanya Istanbul 2005, lalu masa suram mereka yang kerap jadi olok-olok sebagai History FC, sampai krisis identitas yang tidak bisa diobati banyak pelatih seperti Roy Hodgson, Kenny Dalglish hingga Brendan Rodgers. Liverpool tidak memiliki identitas. Terlebih Captain Fantastic mereka yang gemar terpeleset itu sudah tidak ada lagi.
Kedatangan Klopp adalah momentum tepat untuk membangun karakter di tim Liverpool. Biar anak muda ababil macam Phillipe Coutinho, Jordon Ibe, Joe Gomez hingga Jordan Rossiter tidak mengikuti jejak pemuda cabe-cabean bernama Raheem Sterling. Mungkin, kali terakhir mereka memiliki identitas dan karakter sebagai tim saat era Bill Shankly ya? Pantas kalau disebut History FC, sih.
Di Liga Inggris sendiri pun ada nama Jose Mourinho di Chelsea yang identik dengan pragmatismenya. Arsene Wenger di Arsenal lekat dengan Wengerball. Dan Klopp bisa membentuk identitas itu nantinya di Liverpool. Entah apa pun namanya nanti karakter itu, saya cukup yakin Klopp bisa dan mampu untuk itu. Biarkan saja dia bekerja, jangan difoto-foto terus mirip artis Indonesia yang tersangkut kasus prostitusi saja, sih. Huh!
Demikian apa yang mungkin ada di benak saya terkait bayangan akan seperti apa musim-musim Jurgen Klopp di Liverpool nantinya. Apa pun itu, kedatangan Klopp serasa oase bagi Liga Inggris karena pengalaman Klopp di Bundesliga akan sangat berguna bila nantinya diterapkan di Liverpool dan publik Inggris bisa paham bahwa sepak bola itu dimainkan menggunakan otak juga, tidak hanya asal lari dan tendang, gitu ya.
Satu hal yang saya ingat tentang Jurgen Klopp adalah konon beliau penyuka musik heavy metal ya? Wah benar-benar lelaki pujaan, bukan?
Dengan menyukai musik aliran heavy metal saja, Jurgen Klopp sudah memiliki similaritas yang unik dengan salah satu pesohor utama di negara kita. Anda tahu siapa? Bapak Presiden kita, Jokowi. Lagipula, Jurgen Klopp pun kalau dibuat inisial, namanya juga bisa menjadi JK. Meminjam slogan kabinet Jokowi, mungkin bisa coba diterapkan Jurgen Klopp ke tim Liverpoolnya nanti, yaitu Kerja! Kerja! Kerja!
Happy working, Kloppo!