Barcelona (3-0) FC Bayern: Kejutan Pep Gagal Jinakkan Messi

Barcelona seakan sudah menapakkan satu kakinya di Olympiastadion, Berlin, setelah pada leg pertama semifinal Liga Champions 2014/15 berhasil menang telak tiga gol tanpa balas atas tamunya, FC Bayern. Scoreboard journalism, meminjam istilah Co Adriaanse, akan dengan mudah menyimpulkan bahwa Bayern kalah kelas dari Barcelona. Apakah benar begitu?

Susunan Pemain

Luis Enrique tetap mengandalkan skema 4-3-3 yang merupakan pakem dasar di FC Barcelona. Secara umum, tidak ada kejutan dalam skuat yang diturunkan Luis Enrique. Marc-Andre ter Stegen kembali meneruskan kiprahnya sebagai kiper spesialis Liga Champions. Di depannya terdapat empat bek yang diisi oleh Javier Mascherano dan Gerard Pique sebagai bek tengah serta Daniel Alves dan Jordi Alba di kanan-kiri mereka. Lini tengah Barca diisi oleh Sergio Busquets, Andres Iniesta dan Ivan Rakitic, sedangkan trio MSN (Lionel Messi, Luis Suarez dan Neymar) masih menjadi andalan di lini depan.

Line Up pada saat kick off babak pertama
Line Up pada saat kick off babak pertama

Pep Guardiola yang menyambangi mantan klubnya kali ini menurunkan skema 3-5-2 sebelum melakukan tactical readjusment menjadi 4-3-1-2. Manuel Neuer berada di bawah mistar gawang dengan trio Rafinha, Jerome Boateng dan Mehdi Benatia berada di depannya. Xabi Alonso kembali bermain sebagai no. 6 dengan dibantu oleh Phillip Lahm, sementara itu Bastian Schweinsteiger bermain sebagai no. 10. Kejutan pertama yang diberikan Pep adalah dimainkannya Thiago Alcantara di posisi wingback kanan, sementara itu di posisi yang berseberangan masih menjadi kekuasaan Juan Bernat. Di lini depan, Pep menduetkan Thomas Muller dan Robert Lewandowski.

Kejutan pertama

Kejutan pertama yang dipersembahkan Pep pada pertandingan ini adalah dimainkannya Thiago sebagai wingback kanan. Hal ini tentu mengundang pertanyaan mengingat dirinya merupakan seorang pemain yang biasa bergerak di area sentral. Namun bukan berarti Thiago bakal bermain statis di sisi lapangan. Pep menggunakan Thiago di sisi kanan untuk bergerak menuju halfspace kanan. Untuk menutupi hilangnya pemain di sisi kanan, Pep memberikan peran kepada Muller untuk melebar ke sisi kanan lapangan dari area sentral. Hal ini dilakukan dengan sejumlah ide yang menarik.

Pertama, pergerakan Thiago ke area halfspace ini bertujuan untuk melakukan overload terhadap Busquets bersama Schweinsteiger – yang bergerak ke halfspace kiri. Dengan demikian, maka progresi bola Bayern akan lebih superior karena dapat mengalirkan bola ke ruang antarlini dengan lebih mudah. Pertanyaannya adalah, mengapa bukan Muller saja yang bergerak ke area halfspace dan Thiago tetap di sisi lapangan untuk menjaga lebar lapangan?

Jawabannya merupakan pokok dari ide kedua, yaitu untuk mengacaukan koordinasi manajemen ruang Barcelona. Jika Muller yang bergerak ke halfspace, maka bek Barcelona dapat dengan mudah mengidentifikasi pergerakannya sehingga mudah pula untuk menjaganya dan menutup halfspace. Dengan Muller yang bergerak melebar, maka bek Barcelona harus tetap berada di posisinya dan tidak bisa sembarangan menutup halfspace karena Muller dapat mengeksploitasi channel yang terbentuk dengan mudah.

Selain itu, dengan Thiago yang bergerak ke area halfspace maka jika sewaktu-waktu Bayern membutuhkan bantuan untuk meningkatkan progresi bola dari area yang lebih dalam dirinya dapat ikut turun membantu. Jika Muller yang harus bergerak hingga sejajar dengan Lahm, maka zonal coverage-nya sangat luas dari posisi no. 9 bersama Lewandowski hingga no. 6 bersama Lahm dan Alonso. Tentu saja hal ini tidak efektif.

Namun sayangnya progresi bola Bayern malah terkesan lambat. Ketika bola berhasil melewati lini pressing kedua, hanya terdapat Muller dan Lewandowski sebagai outlet serangan. Dengan demikian, serangan-serangan Bayern pada akhirnya dapat diantisipasi dengan baik oleh lini pertahanan Barcelona.

Manoriented pressing system

Kejutan kedua yang diberikan oleh Pep adalah sistem pressing Bayern yang berorientasi pada penjagaan lawan. Mungkin ini merupakan pertama kalinya Pep menggunakan sistem semacam ini. Pep biasanya menggunakan sistem pressing dengan orientasi akses. Sistem ini dilakukan dengan melakukan pressing terhadap pembawa bola sambil menutup opsi/akses umpan yang dimiliki pembawa bola.

Manoriented pressing system berbeda dari sistem bertahan man-to-man marking. Sistem manoriented pressing sebenarnya merupakan zonal marking yang dilakukan sambil menjaga lawan-lawan terdekat terutama yang bergerak ke ruang antarlini. Bedanya dengan sistem man-to-man marking adalah setiap pemain akan mengikuti satu pemain lawan sepanjang pertandingan. Sistem ini sangat mudah dirusak koordinasinya dengan overload, kombinasi umpan dan pergerakan bebas.

BACA JUGA:  Bayer Leverkusen (2-0) FC Bayern: Pressing Brilian ala Roger Schmidt
Sistem pressing dengan orientasi akses (kiri) dan penjagaan lawan (kanan). Pada pertandingan ini Pep menerapkan sistem pressing dengan orientasi penjagaan lawan.
Sistem pressing dengan orientasi akses (kiri) dan penjagaan lawan (kanan). Pada pertandingan ini Pep menerapkan sistem pressing dengan orientasi penjagaan lawan.

Barangkali, pertimbangan utama Pep menerapkan sistem pressing dengan orientasi semacam ini karena ia paham betul bahwa pemain-pemain Barcelona memiliki pressing resistance yang sangat tinggi – bahkan yang terbaik di dunia. Dengan demikian, ketika pressing yang dilakukan gagal maka pemain lawan yang membawa bola masih tetap kesulitan untuk menemukan rekannya yang bebas. Pressing resistance merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketenangan seorang pemain meskipun mendapatkan pressure dari dua hingga tiga pemain lawan sehingga minim melakukan kesalahan. Busquets, Xavi, Iniesta, Messi dan Luka Modric merupakan pemain-pemain dengan pressing resistance terbaik di dunia.

Sejak awal pertandingan, Pep menginginkan timnya untuk melakukan high line pressing di area Barcelona dan mencegah progresi bola mereka mencapai lini depan – terutama Messi. Strategi ini cukup sukses jika sirkulasi bola Barcelona tidak melibatkan ter Stegen. Ter Stegen merupakan salah satu kiper terbaik di dunia dalam hal teknik memberikan umpan panjang.

3-marc-andre

Ketika progresi bola Barcelona melalui lini tengah buntu, maka sirkulasi bola mereka akan berpindah melalui ter Stegen yang kemudian dapat memberikan umpan panjang ke depan. Peluang yang didapat Suarez pada menit ke-11 berawal dari umpan jauh akurat ter Stegen ke Messi yang membelokkan bola menggunakan kepalanya ke Suarez yang lepas dari jebakan offside. Sayangnya, situasi satu lawan satu melawan Neuer tidak berhasil dimaksimalkan oleh Suarez. Satu pertanyaan pun muncul. Bagaimana bisa Barcelona menciptakan peluang semacam ini?

Perubahan pertama Pep

Jawabannya adalah situasi 3vs3. Strategi Pep untuk mematikan progresi Barcelona di area mereka sendiri memiliki celah, yaitu hanya menyisakan tiga beknya melawan trio MSN. Hal ini mungkin tidak terlalu berbahaya jika Bayern sukses dalam mematikan total progresi bola Barcelona. Sayangnya, Marc-Andre ter Stegen merusak rencana Pep. Tidak ada pelatih waras di dunia yang berani melawan trio lini depan Barcelona ini tanpa adanya pemain bertahan ekstra. Begitu pula sebenarnya dengan Pep. Memasuki menit ke-14 terlihat gestur tangannya yang merujuk pada angka empat.

Skema kedua tim setelah tactical readjusment oleh Pep
Skema kedua tim setelah tactical readjusment oleh Pep

Ya, Pep mengubah skema tiga beknya dan beralih ke empat bek dalam skema 4-3-1-2. Rafinha yang semula bermain sebagai halfback kiri beralih sebagai fullback kanan, sementara itu, Bernat bermain lebih dalam sebagai fullback kiri. Thiago yang semula bermain di area kanan berpindah ke kiri, sedangkan Schweinsteiger tetap sebagai no. 10 di belakang Lewandowski.

Sementara itu, pola permainan Barcelona juga semakin terlihat di mana Messi cenderung bergerak ke area sentral dengan Suarez bergerak di antara Benatia-Boateng atau Boateng-Bernat. Rakitic lebih banyak bergerak ke sisi kanan untuk mengompensasi pergerakan Messi ke area sentral.

Perubahan yang dilakukan Pep ini hasilnya cukup positif. Skema 4-3-1-2 ini memudahkan Bayern untuk melakukan overload ke halfspace kiri hingga zona 14 di area pertahanan mereka – yang merupakan area kerja efektif Messi. Die Roten cukup sukses membatasi aktivitas Messi sepanjang babak pertama. Selain itu, progresi mereka juga tetap terjaga dalam ritme yang sama, meskipun tetap lambat ketika bola memasuki zona 14. Pergerakan Thiago dan Schweinsteiger yang sangat brilian – sehingga membuat Bayern dapat mengalirkan bola ke ruang antarlini – tetap tidak dapat menutupi kurangnya outlet serangan Munchen.

Alves dan Alba menjadi lebih bebas dan mampu melakukan overload ke lini depan
Alves dan Alba menjadi lebih bebas dan mampu melakukan overload ke lini depan

Skema 4-3-1-2 ini bukannya tanpa cela dan permasalahan baru pun muncul bagi Pep. Secara natural, skema 4-3-1-2 akan meninggalkan fullback lawan tidak terjaga. Daniel Alves dan Jordi Alba pun kemudian memiliki ruang yang sangat luas. Bebasnya kedua fullback Barcelona ini menyebabkan mereka dapat dengan mudah melakukan overload ke lini pertahanan Bayern dan menciptakan situasi 4vs4 bersama Suarez dan Neymar. Hal ini memaksa salah satu gelandang Bayern untuk ikut turun membantu sebagai pemain ekstra di lini pertahanan. Imbasnya adalah terbukanya sedikit ruang bagi Messi yang tentu saja sangat berbahaya meskipun pada akhirnya lini pertahanan The Bavarians mampu menjaga soliditasnya.

Absennya Robbery dan masalah penetrasi

Secara umum, anak asuh Luis Enrique ketika bertahan akan membentuk pola 4-4-2 dengan Neymar berdiri sejajar bersama Iniesta, Busquets dan Rakitic – yang bergeser ke sisi kanan. Lini pressing dalam skema 4-4-2 ini sebenarnya mudah untuk ditembus, karena tidak ada pemain yang berdiri di ruang antarlini.

BACA JUGA:  Analisis Derby d’Italia: Internazionale Milano 2-1 Juventus
Skema 4-4-2 Barcelona ketika bertahan untuk mengakomodasi kemalasan Messi dalam bertahan
Skema 4-4-2 Barcelona ketika bertahan untuk mengakomodasi kemalasan Messi dalam bertahan

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Bayern berkali-kali sukses melewati lini pressing kedua Barcelona. Namun, ketika mereka berada di ruang antarlini – terutama di zona 14 – mereka kekurangan pemain yang mampu menjadi outlet serangan. Bayern sebelumnya biasa melakukan hal ini lewat duo Arjen Robben dan Franck Ribery. Ketika progresi bola mereka berhasil mencapai area tengah – terutama ruang antara lini tengah dengan lini belakang – maka bola akan dialirkan ke Robben dan Ribery untuk melakukan serangan cepat. Namun, pada pertandingan ini keduanya absen, sehingga ketika gelandang-gelandang Munchen berhasil masuk ke ruang antarlini tidak ada penetrasi yang berbahaya untuk membawa bola ke area kotak penalti lawan.

XG Map pertandingan Barcelona vs Munchen. Pada peta ini terlihat peluang-peluang yang dihasilkan Barcelona (kiri) dan Munchen (kanan). (sumber : https://twitter.com/MC_of_A/status/596058149750210560)
XG Map pertandingan Barcelona vs Munchen. Pada peta ini terlihat peluang-peluang yang dihasilkan Barcelona (kiri) dan Munchen (kanan). (sumber : https://twitter.com/MC_of_A/status/596058149750210560)

Dari xG Map di atas terlihat bahwa dari total 141 umpan yang dlakukan Bayern ke sepertiga lapangan akhir hanya menghasilkan tiga peluang di kotak penalti lawan dengan dua di antaranya merupakan peluang bersih. Hal ini berbanding terbalik dengan Barcelona yang umpan ke sepertiga lapangan akhirnya lebih sedikit (total 133 kali) tetapi mampu menghasilkan sembilan peluang di dalam kotak penalti.

Dilema fullback Bayern

Pada babak kedua, permainan Bayern lebih dinamis dengan ritme yang sedikit lebih tinggi. Lahm yang semula lebih sering bermain sebagai salah satu dari poros ganda bersama Alonso menjadi lebih sering bergerak naik terutama ke halfspace kanan. Progresi bola mereka menjadi lebih positif. Bayern pun berhasil mendorong balik Barca dan menguasai bola di area lawan. Namun lagi-lagi karena absennya Robbery, daya penetrasi mereka tidak cukup merepotkan barisan pertahanan lawan.

Absennya outlet serangan di kubu The Bavarians ini juga menjadi aktor utama di balik gol-gol yang dicetak oleh El Barca. Menggunakan skema 4-3-1-2, maka progresi bola Bayern di area sentral akan lebih superior karena adanya overload natural di mana terdapat situasi 4vs3 di area sentral. Namun, untuk melakukan penetrasi Bayern membutuhkan outlet di sisi lapangan sehingga fullback mereka harus bergerak ke area yang lebih agresif. Ketika fullback Munchen bergerak ke area yang lebih agresif maka mereka akan meninggalkan ruang di channel pada sisi kiri-kanan bek tengah.

Gol pertama yang dicetak Messi terjadi karena tidak adanya outlet serangan balik yang coba dibangun Bayern via Bernat. Bayern hanya menyisakan Muller dan Lewandowski di depan yang dapat dijaga dengan mudah dalam situasi 2vs2 oleh Pique dan Mascherano. Sementara itu, Schweinsteiger yang mencoba menawarkan diri tidak memiliki akses umpan karena dapat dengan mudah ditutup oleh Busquets. Hal ini memudahkan Barca untuk memberikan pressure kepada Bernat via Alves dan Rakitic. Ketika bola berhasil direbut, maka terdapat channel di sisi kiri pertahanan Bayern. Alonso yang mencoba meng-cover channel tersebut justru meninggalkan Messi bebas sehingga Messi dapat melepas tembakan yang berbuah gol.

Tertinggal satu gol, Pep menarik Muller dan menggantikannya dengan Mario Gotze. Gotze – bermain sebagai inside forward kiri – diharapkan dapat menjadi outlet serangan bagi Bayern. Namun, sebelum Gotze sempat memberikan dampak positif justru Barcelona kembali mencetak gol. Gol kedua Barcelona juga dihasilkan lewat keberhasilan memanfaatkan channel di antara Juan Bernat dan Boateng. Gol kedua tersebut kembali dicetak oleh Messi setelah mengecoh Boateng dan mencungkil bola melewati Neuer. Neymar kemudian menutup asa Munchen untuk mencuri gol tandang setelah mencetak gol ketiga Barcelona yang lagi-lagi tercipta karena terdapat channel yang ditinggalkan oleh para fullback Munchen.

Tidak ada perubahan signifikan yang dilakukan oleh Pep kecuali tactical readjusment pada babak pertama dan setelah jeda turun minum. Absennya sejumlah pemain kunci memberi pengaruh besar pada permainan Bayern. Tidak hanya itu, pilihan taktik yang tersedia bagi Pep juga menjadi sangat minim. Hanya melakukan sekali pergantian selama 90 menit jelas menunjukkan hal tersebut.

Secara keseluruhan, permainan kedua tim cukup berimbang jika mengabaikan kemampuan dalam menciptakan peluang. Bahkan Bayern bisa dibilang bermain lebih superior dalam beberapa fase pertandingan. Di lain pihak, Luis Enrique juga tidak menemui permasalahan berarti sepanjang pertandingan. Pergantian-pergantian yang dilakukannya juga hanya sebatas sebagai penambah energi baru. Apresiasi tersendiri pun layak diberikan kepada Enrique karena mampu memberi warna permainan baru bagi tim Katalan ini semenjak era Pep dan Tito Villanova.

 

Komentar