Beppe Marotta, Rekrutan Terbaik Suning

“Mulai hari ini, saya menjadi bagian dari Inter Milan. Bagi saya, ini adalah kebanggaan tersendiri. Saya menjadi Chief Executive Officer (CEO) klub dalam aspek olahraga. Momen ini sangat penting bagi saya secara profesional. Saya akan melakukan yang terbaik,” begitu bunyi pernyataan Giuseppe ‘Beppe’ Marotta usai resmi bergabung Inter.

Pria kelahiran Varese 64 tahun lalu tersebut bergabung dengan La Beneamata pada 2018 silam usai memanen kesuksesan bersama klub mapan Italia lainnya, Juventus, yang juga musuh bebuyutan Inter.

Perbedaan visi dengan Andrea Agnelli dan Pavel Nedved ditengarai sebagai faktor utama tidak diperpanjangnya kontrak Marotta sebagai CEO Juventus.

Direkrut bersama Fabio Paratici dari Sampdoria, Marotta adalah sosok fundamental bangkitnya La Vecchia Signora di dalam dan luar lapangan.

Kecerdikan dan kecermatan Marotta bersama Paratici di bursa transfer menjadikan Juventus sebagai kekuatan dominan pada era 2010-an.

La Vecchia Signora dibuatnya menggenggam 7 Scudetto dan masing-masing 4 Piala Italia dan Piala Super Italia (gelar yang didapat setelah Marotta pergi tidak dihitung).

Marotta bergabung ke Inter di saat kondisi tim sedang tidak baik-baik saja. Walau sudah diakuisisi Suning Group, La Beneamata terjerat masalah finansial dan gerak-geriknya dibatasi aturan Financial Fair Play (FFP).

Pada bursa transfer musim panas tahun 2019 menjadi panggung pertama Marotta mengatur perekrutan pemain di Inter. Penunjukan Antonio Conte sebagai pelatih tidak lepas dari bisikan Marotta kepada Steven Zhang, presiden klub.

Conte didapuk sebagai pelatih baru Inter menggantikan Luciano Spalletti. Bersamaan dengan itu, rival sekota AC Milan ini memboyong sejumlah penggawa top dalam wujud Nicolo Barella dan Romelu Lukaku.

Sementara Alexis Sanchez yang tenaganya tak terpakai di Manchester United berhasil didatangkan via status pinjaman.

BACA JUGA:  Menjadi Lebih Besar Tanpa Papu Gomez

Selain nama-nama di atas, pekerjaan Marotta juga dinilai apik sebab ia mampu melego nama-nama seperti Gabriel Barbosa, Mauro Icardi, Radja Nainggolan, sampai Joao Mario yang presensinya tidak dibutuhkan.

Meski segalanya tak selalu berlangsung mulus, presensi Marotta memunculkan perbedaan untuk tim.

Bagaimana Inter tampil lebih gahar di bawah asuhan Conte menjadi salah satu buktinya. Nahas, pada musim pertama membesut La Beneamata, Conte ‘cuma’ mengantar mereka finis di posisi kedua Serie A serta menjadi runner up Liga Europa.

Peningkatan performa Inter di musim 2019/2020 mendorong Marotta untuk bekerja lebih baik lagi pada musim 2020/2021.

Beberapa nama berkualitas seperti Achraf Hakimi dan Arturo Vidal dicomot demi memperkuat armada tempur.

Sisanya kemudian menjadi sejarah. Inter tampil gemilang di Serie A 2020/2021 dan sukses merebut Scudetto pertama mereka usai puasa sedekade.

Apes, pesta Scudetto Inter diganggu oleh masalah keuangan yang mendera klub akibat pandemi Covid-19. Selain itu, ada aturan dari pemerintah Cina yang membatasi investasi warganya di luar negeri.

Situasi itu sendiri memunculkan berbagai spekulasi dan ketidakpastian masa depan dari Suning Group sebagai pemilik saham mayoritas klub.

Berbagai cara manajemen coba lakukan agar tetap bertahan sebagai tim kompetitif. Namun harus ada pengorbanan yang dilakukan untuk itu. Di antaranya adalah menjual pemain penting agar neraca keuangan klub seimbang.

Makin pelik, hal itu ditentang Conte. Sang pelatih akhirnya memilih pergi dari Stadion Giuseppe Meazza walau kontraknya masih tersisa satu musim.

Kepergian Conte diikuti dengan dijualnya Hakimi ke Paris Saint-Germain dan Lukaku ke Chelsea.

Keadaan tersebut bikin La Beneamata kehilangan status favorit Scudetto untuk musim 2021/2022. Pasalnya, sosok Hakimi, Lukaku dan Conte merupakan kunci utama keberhasilan di musim sebelumnya.

BACA JUGA:  Pertaruhan Besar Andriy Shevchenko

Diiringi sejuta tanya Interisti perihal kualitas tim jelang musim baru, Marotta bekerja di balik layar dengan penuh determinasi.

Simone Inzaghi diboyong sebagai pelatih anyar. Sementara di sektor pemain, tenaga baru dalam wujud Hakan Calhanoglu, Joaquin Correa, Denzel Dumfries, dan Edin Dzeko coba dikombinasikan dengan nama-nama lama.

Sempat terseok-seok, Inter era baru yang dikreasikan Marotta berhasil menunjukkan kapasitasnya sebagai juara bertahan.

Hingga tulisan ini dibuat, La Beneamata duduk di puncak klasemen sementara Serie A dengan koleksi 53 poin dari 22 partai yang sudah dijalani.

Mereka juga menembus babak perempat final Piala Italia dan melaju ke fase 16 besar Liga Champions.

Inter memiliki kans untuk meraih prestasi lagi pada musim 2021/2022. Di mana semua itu diawali pekerjaan mengagumkan dari seorang Beppe Marotta.

Pantas rasanya untuk menyebut dirinya merupakan rekrutan terbaik Suning Group setelah mengakuisisi Inter.

Komentar
Menyukai sepakbola. Menggemari klub yang sudah tiada. Bisa disapa via akun Twitter @ramawombar