Lewat persaingan nan dramatis hingga speelronde pamungkas, Eredivisie musim 2015/2016 menghadirkan PSV Eindhoven sebagai kampiun.
Kesebelasan berjuluk De Boeren alias Para Petani tersebut berhasil mengalahkan sang rival abadi, Ajax Amsterdam. Titel itu sendiri merupakan yang ke-23 bagi tim yang bermarkas di Stadion Philips tersebut.
Namun, kebahagiaan di penghujung musim 2015/2016 tak hanya milik seisi skuat PSV. Striker muda AZ Alkmaar, Vincent Janssen, juga layak bergembira usai keluar sebagai pencetak gol terbanyak lewat suntingan 27 gol.
Catatan istimewa tersebut hanya berselisih sebiji angka dari pesaing terdekatnya sekaligus kapten PSV, Luuk de Jong. Fantastisnya, Janssen melakukan itu pada musim debutnya di Eredivisie.
Tentunya, wajar bila nama PSV dan Janssen mencuri atensi lebih dari publik pencinta sepak bola berkat prestasi yang direngkuh. Tapi tahukah Anda bila ada satu nama yang juga menyita perhatian pada gelaran Eredivisie musim lalu meski tak lagi muda?
Dia sosok veteran yang pulang kampung usai melanglang buana sembilan musim ke Inggris dan Turki. Saat mengenakan seragam merah khas Liverpool dan biru-kuning milik Fenerbahce, dirinya kerap tertangkap kamera tanpa lelah menyisir sektor kiri maupun kanan pertahanan lawan. Hij is Dirk Kuijt.
Pemain kelahiran Katwijk ini kembali ke Belanda per musim 2015/2016 dengan memperkuat klub yang dirinya tinggalkan sebelum menyeberang ke Liverpool, Feyenoord Rotterdam.
Kubu De Trots van Zuid sendiri menggaet sosok yang namanya dalam bahasa Inggris dieja “Dirk Kuyt” ini secara gratis setelah kontraknya bersama Fenerbahce kedaluwarsa.
Kembalinya Kuyt ke Stadion De Kuip tak sekadar untuk menghabiskan karier. Sebab, hoofdtrainer Feyenoord, Giovanni van Bronckhorst, mengandalkan pengalaman dan kemampuan Kuyt.
Istimewanya, pemain dengan tinggi badan 184 cm tersebut langsung didapuk sebagai kapten anyar untuk membimbing para penggawa belia semisal Terence Kongolo, Sven van Beek, dan Tonny Vilhena.
Gio, panggilan akrab van Bronckhorst, tahu betul jika Kuyt masih bisa memberikan sesuatu bagi Feyenoord. Performa yang ditunjukkan tim dengan jersey home khas bercorak separuh merah dan putih pada awal musim 2015/2016 kemarin tergolong cukup apik.
Kuyt cs. hanya seri dan kalah masing-masing sekali di sepuluh laga perdana. Lewat torehan itu, tim Belanda pertama yang menjuarai Piala/Liga Champions (musim 1969/1970) ini pun nyaman bercokol di tiga besar klasemen Eredivisie.
Namun sayang, tatkala asa bahwa Feyenoord bakal kembali bersaing memperebutkan gelar dengan Ajax dan PSV membubung, bencana datang menerpa.
De Trots van Zuid secara mengejutkan keok di tujuh pertandingan beruntun. Streak negatif tersebut dimulai pada 20 Desember 2015 setelah ditekuk NEC Nijmegen hingga 14 Februari 2016 usai sowan ke markas PEC Zwolle. Posisi Feyenoord pun melorot dan tercecer dari persaingan juara.
“Sungguh sulit untuk menggambarkan apa yang saya rasakan saat ini. Kondisi ini jadi ujian yang berat bagi kami semua. Kami telah berjuang siang dan malam untuk mengubah segalanya tapi gagal. Kami belum cukup kuat untuk melakukannya. Tentu saja ini jadi hari-hari yang menyedihkan, namun kami akan terus berjuang demi Feyenoord”, terang Kuyt selepas klubnya mengalami lima kekalahan beruntun seperti dikutip dari voetbaalcentraal.nl.
Feyenoord, pada akhirnya, memang berhasil kembali ke trek yang benar dengan meraih hasil-hasil positif di laga selanjutnya. Sehabis kalah di IJsseldelta stadion, kandang PEC, anak asuh Gio tak lagi tersentuh hasil minor dengan menyunting delapan kemenangan dan tiga hasil imbang dari sebelas partai tersisa.
Sayangnya rekor apik tersebut tak cukup mengantar Feyenoord kembali ke percaturan juara akibat selisih poin yang kelewat lebar dengan Ajax dan PSV. Tim pengoleksi 14 gelar Eredivisie ini pun harus puas finis di peringkat ketiga klasemen akhir Eredivisie 2015/2016.
Akan tetapi, kontribusi yang ditunjukkan Kuyt tak main-main. Dirinya muncul sebagai juru gedor utama berkat koleksi 19 gol, terbanyak di antara para pemain Feyenoord sepanjang musim lalu. Ditunjang kemampuannya bermain di beberapa posisi, Kuyt sering ditempatkan Gio di semua pos menyerang klub asuhannya.
Berdasarkan statistik transfermarkt.co.uk, sepanjang musim kemarin, Kuyt dimainkan di lima posisi berbeda, yakni penyerang tengah, second striker, penyerang sayap kanan, penyerang sayap kiri, dan gelandang serang. Penyerang sayap kanan jadi pos langganan Kuyt karena dirinya turun sebanyak 26 kali di area tersebut.
Bicara versatility, Kuyt adalah satu dari sedikit pemain yang memiliki kelebihan soal ini. Selain mengisi semua posisi menyerang di sektor depan dan tengah, Kuyt juga tidak asing bermain di pos wing back.
Eks kapten The Reds, Steven Gerrard, dengan sangat gamblang mengakui jika dirinya amat sangat mengagumi versatility yang dimiliki Kuyt.
Masih ingat ketika Belanda melawan Meksiko di 16 besar Piala Dunia 2014 silam? Louis van Gaal, yang saat itu menukangi De Oranje secara bergantian menempatkan Kuyt di pos penyerang tengah, penyerang sayap kanan, penyerang sayap kiri, bek sayap kanan, dan bek sayap kiri selama 120 menit laga tersebut!
Hal yang hampir sama dilakukan lagi oleh van Gaal ketika Belanda berduel dengan Kosta Rika di babak perempatfinal.
“Mungkin trio Arjen Robben, Wesley Sneijder, dan Robin van Persie adalah bintang utama timnas Belanda di Piala Dunia 2014. Akan tetapi, simbol sesungguhnya dari tim ini adalah Kuyt. Keberadaannya merupakan sebuah berkah bagi pelatih mana pun. Bersamanya (Kuyt), Anda bisa menerapkan banyak varian taktik,” puji almarhum Johan Cruyff.
Berkat daya jelajah tinggi, stamina prima, dan work rate di atas rata-rata, Kuyt seolah-olah tak pernah kehabisan tenaga saat bertanding. Kedua kakinya bakal terus mengejar dan menggiring bola untuk kemudian memberi umpan atau bahkan mengeksekusinya sendiri.
Hal ini yang kemudian memunculkan predikat Mister Duracell (mengacu pada sebuah merek baterai) bagi Kuyt.
Kini, saat usianya telah menembus angka 36 tahun, Kuyt tampak belum ingin berhenti berlari. Penampilannya juga masih tergolong prima bagi pemain seusianya yang kebanyakan lebih sering memanaskan bangku cadangan atau malah pensiun.
Sampai pekan ke-5 Eredivisie musim 2016/2017, Feyenoord berdiri gagah di puncak klasemen lewat koleksi 15 angka hasil dari lima kemenangan serta unggul dua poin dari PSV yang menguntit di posisi kedua. Sejauh ini, Kuyt sendiri sudah menyumbang tiga gol.
Apakah ini sinyal bahwa Feyenoord bakal menyudahi paceklik gelar liga yang sudah berlangsung selama lebih dari dua windu?
Jawaban dari pertanyaan tersebut bakal muncul pada bulan Mei 2017 setelah klub-klub peserta Eredivisie menyelesaikan semua laga yang berat dan menguras tenaga. Selama tak diganggu cedera, Feyenoord yang diasuh Gio tak perlu ragu untuk menaruh asa tersebut pada sosok Mister Duracell yang belum jua kehabisan tenaga bernama Dirk Kuyt.