Kegagalan Guus Hiddink

Akhir bulan Juni kemarin, timnas Belanda ditinggal pelatih kenamaan yakni Guus Hiddink. Hiddink secara tiba–tiba menyatakan mundur dari jabatannya sebagai pelatih, yang ia duduki belum sampai setahun. Padahal, Pria berusia 68 tahun tersebut, belum selesai mengantar Belanda ke Piala Eropa 2016. Namun, rentetan hasil yang kurang baik dalam babak kualifikasi, membuat dia melepaskan tanggung jawabnya sebagai pelatih. Seharusnya, Hiddink ditugaskan untuk membawa Belanda lolos Piala Eropa 2016, lalu akan dilanjutkan oleh Danny Blind setelah gelaran Piala Eropa 2016 usai.

Pengunduran Guus Hiddink tersebut, menandakan sebuah penurunan kemampuan taktik dan manajerial sejak namanya mencuat dari PSV. Kegagalan tersebut bukan lah hal yang terlalu mengejutkan, tapi sangat disesalkan karena nama Hiddink yang dahulu begitu dipuja karena memberikan metamorfosis berkaitan pola hidup dan strategi terhadap kesebelasan yang pernah dilatih oleh dia.

Simon Kuper & Stefan Szymanski pernah membahas kemahiran Hiddink tersebut dalam buku Soccernomics mengenai perjalanan kepelatihan Hiddink. Hiddink merombak sistem hierarki di Korea Selatan yang meninggikan hormat kepada pemain yang lebih senior, di mana dia mengubahnya kepada pendekatan pemikiran strategi dan menanamkan komitmen untuk melatih teknik, taktik, dan tekad.

Hiddink memberikan oasis bagi Australia, setelah membawa negera tersebut kembali ke Piala Dunia dengan perbaikan visi pemain–pemain tersebut yang tadinya santai menjadi pemain yang memiliki karater disiplin nan intelektual. Dan Hiddink juga memberikan transformasi permainan sepak bola di Rusia, ketika permainan aktraktif diperagakan dengan melatih operan yang lebih berisiko dan mengembangkan improvisasi perputaran posisi pemain ke zona baru. Sehingga Rusia berhasil melaju hingga babak semifinal Piala Eropa 2008 dengan menyingkirkan beberapa unggulan, sebelum dihentikan sang juara, Spanyol.

BACA JUGA:  Perpisahan Manis Tunisia di Piala Dunia 2022

Dengan kondisi tersebut, sempat ada isu pemecatan Hiddink pada awal tahun karena beberapa orang menganggap dia sudah kehilangan game plan yang brilian seperti yang dilansir oleh ESPN. Dia tidak memberikan ekspektasi yang sama seperti Van Gaal, malah membawa petaka yang tinggal menunggu saja kegagalan. Bahkan, polling dari Algemeen Dagblad diambil dari pendukung timnas Belanda memberikan penilaian sebesar 60 persen bahwa Belanda tidak memiliki peluang lolos ke Prancis 2016. Namun, terlalu naif memberikan penilaian tersebut, karena tim Oranje juga memiliki permasalahan yang cukup rumit dengan regenerasi pemain yang belum terlalu nampak dan berpengaruh secara masif, serta masih bergantung dengan pemain kunci yang sudah menua.

Seharusnya, Hiddink ditugaskan untuk membawa Belanda lolos Piala Eropa 2016, lalu akan dilanjutkan oleh Danny Blind setelah gelaran Piala Eropa 2016 usai.

Penurunan kualitas Hiddink sebagai manajer sudah terlihat indikasinya, mulai dari dia mengambil dua pekerjaan sekaligus di timnas Rusia dan Chelsea. Ketika dia sukses membawa Chelsea juara Piala FA, namun Rusia gagal lolos ke Piala Dunia 2010 melalui babak playoff melawan Slovenia. Dan, timnas Turki yang juga gagal ke Piala Eropa 2012 usai takluk dari Kroasia di babak playoff. Padahal, saat periode pertama melatih Timnas Belanda, Hiddink berhasil membawa mereka menjadi semifinalis Piala Dunia 1998.

Sekarang Danny Blind menanggung tugas berat, dengan sisa empat pertandingan dan berada di peringkat tiga di belakang Islandia dan Republik Ceko. Belanda terancam menghadapi kegagalan memalukan, mengulangi ketidakberhasilan lolos ke Piala Dunia 2002. Meski tugas Blind terbantu dengan sistem baru di mana ada penambahan kuota peserta Piala Eropa dari 16 menjadi 24 tim kontestan. Sementara untuk Hiddink, sebaiknya ia cukup beristirahat saja menikmati waktu–waktu, setelah berkeliling hampir seluruh benua untuk menjalani karir kepelatihan.

BACA JUGA:  Aksi Politik di Lapangan Hijau

 

Komentar