Sejak tanggal 17 Juli 2017, posisi Sekretaris Jenderal PSSI, yang ketika itu berada di bawah kepemimpinan Edy Rahmayadi, diamanahkan kepada Ratu Tisha Destria. Ia ditunjuk menggantikan posisi Ade Wellington yang sebelumnya mengundurkan diri.
Lalu, pada pekan kedua bulan April tahun ini, tersiar desas-desus bahwa Ratu Tisha juga akan mundur dari jabatan Sekjen PSSI dan kabar tersebut mulai tersebar di media sosial. Benar saja, tak berselang lama, wanita kelahiran Jakarta itu secara resmi memberikan pernyataan.
Lihat postingan ini di Instagram
Pada 13 April 2020, Ratu Tisha mengumumkan langkah tersebut melalui akun instagram pribadinya. Alumni Jurusan Matematika Institut Teknologi Bandung itu akhirnya memutuskan melepas jabatan yang telah ia emban selama hampir tiga tahun.
“Jangan pernah berhenti untuk mendukung sepakbola Indonesia,” begitu pesannya kepada penggemar si kulit bulat di negeri ini.
Sementara itu, kini, posisi yang ia tinggalkan sedang kosong. Tentu PSSI tak akan membiarkan posisi tersebut terlalu lama kosong begitu saja. Beberapa nama juga telah disebut-sebut akan menjadi kandidat pengganti Ratu Tisha.
Sosok seperti CEO PS Sleman, Marco Gracia Paulo, dan duo komentator sepakbola kawakan, Tommy Welly dan Muhammad Kusnaeni muncul ke permukaan. Ada pula Maaike Ira Puspita, Wakil Sekjen PSSI yang kebetulan juga merupakan adik ipar Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan.
Di antara sosok-sosok tersebut, terselip juga dua nama yang tak asing dengan perkara lapangan hijau di Indonesia. Nama pertama ialah Ahmad Syauqi Soeratno dan yang kedua adalah Viola Kurniawati. Bagaimana kiprah kedua sosok itu di dalam persepakbolaan nasional selama ini?
Ahmad Syauqi Soeratno
Ia bukanlah orang baru di sepakbola. Besar di Yogyakarta, Syauqi memulai karirnya di sepakbola bersama klub lokal asal Kota Gudeg, PSIM Yogyakarta. Selama beberapa musim, ia menjabat sebagai manajer Laskar Mataram.
Di kancah persepakbolaan nasional, ia pernah menjabat sebagai Deputi Sekjen PSSI pada tahun 2009 hingga 2011. Kemudian, namanya melejit kala bertugas sebagai CEO Badan Liga Amatir Indonesia atau BLAI.
Kala itu, BLAI merupakan operator kompetisi di level amatir yang mengurusi ratusan klub dari berbagai daerah di Indonesia. Jalannya liga Divisi Satu, Divisi Dua, Divisi Tiga hingga Piala Soeratin merupakan tanggung jawabnya.
Di bawah kepemimpinan Syauqi, BLAI pernah melakukan langkah mengejutkan. Operator kompetisi amatir itu secara cepat memulai langkah unifikasi liga, bahkan sebelum kasta teratas melakukannya.
Hal itu dilakukan sesuai amanat KLB PSSI 17 Maret 2013. Di mana kongres tersebut bertujuan mengakhiri dualisme kompetisi antara Indonesian Premier League (IPL) dan Indonesian Super League (ISL).
Sejak BLAI dibubarkan pada 2014, Syauqi tak lagi berada di lingkaran pengurus sepakbola nasional. Namun, saat ini, ia lebih aktif di daerah sebagai Ketua Umum Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI DIY Yogyakarta.
Ia juga sempat dicalonkan sebagai Komite Eksekutif (Exco) PSSI saat kongres Kongres Luar Biasa PSSI pada 2019, tetapi tidak terpilih. Syauqi mengungkapkan bahawa pencalonan tersebut bukan kehendaknya sehingga memang tidak berharap untuk menang.
Selain berurusan dengan si kulit bulat, Syauqi juga lekat dengan organisasi berbasis keagamaan yang besar di kota kelahirannya. Saat ini, ia mengisi posisi Wakil Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Viola Kurniawati
Ia juga bukan orang baru, meski belum selama Syauqi berkiprah dalam urusan lapangan hijau di Indonesia. Viola mengaku mengenal sepakbola nasional melalui Persija U-15 kala berlaga di kompetisi Piala Soeratin.
Mayoritas pengalaman Viola di sepakbola diperoleh bersama tim yang mempertemukannya dengan si kulit bulat itu. Selama sepuluh tahun, ia mengurusi media dari klub berjuluk Macan Kemayoran tersebut. Tugas sebagai media officer tim diembannya hingga akhir 2018.
Di sela-sela itu, ia juga berkarir di media lain. Viola pernah menjadi Account Excecutive dari Tabloid Bola. Lalu, tujuh bulan berselang, ia berpindah ke Goal.com dan kemudian menjadi Editor in Chief di Msports.net.
Sementara itu, kiprahnya di lingkaran pengurus federasi sepakbola nasional bermula pada awal tahun 2017. Ketika itu ia berkecimpung di Departemen Kompetisi PSSI. Tak lama memang, Viola hanya bertugas seumur jagung.
Viola pernah pula mengurus jalannya kompetisi ketika berada di PT Liga Indonesia Baru yang notabene merupakan operator liga. Di sana ia menjabat sebagai Excecutive Assistant dan juga Legal Manager selama lebih dari setahun.
Tahun lalu, Viola sempat hijrah ke Sleman selama beberapa bulan ketika ditawari sebagai CEO PS Sleman. Sebelumnya, ia mengaku pernah juga hampir bergabung ke Bumi Sembada pada 2013. Namun, baru tahun 2019 dapat terealisasi.
Bersama PS Sleman, ia sempat mempunyai mimpi bahwa Super Elang Jawa bisa mempunyai unit bisnis yang dapat menghidupi tim, di samping sponsor dan tiket. Tentu dengan memanfaatkan basis suporter besar yang dimiliki oleh klub ini.
Akan tetapi, perjalanannya di Sleman juga hanya bertahan empat bulan setelah memutuskan untuk mengundurkan diri. Saat ini, Viola menghabiskan waktu sebagai Vice President Operation dari perusahaan media, Skor Indonesia.
***
Memang Syauqi dan Viola telah memiliki cukup pengalaman dalam persepakbolaan nasional yang dapat menjadi bekal andai terpilih sebagai Sekjen PSSI. Namun, bagi sosok-sosok lain kesempatan mengemban jabatan itu juga tetap ada.
Pihak PSSI pun masih belum secara terang-terangan bergerak mencari pengganti. Walaupun Mochammad Iriawan telah buka suara soal pengunduran diri Ratu Tisha, tetapi menurut salah satu anggota Exco PSSI, Haruna Soemitro, keputusan itu juga masih harus disetujui dalam rapat Exco.
Jadi, untuk sekarang, peluang mengisi posisi Sekjen PSSI masih sangat terbuka. Bisa jadi nama baru muncul ke permukaan atau malah sosok lama seperti Hinca Pandjaitan yang kembali duduk di salah satu kursi penting federasi sepakbola Indonesia tersebut.