Di negeri yang 21% permukaan datarannya lebih rendah dan 50% lainnya tak lebih 1 meter di atas permukaan laut, kompetisi sepak bolanya dikenal sebagai tempat para pemain muda bertalenta menimba ilmu dan mengasah keterampilan mengolah si kulit bulat sebelum pindah ke liga-liga top di Eropa.
Adalah Johan Cruyff di era 70-an. Marco van Basten, Frank Rijkaard, dan Ruud Gullit di era 80-an. Clarence Seedorf, Edgar Davids, dan Patrick Kluivert pada era 90-an. Serta Arjen Robben dan Wesley Sneijder pada milenium terbaru. Mereka semua menghabiskan masa muda berkompetisi di Eredivisie.
Selain pemain berkebangsaan Belanda, pemain-pemain muda dari luar Negeri Tulip juga banyak yang menjadikan Eredivisie sebagai tempat belajar dan menjadikannya batu loncatan berkompetisi di liga top Eropa.
Ronaldo Luis Nazario de Lima dan Zlatan Ibrahimovic adalah dua contoh paling sahih. Hingga kini, Liga Belanda masih diakui sebagai salah satu liga penghasil pemain muda berbakat.
Di luar itu, liga Belanda lebih dikenal sebatas ajang “pacuan” dua klub, Ajax Amsterdam dan PSV Eindhoven. Klub-klub selain Ajax dan PSV seperti hadir sebatas pemanis belaka. Hal ini terbukti dengan 33 trofi yang diraih Ajax sepanjang kompetisi Liga Belanda digelar dan 23 trofi milik PSV.
Sejak musim 1999/2000 hingga 2015/2016, Ajax dan PSV masih tetap mendominasi. Sembilan gelar milik PSV dan enam gelar milik Ajax menjadi legitimasi. Hanya 2 klub yang mampu mengganggu hegemoni mereka, AZ Alkmaar di tahun 2009 dan FC Twente pada tahun 2010.
Sesungguhnya, ada satu klub lagi yang mampu menjadi pesaing dan mengganggu dominasi Ajax dan PSV. Total 14 gelar Liga Belanda sudah mereka raih. Sayangnya, terakhir kali mereka mampu meraih juara liga terjadi pada musim kompetisi 1998/1999. Klub itu adalah Feyenoord Rotterdam.
Musim ini, Feyenoord kembali mencoba melakukannya. Penampilan baik di awal musim menjadi angin segar bagi Feyenoord dan bagi Liga Belanda di tengah suasana membosankan perebutan juara yang sebelumnya hanya diisi Ajax dan PSV.
Menyapu bersih 8 pertandingan awal dengan kemenangan, termasuk mengalahkan PSV Eindhoven sang juara bertahan, Feyenoord total mencetak 23 gol. Gawang mereka baru kemasukan sebanyak 2 kali. Hasil ini menjadikan Feyenoord sebagai tim yang paling banyak mencetak gol dan paling sedikit kebobolan hingga saat ini.
Kegemilangan Feyenoord tak berhenti di Liga Belanda. Pada kompetisi kasta kedua di Eropa, di pertandingan pertama, Feyenoord berhasil mengalahkan Manchester United, tim yang semakin melegitimasi dirinya sebagai tim medioker saja.
Sayang, hasil mengesankan dengan menyapu seluruh kemenangan di dua kompetisi terhenti saat anak-anak asuh Giovanni van Bronckhorst ini kalah di markas Fenerbahce.
Kesuksesan Feyenoord di awal kompetisi liga Belanda tak lepas dari kepemimpinan 2 orang, Giovanni van Bronckhorst di kursi pelatih dan Dirk Kuyt di atas lapangan. Pelatih yang mempunyai sedikit darah Ambon ini mulai melatih Feyenoord sejak musim lalu.
Di paruh pertama musim kompetisi 2015/2016, van Bronckhorst berhasil membawa Feyenoord memenangi 11 dari 17 pertandingan. Sayangnya, di paruh kedua, prestasi Feyenoord meredup. Sempat kalah dalam 8 pertandingan beruntun hingga membuat van Bronckhorst terancam dipecat.
Manajemen klub akhirnya berbesar hati untuk tetap mempertahankan van Bronckhorst di kursi pelatih. Mantan bek kiri tim nasional Belanda tersebut membayar kepercayaan ini dengan mempersembahkan gelar KNVB Bekker (Piala Belanda) di akhir musim.
Dirk Kuyt, yang kini berusia 36 tahun, dipercaya sebagai kapten. Usia tua untuk ukuran pemain sepak bola tak membuat penampilannya menurun.
Dalam 8 penampilannya di musim ini, Dirk Kuyt mencetak 3 gol dan 1 asis. Ditempatkan sebagai gelandang serang dalam formasi 4-3-3, Kuyt kerap berubah posisi menjadi penyerang sehingga formasi 4-3-3 bertransformasi menjadi 4-4-2.
Seperti kebanyakan klub di Liga Belanda, skuat Feyenoord diisi kombinasi antara pemain muda dan pemain usia senja yang berencana menghabiskan karier di Eredivisie sebelum pensiun.
Terbukti, kombinasi tua dan muda berhasil mengangkat performa Feyenoord di awal musim ini. Dari semua pemain itu, selain Dirk Kuyt, setidaknya ada 3 pemain yang menjadi kunci kesuksesan Feyenoord sejauh ini.
Tonny Vilhena
Sudah sejak musim lalu, pemain yang kini berusia 21 tahun ini mengisi skuat utama. Penampilannya yang cemerlang membuat beberapa klub besar di Eropa berusaha merekrutnya.
Namun, Feyenoord berhasil mempertahankan Vilhena dan ia menjadi salah seorang pemain andalan musim ini. Berposisi sebagai gelandang, pemain berkebangsaan Belanda ini berperan menjaga keseimbangan di lini tengah Feyenoord, baik saat menyerang atau bertahan.
Dari 8 pertandingan, Vilhena sudah mencetak 1 asis. Vilhena juga yang mencetak satu-satunya gol ke gawang Manchester United di Liga Europa hingga membuat Jose Mourinho gelap mata lalu menyalahkan banyak pihak kecuali dirinya sendiri atas kekalahan ini.
Jens Toornstra
Lahir di Ter Aar, Belanda 27 tahun yang lalu, Toornstra menjadi pemain yang paling berkontribusi bagi Feyenoord musim ini. Pemain bernomor punggung 28 ini menyisir sisi sayap kiri sektor penyerangan Feyenoord.
Sepanjang 8 penampilannya musim ini, 3 gol dan 4 asis berhasil ia sumbangkan. Sayang, penampilan cemerlang Toornstra belum mampu membawanya masuk ke skuat utama Belanda di kualifikasi Piala Dunia 2018.
Namun, bukan tak mungkin, jika ia berhasil mempertahankan performanya, Danny Blind akan membukakan pintu skuat senior tim nasional Belanda.
Nicolai Jorgensen
Sempat membuat Bayer Leverkusen tertarik dengan potensinya kala muda, Jorgensen gagal menembus skuat utama tim asal Jerman tersebut. Ia kemudian sempat berpindah dari satu klub ke klub lain sebagai pemain pinjaman hingga akhirnya Feyenoord mau menampungnya.
Musim ini, pemain berusia 25 tahun yang mengenakan nomor punggung 9 ini dipercaya sebagai penyerang utama Feyenoord. Kesempatan ini tak disia-siakan. Dari 8 pertandingan musim ini, Jorgensen mencetak 6 gol dan 3 asis. Sejauh ini, ia menjadi pencetak gol terbanyak di Liga Belanda.
Memang, musim kompetisi baru saja dimulai. Belum genap 10 pertandingan dijalankan. Ada kekhawatiran terkait penurunan performa Feyenoord seperti musim lalu akan terulang kembali.
Menawan di paruh pertama musim, namun gagal di paruh kedua. Tetapi, jika Feyenoord mampu mempertahankan penampilannya hingga akhir musim, puasa gelar juara liga selama 17 tahun akan berhenti, dan, Liga Belanda tak melulu didominasi Ajax dan PSV.
“Kalau Anda memulai musim dengan cara yang telah kami lakukan, serta mampu mempertahankannya, maka bisa dibilang kami siap bersaing merebut gelar juara,” ujar van Bronckhorst mengenai peluang timnya dalam perebutan gelar juara liga.