Hari Senin (31/3) kemarin, Italia menghadapi Inggris pada laga uji coba di kandang Juventus. Secara keseluruhan, tidak ada perang taktik yang menarik sepanjang laga. Hodgson berkespreimen pada laga ini dengan mengubah susunan pemain dan sistem yang diperagakan dari pertandingan melawan Lithuania. Sementara Conte mencoba menginetgrasikan wajah-wajah baru ke dalam timnya.
Susunan pemain
Conte mengandalkan skema 3-5-2 dengan menduetkan Graziano Pelle dan Eder di lini depan. Conte lebih memilih untuk memainkan Florenzi daripada Abate yang lebih natural di posisi bek sayap kanan.
Wayne Rooney yang bermain sebagai ujung tombak pada laga melawan Lithuania ditarik lebih mundur ke posisi no.10 (gelandang serang). Di lini depan, Hodgson menduetkan Theo Walcott dan Harry Kane – yang mencetak gol pada laga debutnya melawan Lithuania. Sementara itu, Phil Jones lebih dipercaya untuk mengisi posisi no.6 (jangkar) daripada Carrick.
Inggris sempat kesulitan mendistribusikan bola dari belakang ke gelandang-gelandangnya. Hal ini dikarenakan rapinya sistem pressing yang disertai penjagaan pemain yang diterapkan oleh Italia. Selain itu, minimnya kombinasi pergerakan antara lini depan dan lini tengah Inggris membuat bola hanya berputar di area mereka sendiri. Henderson dan Delph lebih banyak bergerak ke sisi lapangan untuk membantu Clyne dan Gibbs menciptakan situasi 2vs1 melawan Darmian dan Florenzi. Sementara Kane dan Walcott tidak sekalipun turun mejemput bola untuk menarik perhatian Chiellini dan Ranocchia.
Bagaimana sistem pressing Italia?
Sistem pressing Italialebih bersifat situasional di mana pressing oleh 1-2 orang saja dengan orientasi penjagaan terhadap pemain lawan. Ketika Inggris memulai permainan dari belakang, salah satu dari Pelle atau Eder akan memberi tekanan kepada bek pembawa bola. Sementara itu, pemain lainnya akan memposisikan diri agar bola tidak dapat diberikan ke Jones yang berperan sebagai jangkar.
Darmian dan Florenzi yang bermain sebagai bek sayap bergerak ke depan untuk langsung memberikan tekanan kepada Clyne dan Gibbs. Dengan demikian, pilihan umpan bagi pemain belakang yang membawa bola pun menjadi terbatas. Trio Soriano, Valdiviori, dan Parolo masing-masing bertugas untuk menjaga Henderson, Rooney dan Delph. Dengan sistem pressing yang diikuti penjagaan seperti ini membuat Inggris kesulitan untuk mendistribusikan bola ke para gelandangnya.
Ketika Inggris memainkan umpan-umpan panjang langsung ke barisan depan, anak asuh Conte langsung menurunkan garis pertahanannya dengan cepat. Trio Soriano, Valdiviori dan Parolo akan langsung mempersempit ruang antara barisan bek dengan gelandang yang menjadi wilayah operasi Rooney. Sementara itu, Chiellini dan Ranocchia tetap melakukan penjagaan terhadap Kane dan Walcott dengan Bonucci menempatkan dirinya untuk mengantisipasi apabila keduanya berhasil lepas. Sementara itu, Darmian dan Florenzi akan melakukan pressing situasional terhadap Clyne dan Gibbs untuk menghambat aliran bola.
Pertahanan dalam khas Italia ini menjadi efektif karena minimnya variasi dan kombinasi pergerakan antara barisan lini depan dengan barisan tengah Inggris. Chiellini dan Ranocchia dapat melakukan penjagaan ketat terhadap Kane dan Walcott tanpa khawatir ruang yang mereka tinggalkan akan dieksploitasi oleh overlapping run yang menjadi ciri khas permainan Henderson dan Delph. Terlebih lagi, tak satupun dari Kane dan Walcott turun untuk menjemput bola. Keduanya hanya bergerak ke ruang yang ditinggalkan Darmian dan Florenzi. Sementara itu, Rooney yang ruang kerjanya dipersempit, harus turun jauh hingga sejajar dengan Henderson dan Delph. Hal ini membuat terpisahnya lini depan Inggris dari lini tengah dan tidak adanya pemain yang menghubungkan kedua lini ini.
Jones di posisi no.6
Pemilihan Jones di posisi jangkar tentu menjadi tanda tanya bagi Hodgson. Jones cenderung statis tidak turun ke belakang untuk membantu mendistribusikan bola. Selain itu, secara natural Jones bukanlah pengumpan yang matang layaknya Carrick. Akibatnya, mudah bagi pemain-pemain Gli Azzurri untuk melakukan penjagaan kepada anak asuh Roy Hodgson. Hal ini memaksa Inggris untuk memutar bola di barisan belakang atau memainkan umpan panjang langsung ke depan.
Solusi dari problematika ini justru datang dari cederanya Smalling. Jones yang semula bermain sebagai jangkar kembali ke posisi aslinya sebagai bek. Carrick yang masuk menggantikan Smalling kemudian berperan sebagai jangkar. Carrick memiliki karakteristik permainan yaitu turun ke belakang hingga sejajar dengan bek untuk membantu mendistribusikan bola. Namun ternyata hal ini tidak banyak membantu karena pergerakan Henderson dan Delph yang cenderung lebih sering bergarak ke sisi lapangan justru meinggalkan lubang di tengah. Hal ini membuat Inggris harus tetap memainkan bola-bola panjang.
Pada babak kedua, Henderson dan Delph mulai lebih sering untuk turun mendekat ke arah Walker – yang masuk menggantikan Clyne – dan Gibbs untuk melakukan kombinasi umpan-umpan pendek. Namun hal ini tetap meninggalkan lubang di sentral permainan Inggris. Walcott yang kurang efektif kemudian digantikan oleh Barkley, sementara Rooney bergeser sebagai penyerang. Masuknya Barkley sedikit banyak mampu menambal lubang di lini tengah Inggris. Bahkan, gol penyeimbang yang dicetak Townsend – yang masuk menggantikan Delph – secara tidak langsung berawal dari adanya Barkley di posisi sentral permainan Inggris.
Italia mengancam melalui kedua bek sayap
Ketika Italia menguasai bola, Inggris juga menerapkan sistem pressing situasional dengan orientasi penjagaan terhadap pemain lawan. Kedua penyerang Inggris tidak terlalu agresif dalam memberi tekanan terhadap trio pemain bertahan Italia. Sementara itu gelandang-gelandang Inggris akan menjaga para pemain tengah Gli Azurri. Hal ini memudahkan Ranocchia, Bonucci dan Chiellini dalam mendistribusikan bola dari belakang.
Sementara itu di sisi sayap, baik Darmian ataupun Florenzi mendapat ruang yang cukup luas. Hal ini dikarenakan Clyne/Walker dan Gibbs tidak ingin meninggalkan kedua bek tengahnya dalam situasi 2vs2 menghadapi penyerang-penyerang Italia. Sehingga serangan-serangan Italia yang dibangun melalui overlapping run Darmian dan Florenzi menjadi sangat efektif, terlebih mereka hanya bermain 1vs1 di sisi lapangan. Darmian menjadi pemain yang paling banyak memberi masalah bagi barisan pertahanan Inggris.
Sayangnya, penampilan apik Darmian ini tidak diikuti dengan kualitas penyelesaian akhir yang apik pula. Gol yang mereka cetak justru datang setelah situasi bola mati. Pelle berhasil menyundul bola hasil umpan silang dari kaki kanan Chiellini setelah percobaan tendangan penjuru Italia gagal menemui sasaran.
Pada laga uji coba ini, kedua pelatih masih terlihat meraba-raba. Hodgson masih mencari sistem yang pas untuk dapat memainkan Kane dan Rooney dalam timnya. Di lain sisi, Conte sedang memberikan kesempatan kepada sejumlah wajah baru. Kedua tim sedang dalam fase membangun kembali setelah performa buruk di Piala Dunia 2014.