Jose Mourinho Dengan Segala Kebenarannya

Dua minggu terakhir, dunia sepak bola diriuhkan oleh Manchester United yang kalah tiga kali secara beruntun. Kalah 1-2 dalam derby Manchester, tumbang 0-1 oleh Feyenoord Rotterdam di Liga Eropa, dan terakhir terjungkal di kandang Watford 1-3. Hattrick.

Usai gelaran derby Manchester, Jose Mourinho menyampaikan kekecewaan atas kekalahannya. Yang menjadi sasaran adalah Jesse Lingard dan Henrikh Mkhitaryan. Dua pemain yang digantikan pada babak kedua.

“Saya memiliki dua sampai tiga pemain di babak pertama, yang jika saya tahu apa yang terjadi, saya tak akan memainkan mereka. Tapi inilah sepak bola, dan terkadang para pemain mengecewakan pelatih,” ujar Mou seperti dikutip oleh Goal.

Marcus Rashford dan Ander Herrera yang menggantikan kedua pemain tersebut, nyatanya juga tak membawa perubahan. Fakta yang tak membuktikan ucapan Mou.

Tak cukup menyalahkan pemainnya, Mou juga menyasar pengadil lapangan. Mark Clattenburg, wasit dalam pertandingan itu ditudingnya sebagai biang keladi. Ia merasa berhak mendapatkan dua buah penalti, saat Claudio Bravo menjegal Wayne Rooney dan handball Nicolas Otamendi.

“Kami dihukum oleh Mark dengan keputusan buruknya di babak kedua. Saya tahu peraturan pertandingan. Jelas itu penalti dan kartu merah untuk Bravo,” kata Mourinho seperti dilansir Sky Sports.

Gol Feyenoord dianggap Mou tidak sah, karena ia menilai gol itu berbau offside. Ia merasa tak seharusnya kalah karena United menguasai pertandingan. “Tentu saja saya tidak senang dengan permulaan ini. Itu merupakan ketidakberuntungan ganda karena gol tersebut offside,” katanya usai pertandingan seperti dilansir laman Sky Sports.

Dan terakhir, usai dibungkam tim promosi Watford 1-3, Mourinho bukan hanya mencetak hattrick kekalahan. Ia juga mencetak hattrick tiga kali secara beruntun menyalahkan pengadil lapangan.

“Di babak pertama, sekira 25 atau 30 menit, kami tidak bermain dengan baik dan itu sesuatu yang bisa kami kendalikan. Kami bisa memperbaiki. Lalu kesalahan wasit dan hakim garis yang tidak bisa kami kendalikan. Saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk memperbaikinya. (Insiden Anthony Martial) itu jelas-jelas pelanggaran,” terangnya seperti dikutip dari Soccerway.

Luke Shaw menyusul kemudian menjadi kambing hitam atas kekalahan yang cukup meyakinkan itu. Dihadapan media, Mou menyoroti performa Shaw. Ia menyebut sang pemain bermain buruk dan memberikan celah bagi lawan untuk dapat melakukan serangan yang mematikan.

BACA JUGA:  Menimbang Kehadiran Eric Bailly di Manchester United

Mou dan sikapnya

Dari semua gambaran cerita di atas, tersebutkan bahwa Mourinho lebih memilih untuk menyalahkan pihak lain dari rangkaian kekalahan yang dideritanya. Mungkin pada kesempatan lain, ia juga menyalahkan taktiknya, namun mungkin itu tak terpublikasi.

Atau jika terpublikasi, persentase ia menyalahkan taktik, jauh lebih kecil dibanding menyalahkan pihak lain.

Sebagai seorang manajer, pemimpin, yang berada di garis depan medan pertempuran, sikap tersebut bukan sikap seorang pemberani, yang menyatakan diri bertanggungjawab atas segala kekalahan. Sekali lagi, ia lebih menyukai membebankan kesalahan itu pada pihak lain.

Publik, pemain, atau para pencinta sepak bola akan melihat bahwa yang dilakukan Mourinho seperti hendak menutupi segala kesalahan yang ada dalam dirinya. Padahal jika mau berbesar hati, tentu ada peran dari kesalahan pelatih jika satu tim mengalami kekalahan secara beruntun.

Ia beruntung mempunyai kesempatan untuk melakukan konferensi pers setiap usai pertandingan.  Mou jadi bisa menyatakan hal itu di depan publik. Tapi tidak bagi mereka yang disalahkannya. Wasit atau pemain, tak memiliki kesempatan untuk membela diri dihadapan media untuk membantah segala tudingannya.

Dan bukan hanya sekali ini saja Mou menyalahkan pihak lain. dalam berbagai kesempatannya melatih dan mengalami kekalahan, ia juga pernah menyalahkan wasit. Saat menukangi Chelsea tahun lalu, contohnya.

Dalam sebuah wawancara dengan Sky setelah pertandingan melawan Southampton pada Sabtu, 3 Oktober 2015, ia mengklaim, wasit mestinya memberi hadiah tendangan pinalti untuk Chelsea. Alasannya, Radamel Falcao dijatuhkan di dalam kotak pinalti.

Mourinho menuding, Robert Madley, wasit kala itu, takut memberikan hadiah penalti. “Ia tidak jujur karena takut dianggap membela Chelsea,” ujarnya.

Atau contoh lain yang berimbas pada pemberian sanksi baginya. Tahun 2013, Mou didenda 8 ribu poundsterling karena memaki Chris Foy, wasit yang memimpin laga melawan Aston Villa. Selanjutnya, ia didenda 10 ribu poundsterling, ketika mengatakan kata-kata kasar kepada Mike Dean usai timnya kalah dari Sunderland.

BACA JUGA:  Culture Shock Antonio Conte dan Thomas Tuchel

Dari sudut pandang psikologis, sikap Mourinho yang kerap menyalahkan pihak lain tersebut, pada umumnya dimiliki oleh orang dengan perilaku “snob” atau “sok”. Perilaku ini biasanya diidap oleh mereka yang merasa ingin dianggap hebat, pandai, ingin dihargai atau dihormati, menganggap dirinya lebih tinggi, dan lain sebagainya.

Sikap ini pada akhirnya akan berujung pada konflik dengan orang lain yang menjadi sasaran dari berbagai tudingannya. Dengan Luke Shaw, gejala konflik itu sudah terlihat. Dalam sebuah foto terlihat Mou berdebat dengan Shaw yang duduk usai ditarik melawan Watford.

Dan pada satu kesempatan, Luke Shaw juga sudah mengeluhkan sikap Mou yang tak mau mengkritiknya secara langsung, dan memilih menghakiminya di depan media.

Bagi klub lain, jika hal ini terus terjadi di tubuh Manchester United, tentu adalah sesuatu yang menyenangkan. Berharap dengan munculnya konflik internal, maka iklim tim akan menjadi rapuh dan berimbas pada permainan yang buruk, hingga berujung kekalahan.

Harapan yang bukan harapan kosong, mengingat Mou mempunyai track record berkonflik di dalam internal klub.

Mourinho dengan segala sikap “sok” nya, seperti kewajaran jika ia memilikinya. Banyak prestasi dan piala sudah pernah ditorehkannya. Tercatat sudah sebanyak 21 trofi yang diraihnya selama 727 pertandingan – sepanjang kariernya sampai tahun 2015 – di mana dalam rata-rata ia mengangkat piala setiap 34,6 pertandingan.

Namun, sederet prestasi itu tak selayaknya menjadi sebuah alasan bahwa dirinya adalah kebenaran dan menyalahkan pihak lain atas kekalahan. Setiap orang memiliki peran dalam sebuah kekalahan, dan seorang manajer adalah pemimpin yang paling bertanggung jawab.

Menyalahkan pihak lain untuk menutupi kesalahannya adalah sebuah keputusan yang tak dilandasi sikap bijak seorang pemimpin. Jika hal ini terus berulang, maka kita hanya akan menunggu kekalahan demi kekalahan Manchester United berikutnya.

 

Komentar