Jurgen Klopp, Perihal Keyakinan dan Kesabaran

Pada 16 Juni 2020 kemarin, Jurgen Norbert Klopp merayakan hari ulang tahunnya yang ke-53. Pelatih berkewarganegaraan Jerman itu pun kebanjiran doa dari para pendukung tim yang ia asuh saat ini, Liverpool.

Sejak datang ke Stadion Anfield pada 2015 silam, Klopp berhasil mengubah banyak hal di tubuh The Reds. Mulai dari gaya permainan hingga mentalitas tim. Bekas pelatih FSV Mainz dan Borussia Dortmund tersebut bikin atmosfer di Melwood, markas latihan Liverpool, berubah signifikan.

Patut diingat bahwa sedari awal bekerja untuk The Reds, Klopp tidak banyak mengumbar janji manis bak anggota dewan. Padahal, ia memikul ekspektasi cukup tinggi dari fans setia. Utamanya mendatangkan era kejayaan baru bagi klub yang berdiri tahun 1892 itu.

Usai menjuarai Piala Liga di musim 2011/2012 kemarin, prestasi Liverpool memang macet. Tak ada satu gelar pun yang mampir ke ruang trofi kubu Merseyside Merah kendati di bawah arahan Klopp, mereka sukses menapak final Piala Liga dan Liga Europa musim 2015/2016.

Klopp menyadari dan mengakui bahwa dirinya bukan pencipta keajaiban. Dalam konferensi pers pertamanya bersama Liverpool, Klopp menyatakan bahwa ia adalah The Normal One alias Si Orang Normal. Tak ada hal spesial darinya sehingga layak menepuk dada atau bahkan dikultuskan.

Kalau pun ada janji yang Klopp sebutkan di periode awal melatih Liverpool, itu adalah ambisinya buat memenangkan titel (di ajang apapun) bagi The Reds dalam rentang empat tahun.

Klopp tahu betul jika ada proses panjang yang mesti ia lalui terlebih dahulu bersama tim barunya. Pria berkacamata ini seolah jadi penganut setia frasa usaha tak mengkhianati hasil.

Proses yang dijalani Klopp selama melatih Liverpool tak melulu mulus. Ada banyak masalah yang ia temui sampai akhirnya mampu membenahi tim secara keseluruhan.

BACA JUGA:  Casemiro: Jalan Tengah Terbaik Setan Merah

Dari tim angin-anginan dan kerap membuang poin, Liverpool yang semakin matang akhirnya dapat tampil gahar serta konsisten.

Musim awal menangani Jordan Henderson beserta kolega, Klopp melaluinya dengan tidak mudah. Pemain paling dihormati di skuad, Steven Gerrard, sudah tak mengisi ruang ganti buat membimbing rekan-rekannya di lapangan.

Klopp juga kehilangan salah satu bintang masa depan klub pada saat itu, Raheem Sterling. Bisa dikatakan, Klopp mewarisi skuad ala kadarnya dari pelatih sebelumnya, Brendan Rodgers, dan hanya finis kedelapan di Liga Primer Inggris.

Namun angin perubahan tampak di musim selanjutnya. Pasca-absen dua musim dari Liga Champions, Liverpool akhirnya bisa berkiprah lagi pada ajang tersebut setelah Klopp finis di peringkat empat Liga Primer Inggris 2016/2017.

Grafik menanjak kembali dipamerkan The Reds kala bertempur di musim 2017/2018. Meski ‘hanya’ finis di peringkat empat Liga Primer Inggris seperti musim sebelumnya, tapi kali ini Henderson dan kawan-kawan juga melenggang ke final Liga Champions dan bersua Real Madrid.

Namun apes, blunder konyol Loris Karius di bawah mistar dan penampilan efektif Los Blancos membuyarkan mimpi Liverpool mengecup trofi Si Kuping Besar untuk keenam kalinya.

Tiga kegagalan di final memang menimbulkan luka dan kekecewaan. Namun bukan Klopp namanya jika tak belajar dari episode pahit tersebut. Pada musim 2018/2019, Liverpool tampil fantastis di ajang Liga Champions.

Mereka kembali ke final guna berduel dengan klub senegara, Tottenham Hotspur. Ogah mengulang kisah pahit, The Reds tampil prima guna mengunci titel juara via kemenangan 2-0. Sementara di Liga Primer Inggris, mereka menyelesaikan musim sebagai runner up (tertinggal sebiji poin saja) setelah bertarung memperebutkan gelar dengan Manchester City.

Di musim 2019/2020, ramuan Klopp tampak sama eloknya. Kendati harus rontok lebih awal dari Piala FA, Piala Liga maupun Liga Champions, tapi Henderson dan kolega punya kans besar untuk menyudahi mimpi Liverpool selama tiga dekade.

BACA JUGA:  Konspirasi Pemenang Liga Champions

Ya, menjadi kampiun Liga Primer Inggris untuk kali pertama. Saat ini, mereka sudah unggul 22 angka dari The Citizens yang nangkring di peringkat dua.

Dengan sembilan partai tersisa dan kepastian bahwa Liga Primer Inggris 2019/2020 dilanjutkan, maka secara matematis, Klopp cuma perlu mengantar Liverpool memenangkan di dua laga.

Andai hal itu terlaksana, barangkali beban yang dipikul Klopp selama ini akan lebih ringan. Sebab mimpi panjang The Reds akhirnya terwujud dengan cara yang sangat gemilang.

Pekerjaan rumah selanjutnya adalah mempertahankan skuad juara mereka dan tetap tampil apik di musim-musim mendatang guna memenangkan trofi-trofi lainnya.

Kesuksesan pria dengan brewok yang memenuhi wajahnya ini merekonstruksi skuad dan mentalitas Liverpool dalam lima musim terakhir adalah cerita tentang keyakinan dan kesabaran.

Pihak Fenway Sports Group (FSG) sebagai pemilik klub yakin bahwa Klopp adalah orang yang tepat untuk mengembalikan kejayaan klub. Di sisi lain, mereka juga sabar dalam menjalani segala proses perubahan yang dikomandoi Klopp. Pun dengan para suporter yang selalu setia memberi dukungan.

Gerrard yang merupakan legenda klub bahkan menyebut kalau Liverpool wajib menghormati jasa-jasa Klopp selama ini. Menurut pelatih Rangers FC tersebut, Klopp akan dikenang selamanya oleh fans karena rezimnya, setidaknya dalam lima musim pertama ini, terbilang sukses dalam sejumlah aspek.

Mungkin, capaiannya belum setara dengan Sir Alex Ferguson di Manchester United atau Arsene Wenger di Arsenal yang berhasil mengubah wajah serta kultur tim secara keseluruhan dan eksepsional. Tetapi Klopp sudah membuktikan bahwa dengan keyakinan dan kesabaran yang diberikan pihak manajemen serta fans, ia juga mampu mengikuti langkah dua pelatih kenamaan itu di Liverpool.

Komentar
Mahasiswa Ilmu Komunikasi yang menggemari sepakbola dan kini tengah merintis bisnis kebab. Bisa disapa di akun Twitter @riyanggaafp