Kasus Hary Tanoesoedibjo Sebagai Alarm Bagi Organisasi Olahraga

Seorang ketua organisasi olahraga nasional sedang terkena kasus. Hary Tanoesoedibjo (HT), ketua Federasi Futsal Indonesia (FFI), menjadi tersangka dalam kasus ancaman SMS kepada seorang penegak hukum.

Kini segenap cara dilakukannya untuk mengatasi kasus yang mengganggu popularitasnya di dunia poitik itu. Bagaimana kaitan dengan organisasi olahraga yang sedang dipimpinnya?

Organisasi olahraga seharusnya berperan sebagai alat bagi kepentingan nasional. Namun bukan hal yang mustahil jika organisasi olahraga nasional dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis.

Kemunculan kasus HT ini adalah contoh sekaligus alarm bagi seluruh federasi olahraga di Indonesia. Setidaknya ada tiga hal yang bisa diangkat dalam kasus HT ini: bagaimana organisasi olahraga dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, resiko ketergantungan organisasi olahraga pada figur tertentu, dan rancunya struktur organisasi olahraga yang diisi oleh personil partai.

Pertama, kita sudah melihat bagaimana beberapa pemain Timnas Futsal Putra dimanfaatkan sebagai pembentuk opini. Situs Okezone.com, salah satu media yang dimiliki HT, berperan dalam hal ini.

Portal berita online tersebut menampilkan berita dengan judul:Kriminalisasi SMS Hary Tanoe, Pefutsal Bayu Saptaji: SMS Itu Tidak Mengancam”, “Hary Tanoe Dizalimi, Pefutsal Rama Ramdhani: Pak Hary Tanoe Selalu Ingin Memajukan Futsal Indonesia” dan “Sayangkan Soal Kriminalisasi SMS Hary Tanoe, Pefutsal Randy Satria: Pak Hary Tanoe Perhatian Kepada Pemain”.

Isi “berita” di atas sangat mudah ditebak. Pernyataan para pemain dimanfaatkan untuk mendukung opini media.

Kutipan-kutipan langsung yang dimuat sebenarnya menunjukkan pernyataan yang normatif dan mendekati netral. Wajar saja, siapapun jika ditanya mengenai isu sensitif akan cenderung memberikan jawaban yang aman.

Begitu juga para pemain itu, kecuali mereka sudah siap mengakhiri kariernya di Timnas Futsal. Pemberitaan Okezone.com dalam hal ini tidak lebih dari pekerjaan jurnalistik yang menggelikan. Media milik HT tanpa malu-malu menjadi perpanjangan tangan kepentingannya.

BACA JUGA:  Rodrigo Bentancur: Mesin Pekerja Tottenham Hotspur

Kedua, apakah kasus ini akan berpengaruh pada mood HT dalam membina futsal?

Hingga (tulisan ini ditulis) saat ini Timnas Futsal Putra belum juga melakukan seleksi untuk SEA Games 2017 yang akan digelar 14 Agustus mendatang, padahal sesuai rencana, seleksi seharusnya sudah dimulai pada 4 Juli 2017.

Sebagai catatan, Timnas Futsal Putra tidak termasuk dalam kontingen SEA Games yang dibiayai pemerintah. Hanya cabang olahraga yang berpotensi meraih emas dan perak saja yang akan masuk prioritas Satlak Prima, sedangkan pada tiga SEA Games sebelumnya Timnas Futsal Putra hanya meraih perunggu serta gagal di Piala Futsal AFF 2016.

Agar bisa tampil di Kuala Lumpur, Timnas Futsal Putra membutuhkan dukungan dana dari pihak selain pemerintah, dan kepada siapa lagi selain sang ketua mereka berharap?

Apakah kasus yang menimpa HT ini akan menentukan berangkat atau tidaknya Timnas Futsal Putra membela Merah Putih?

Bayangkan saja Anda sudah habis-habisan membiayai sebuah tim nasional lalu kemudian dibalas dengan ganjaran sebagai tersangka sebuah kasus? Apakah Anda masih bisa memiliki mood yang bagus? Bagi federasi futsal sebagai organisasi, inilah resiko yang harus dibayar karena terlalu bergantung pada satu figur.

Mengenai SEA Games 2017, isu yang melingkupi tidak hanya urusan dana. Lebih menarik lagi adalah urusan persaingan bisnis.

Hak siar SEA Games 2017 sudah pasti jatuh ke tangan pesaing bisnis HT. EMTek Grup melalui SCTV, Indosiar, dan O Channel akan menjadi official broadcaster SEA Games 2017.

Apakah Bos MNC Grup akan rela mengongkosi tim yang hak siar dan iklannya nanti akan dinikmati oleh pesaing bisnisnya?

Terakhir, bagaimana respon FFI sebagai sebuah organisasi olahraga menyikapi kasus yang menimpa ketuanya. Induk organisasi FFI, yaitu PSSI, lebih berpengalaman dalam menghadapi ketuanya yang bermasalah dengan hukum bahkan berstatus terpidana sekalipun.

BACA JUGA:  Membayangkan Gus Dur Melatih Klub Sepakbola

Agaknya ini yang dijadikan pedoman seperti dalam pemberitaan Bolalob.com melalui artikel berjudul “Hary Tanoe Jadi Tersangka Bagaimana Nasib Futsal Indonesia?”

Dalam kasus HT ini, sikap organisasi untuk membela ketuanya agaknya menjadi sebuah keniscayaan. Struktur organisasi FFI layaknya saudara kembar dengan Partai Perindo.

Pada jabatan ketua sudah jelas sama. Lima dari enam anggota komite FFI adalah pengurus DPP Partai Perindo. Belum lagi kantor sekretariat FFI menumpang di MNC Tower milik ketuanya. Lengkap sudah tantangan yang dialami FFI dalam menghadapi “cobaan” ini.

Hubungan mesra dua organsisasi ini turun hingga struktur lebih bawah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Beberapa waktu yang lalu Partai perindo secara masif mengelar kompetisi futsal di beberapa daerah.

Tentu program tersebut membutuhkan “kerja sama” yang baik dengan FFI. Dengan kuatnya dominasi kepentingan partai dalam organisasi olahraga mungkinkan semangat fair play masih bisa diwujudkan?

Dari kasus HT ini ada pelajaran yang bisa diambil. Sebagai alarm, kasus tersebut mengingatkan organisasi induk olahraga akan adanya potensi konflik kepentingan.

Di sisi lain ini juga menjadi tantangan bagi organisasi olahraga untuk memproduksi kader penerus yang profesional sehingga tidak mudah tergiur olah figur yang datang membawa uang atau sumber daya lain. Uang memang bisa menyelesaikan masalah, tapi di sisi sebaliknya, uang juga bisa mendatangkan masalah.

https://www.instagram.com/p/BWrJ2r7Fx-p/?taken-by=bolalobfutsal

Komentar
Co founder dan manager AFA Soccer School Yogyakarta.