No Dembélé, No Party

No Dembélé, no party. Kalimat ini merupakan sebuah teori yang sedang hangat diperbincangkan di beberapa forum-forum diskusi Fantasy Premier League semenjak pertengahan musim lalu. Teori tersebut semakin terbukti kebenarannya seiring berjalannya waktu—setidaknya hingga sebelum Gameweek (GW) 4 lalu dimulai.

Musim lalu, ketidakhadiran Moussa Dembélé atau ketika hanya mendapatkan sedikit menit bermain (di bawah 60 menit), skuat Tottenham Hotspur merasakan dampak negatif. Untuk lebih jelasnya, mari langsung kita simak saja catatan hasil pertandingan Tottenhan Hotspur musim lalu pada tabel berikut:

statistik-dembeleKeterangan tabel:

  • Tanpa Dembélé = Dembélé hanya bermain kurang dari 60 menit atau sama sekali tidak bermain
  • Dengan Dembélé = Dembélé bermain lebih dari 60 menit

 

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada perbedaan hasil yang cukup besar ketika Dembélé bermain dan tidak bermain. Hampir separuh lebih raihan positif mereka terjadi ketika Dembélé bermain penuh atau “hampir penuh”. Tanpa Dembélé, Spurs kehilangan poin yang cukup banyak.

Kemudian, jika kita melihat ke lini belakang, catatan pertahanan The Lilywhites musim lalu pun turut terkena imbasnya. Tanpa adanya atau ketika Dembélé hanya mendapatkan menit bermain yang sedikit, Spurs hanya mencatatkan 3 kali tidak kebobolan dari 13 pertandingan (23,08%).

Sebuah catatan yang timpang jika kita bandingkan dengan catatan 10 kali tidak kebobolan dari 25 pertandingan (40%) saat Dembélé berada di lapangan setidaknya selama lebih dari 60 menit.

Namun, dari semuanya itu, yang mungkin paling “tersiksa” dari tidak adanya Dembélé adalah Harry Kane. Baik atau buruknya performa penyerang timnas Inggris ini sangat bergantung pada kehadiran seorang Dembélé di lapangan.

Tercatat pada musim lalu, Kane hanya berhasil mencetak 1 gol dan 1 asis dalam 13 pertandingan di mana Dembélé tidak dimainkan atau hanya dimainkan kurang dari 60 menit. Berbeda nasib ketika Dembélé hadir setidaknya lebih dari 60 menit di lapangan, 24 gol pun berhasil Kane lesakkan dalam 25 pertandingan.

Lalu, kira-kira apa yang membuat pengaruh Dembélé bisa sedemikian kuat bagi skuat Tottenham Hotspur?

Tanpa Dembélé, penampilan Tottenham Hotspur di lapangan ibarat anak ayam yang kehilangan induknya. Musim lalu, tidak adanya pemain yang menjadi penyeimbang di tengah seperti Dembélé membuat Spurs kehilangan kontrol akan transisi dari bertahan ke menyerang maupun sebaliknya.

BACA JUGA:  Kisah Manis Gary Lineker

Akibatnya, Kane, Christian Eriksen, Delle Alli, dan Erik Lamela tidak bisa fokus untuk menyerang. Alli, yang beberapa kali diduetkan dengan Eric Dier sebagai poros ganda pun tidak sukses menggantikan peran Dembélé sepenuhnya karena tidak memiliki kemampuan bertahan yang baik, terutama dalam hal pressing.

Sebagai pengganti “sementara” Dembélé musim ini, Mauricio Pochettino mendatangkan Victor Wanyama dari Southampton dan menduetkannya dengan Dier sebagai poros ganda. Hasilnya, satu masalah tanpa Dembélé teratasi, yaitu masalah bertahan.

Praktis, hanya dua gol yang bersarang ke gawang Spurs sampai pekan keempat. Itu pun berasal dari tendangan bebas dan penalti. Tidak ada yang berasal dari permainan terbuka.

Sayangnya, bila berbicara soal kemampuannya dalam membangun serangan, pemain timnas Kenya ini masih belum dapat menggantikan peran Dembélé soal transisi dari bertahan ke menyerang.

Dirinya masih memiliki kekurangan dalam hal mengalirkan bola dari belakang ke depan. Peran Wanyama di lini tengah pun bertumpukan dengan Dier yang sama-sama lebih condong bertahan.

Berkaca dari hal tersebut, Pochettino kemudian rela menggelontorkan dana sebesar 35 juta poundsterling untuk mendatangkan Moussa Sissoko dari Newcastle United pada menit-menit akhir penutupan jendela transfer.

Kekuatan, kecepatan, dan kemampuannya dalam menggiring bola sangat diperlukan dalam mendobrak pertahanan lawan. Selain itu, pemain asal Prancis ini pun dianggap “cukup” mampu membantu pertahanan dengan kemampuannya dalam merebut kembali penguasaan bola.

Kenapa hanya cukup? Ya karena kemampuan bertahannya tidak “sebersih” Dembélé. Kemampuan bertahan Sissoko tidak didukung kemampuan tekel yang baik. Tekel yang dilakukannya musim lalu lebih banyak berujung pada pelanggaran (54 kali pelanggaran musim lalu; peringkat 12 di liga).

Kekurangan ini membuatnya rentan terkena kartu kuning atau merah. Bahkan pada debutnya di GW 4 lalu, dirinya langsung mengantongi 1 kartu kuning akibat melanggar Erik Pieters.

Namun, bukankah gol perdana Harry Kane saat kemenangan besar Spurs atas Stoke City di GW 4 dan catatan baru 2 kali kebobolan dari 4 laga yang dijalani seolah menjadi antitesis dari teori ini?

BACA JUGA:  Belajar Bangkit Ala Heurelho Gomes

Jawabnya bisa ya, bisa tidak, tergantung dari sisi mana kita melihatnya.

Ya, jika kita menganggap bahwa pada dasarnya Kane merupakan pemain yang lambat panas. Musim lalu, ia baru menemukan kembali performanya pada GW 7. Kemudian, soal catatan baru 2 kali kebobolan tanpa Dembélé pun karena Spurs musim ini berbeda dengan musim lalu.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kedatangan Wanyama musim ini yang diduetkan dengan Dier sebagai poros di lini tengah mampu mengurangi ketergantungan Spurs akan hadirnya Dembélé, setidaknya dalam hal bertahan.

Tidak, jika melihat bahwa satu gol dari Kane dan tambahan dua gol lainnya pada babak kedua baru terjadi ketika Wanyama ditarik keluar dan digantikan Lamela untuk menambah daya serang.

Ini tandanya Spurs masih kehilangan sosok penyeimbang seperti Dembélé. Selain itu, lawan yang dihadapi pun kondisinya sedang timpang setelah kehilangan beberapa pemain utamanya seperti Jack Butland, Glen Johnson, dan Xherdan Shaqiri karena cedera.

Catatan tidak kebobolan saat menghadapi Crystal Palace pun rasanya memang sudah sewajarnya didapatkan Spurs saat itu. Palace merupakan salah satu tim yang kesulitan mengonversi peluang menjadi gol, yaitu hanya berhasil menyarangkan 1 gol dari 11 kali tendangan ke gawang dalam 3 pertandingan.

Catatan tersebut membaik setelah Christian Benteke bergabung dan nyetel dengan skema Palace.

Tapi, teori ini kan cuma berdasarkan penampilan Tottenham Hotspur musim lalu?

Ya, teori ini memang tergolong masih seumur jagung. Layaknya ucapan Mario Teguh orang-orang bijak, musim ini masih sangat panjang dan segalanya masih mungkin terjadi. Saya pun tidak memaksa para manajer FPL untuk memercayainya. So, believe at your own risk.

Yang pasti, kembalinya gelandang berkebangsaan Belgia ini dari masa hukuman enam pertandingan akibat berseteru dengan Diego Costa pada GW 36 musim lalu merupakan kabar baik untuk skuat Mauricio Pochettino.

Kabar yang “mungkin” baik pula bagi para manajer FPL yang sudah memiliki pemain Tottenham Hotspur, terutama Harry Kane. Tentunya dengan catatan, jika Dembélé kembali dimainkan penuh atau setidaknya “hampir” penuh oleh Pochettino pada pekan-pekan selanjutnya.

 

Komentar
Editor, pharmacy, football enthusiast. Pengasuh fplmakmur.wordpress.com. Penulis bisa dihubungi lewat Twitter @aldosahala.