Pameran Sepak Bola Britania Raya oleh Inggris dan Wales

Menyaksikan timnas Wales perkasa atas Slowakia (11/6) lalu, disusul dengan hasil imbang yang diterima Inggris kala bersua Rusia di hari yang sama, membuat konstelasi Grup B Piala Eropa 2016 menjadi cukup sengit.

Andai Inggris memetik tiga angka atas Rusia, pertandingan melawan Wales pada Kamis malam lalu (16/6) tidak akan menjadi sesuatu yang krusial. Justru, kegagalan meraih angka penuh dari Rusia membuat derby kedua negara ini berlangsung sangat menarik.

Entah apa mantra ajaib dari UEFA sehingga mampu menempatkan kedua negara ini dalam satu grup yang sama, tapi setidaknya, itu membantu penikmat sepak bola menyaksikan dua negara yang memiliki sejarah panjang dan ikatan sosio-kultural yang erat bertarung demi nasib mereka di Euro 2016 ini.

Sejarah Wales sendiri sangat berkaitan erat dengan saudara serumpun mereka, Inggris. Dalam tumpukan literasi mengenai akar sejarah suku bangsa Britania Raya, di dalam skripsi yang sudah sekian bulan saya tinggalkan itu, hanya ada sedikit sekali cerita dan data yang menjelaskan dengan rinci mengenai asal usul dari bangsa asli Wales.

Wales, negara yang juga memiliki nama lain Cymru ini, konon, memiliki kerumitan dalam ditelaah akar sejarahnya karena penaklukan besar-besaran Raja Edward I dari Inggris yang membuat sejarah bangsa mereka terputus dan susah dicari jejaknya.

Walau konon didominasi sebagian besar oleh bangsa Celts, ada beberapa literasi Latin yang mengonfirmasi bahwa sebagian suku Saxon juga ikut membentuk akar bangsa Wales seperti saat ini.

Jadi ya, kalau Anda mendapati fakta bahwa Aaron Ramsey bermain bebal dan ngotot ala James Milner atau Jordan Henderson, sejatinya, itu wajar. Karena rakyat Wales yang sekarang memang sudah tercampur dengan sifat asli bangsa Celts yang bebal, keras kepala dan ya, sedikit arogan.

Dan di situ pula titik menariknya. Kendati dianeksasi oleh Inggris dan masuk ke dalam jajaran Britania Raya, Wales masih menggunakan dwi bahasa sebagai bahasa komunikasi sehari-harinya.

BACA JUGA:  Harapan di Pundak Seto Nurdiyantoro

Selain menggunakan bahasa Inggris, mereka pun memakai dan memelihara penggunaan bahasa asli Wales dalam obrolan sehari-hari. Wales juga tidak memakai God Save The Queen sebagai lagu kebangsaan.

Battle of Britain

We don’t like them and they don’t like us”

Perang urat syaraf yang dilancarkan Jack Wilshere sebelum laga dimulai terhadap timnas Wales adalah salah satu catatan yang menarik. Wilshere, sekali lagi menunjukkan kegunaannya untuk dibawa Roy Hodgson ke Prancis, yakni melancarkan psywar panas ke lawan. Seperti yang biasa ia lakukan di Arsenal dalam urusan mengolok-olok Tottenham Hotspurs.

Dalam laga yang kemudian dimenangi Inggris dengan skor 2-1 tersebut, hampir tidak ada yang istimewa dari kedua negara. Hanya dua hal yang menarik dari pertandingan semalam, yakni eksekusi tendangan bebas cantik milik Gareth Bale di babak pertama yang berhasil membawa Wales unggul sampai turun minum dan nutmeg Joe Allen terhadap Wayne Rooney. Lord!

Selebihnya, pertandingan ini adalah parade sepak bola Eropa daratan yang memang lekat dengan stigma sepak bola konvensional khas Britania Raya. Tidak ada fase build up yang apik. Tidak ada sistem permainan yang menarik.

Wales yang tampil kolektif saat mengalahkan Slowakia, tidak tampil seperti tagar #TogetherStronger yang digaungkan oleh timnasnya. Mereka bermain dengan berfokus hanya pada Gareth Bale. Kalau pun mencoba bermain melalui Aaron Ramsey dan Joe Allen, Wales hampir tidak menunjukkan progresi yang baik.

Inggris pun tak tampil baik, walau berhasil menang dan membuka peluang lolos ke babak perdelapan final. Semua pemain tidak tampil prima.

Wayne Rooney kehilangan sentuhannya dan mulai lupa apakah ia seorang penyerang tengah, seperti yang terdata di UEFA Fantasy Euro, ataukah dia seorang gelandang serang, seperti posisi yang diembannya di Manchester United. Dan anehnya lagi, penampilan Rooney malah membaik di babak kedua kala bermain sebagai gelandang tengah (central midfielder).

Dengan sederet fakta sejarah dan relasi rivalitas klasik kedua negara secara sosio-kultural, saya mengharapkan partai sepak bola yang asyik, keras, dan menarik. Satu-satunya yang keras dari pertandingan ini hanya upaya Joe Ledley yang kedapatan tiga sampai empat kali menghajar kaki Adam Lallana, Dele Alli, dan Wayne Rooney.

BACA JUGA:  Hikmah di Balik Euro 2016

Dengan ekspektasi tinggi bahwa laga akan berjalan menarik, yang kemudian saya temukan dari pertandingan ini adalah beberapa kali upaya bola panjang oleh Wales dari belakang ke depan yang membosankan dan cenderung gagal.

Lalu tusukan Raheem Sterling di sisi sayap yang semakin membuatnya mirip Oktavianus Maniani, hingga performa Aaron Ramsey yang lebih mirip pemain rugby daripada atlet sepak bola profesional.

Pertandingan dengan tajuk Battle of Britain ini mengecewakan karena dua hal. Pertama, Wales dan Inggris bermain tanpa sistem dan taktik yang menarik. Andai mereka bertemu negara seperti Italia, Jerman atau Spanyol di babak selanjutnya, harapan untuk pulang kampung akan lebih besar.

Kedua, karena masing-masing negara menunjukkan kepada khalayak luas satu alasan logis kenapa sepak bola di negara-negara Britania Raya tidak pernah meraih prestasi yang tinggi di kompetisi tingkat Eropa bahkan dunia.

Kalaupun Inggris menang lewat gol menit akhir Daniel Sturridge, itu lebih karena sepak bola Inggris memang selalu seperti itu. Mereka mengglorifikasi narasi kemenangan yang sebenarnya biasa saja, menjadi sesuatu yang dramatis dan bombatis.

Inggris adalah rajanya untuk urusan membuat sesuatu hal yang sederhana menjadi tampak luar biasa dengan cara yang hiperbolis. Sebuah kewajaran kenapa negara itu pernah melahirkan sosok seperti William Shakespeare.

Akhir kata, jikalau ada kawan sepermainan Anda atau tetangga samping rumah Anda hingga dosen pembimbing skripsi Anda yang merupakan pendukung Inggris dan percaya kemenangan dari Wales bisa membuat mereka yakin bahwa negara monarki konstitusional ini akan juara Euro 2016, Anda punya hak untuk menampar pipi mereka sekeras-kerasnya agar bangun dari mimpi.

 

Komentar
Penulis bisa dihubungi di akun @isidorusrio_ untuk berbincang perihal banyak hal, khususnya sepak bola.