Apa yang paling kalian ingat dari Piala Dunia 2006 Jerman? Tandukan Zidane ke Materazzi, masterclass Pirlo di lini tengah, diving Fabio Grosso, atau gacornya Miroslav Klose sebagai top skor? Dari semua memori tentang laga-laga indah di Negeri Panzer, Italia menjadi tokoh sentral nan antagonis yang akhirnya keluar sebagai juara dunia setelah mengalahkan Prancis di final. Furbizia kala itu menjadi perbincangan, mewarnai kiprah Italia di laga-laga krusial.
Italia memang absen di Piala Dunia 2022 Qatar, namun perjalanan mereka di Piala Dunia 2006 akan selalu tercatat sebagai salah satu tim terbaik yang tahu bagaimana caranya menang. Italia kala itu bertabur bintang dari bawah mistar hingga ujung terdepan.
Sepakbola mereka kembali mendapat harapan setelah pada gelaran Piala Dunia 2002 dipecundangi tuan rumah Korea Selatan saat melakoni laga 16 besar dan hanya mampu melaju hingga babak fase grup di Piala Eropa 2004. Belum lagi skandal calciopoli yang menjadi catatan buruk menandai kemerosotan dunia sepakbola di Italia.
https://twitter.com/AllDayRodgers/status/1590625967365840897
Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Alessandro Nesta, Gianluca Zambrotta, Andrea Pirlo, Francesco Totti, Del Piero, Luca Toni, dan kawan-kawan menjalani deretan pertandingan dengan gemilang. Solidnya pertahanan Gli Azzuri hanya mampu dijebol dua kali selama turnamen. Satu gol berasal dari bunuh diri Cristian Zaccardo saat kontra Amerika Serikat di fase grup, sedangkan satu lainnya kebobolan penalti panenka dari Zidane di partai puncak.
12 gol berhasil dicetak oleh pasukan Marcelo Lippi dengan skema berkelas baik melalui screamer Zambrotta, tendangan melengkung khas Pirlo, aksi mepet di garis offside ala Filippo Inzaghi, dan set piece mematikan yang dimotori Pirlo sang kreator permainan.
Satu laga menodai perjalanan Italia waktu itu. Hanya saja, noda itu tetap diperlukan agar mampu menggoreskan tinta emas di ujung turnamen. Adalah saat laga 16 besar versus Australia, di mana Italia dengan furbizia-nya berhasil lolos ke perempat final melalui gol penalti Totti di injury time. Fabio Grosso mendapat bola dari sisi kiri, lalu melakukan penetrasi ke dalam kotak 16 lawan. Fabio sukses melewati satu lawan hingga saat berada di dalam kotak penalti, Lucas Neill melancarkan tekel kepadanya. Dalam tayangan ulang, Fabio memang menjatuhkan diri (diving).
https://twitter.com/ThatsLiquid/status/1011535657066430465
Aksi itu juga diakuinya pasca laga. “Pertandingan ini sangat berat. Tapi kami perlu melaju ke babak selanjutnya. Bek lawan melakukan tekel dan hanya sedikit mengenai kakiku. Aku perlu melakukannya, bagiku itu penalti walaupun sebenarnya tidak,” ungkap Fabio mengakui aksi ‘kotor’-nya. Italia mendapat kecaman atas permainan licik mereka. Italia memang gila jika sudah masuk dalam ranah sepakbola. Bagi mereka, segala cara perlu dikerahkan demi memenangkan pertandingan.
Suka atau tidak suka, Italia akhirnya keluar sebagai juara. Mereka tahu bagaimana caranya menang meski beresiko hujatan dari yang lainnya. Furbizia bagi mereka adalah seni di mana pelanggaran taktis, provokasi, time wasting dan cara-cara licik lain adalah jalan menuju kejayaan. Seperti halnya yang dilakukan Materazzi beberapa saat sebelum menerima tandukan Zidane di dada.
Zidane saat itu coba mempengaruhi Materazzi dengan menawarkan jersey-nya setelah laga usai. Namun, Materazzi balik memprovokasi dengan mengatakan, “Saya lebih suka saudara perempuanmu.” Kalimat singkat yang membuat Zidane naik pitam, balik badan, lalu menanduk dada Materazzi hingga dirinya diusir dari lapangan.
Cannavaro menjadi komandan pertahanan solid Gli Azzuri kala itu. Ia baru saja mengalami musim fantastis sekaligus problematik di tengah skandal calciopoli yang melibatkan Juventus. Ia pindah ke Real Madrid setelahnya, kemudian untuk pertama kali meraih anugerah Ballon d’Or pada 27 November 2006.
Cannavaro menjadi salah satu dari tiga bek yang mampu meraih penghargaan bergengsi tersebut. Piala Dunia tanpa Italia tentu akan terasa kurang. Menurutmu, kapan Gli Azzuri mampu kembali ke puncak kejayaan?