Setiap kali mendengar nama Tulehu, para penggemar sepakbola nasional pasti mengangguk-angguk setuju bila daerah ini pantas disebut sebagai salah satu produsen pesepakbola berbakat. Dari generasi Dedi Umarella dan Imran Nahumarury, lalu berlanjut ke angkatan Alfin Tuasalamony dan Manahati Lestusen, kiprah Tulehu kini dimotori oleh Rifad Marasabessy.
Nama yang disebut terakhir baru berusia 21 tahun dan terdaftar sebagai pemain TIRA-Persikabo (kabarnya sudah mendaftarkan nama baru untuk musim kompetisi 2021 dengan nama Persikabo 1973).
Rifad mulai menarik atensi saya kala ia membela tim nasional Indonesia U-23 dalam laga uji coba melawan Bali United. Saat itu, dirinya turun sebagai pemain pengganti.
Berposisi natural sebagai bek kanan, Rifad memiliki kecepatan dan keberanian untuk menyisir tepi lapangan. Ditunjang dengan giringan dan kontrol bola yang mumpuni, ia bak penggawa senior yang kenyang asam garam beraksi di atas lapangan.
Kemampuannya untuk berduel satu lawan satu dengan lawan juga mengundang decak kagum. Tak ada rasa takut pada dirinya meski lawan adalah sosok yang lebih berpengalaman.
Tak hanya cakap dalam membantu tim di fase ofensif, Rifad juga kokoh saat timnya ada di periode defensif. Hal ini terbukti dengan keberhasilannya mematikan sayap Bali United di laga tersebut, Irfan Jauhari.
Layaknya pemain lain, saya merasa Rifad memiliki sesuatu yang spesial. Pemain yang saat ini juga berstatus tentara itu tak cuma statis menyisir area sayap, tetapi juga lihai merangsek ke area tengah permainan.
Para pemain tengah yang memiliki fokus untuk mengontrol pertandingan membuat lapangan tengah yang menjadi tempat di mana arah permainan ditentukan, dapat diperkuat oleh Rifad dengan tusukan-tusukannya.
Rifad sering naik membantu sisi serang timnas, bahkan masuk ke kotak penalti lawan guna menambah opsi umpan dan merusak struktur pertahanan lawan.
Kemampuannya dalam menusuk zona terlarang lawan sudah terlihat saat menjadi tulang punggung timnas Indonesia U-19 saat terjun di Piala AFF 2018.
Dalam partai melawan Filipina, Rifad bisa tiba-tiba muncul di lapangan tengah dan memberikan bola kepada Rivaldo Todd Ferre.
Sepakan Todd yang gagal membuahkan gol menghasilkan bola pantul yang kemudian dieksekusi Rifad secara presisi buat menggetarkan jala Filipina.
Jebolan tim junior Semen Padang ini saat bermain untuk klub juga tak bisa dipandang sebelah mata. Ia sudah menjadi pemain dengan prospek cerah ketika melakoni debut profesional bareng Madura United pada 2017 silam.
Seiring waktu, kepercayaan yang didapat Rifad kian tinggi. Hal ini membuat banyak kesebelasan terkesima dengannya dan ingin merekrut Rifad. Beruntung bagi TIRA-Persikabo, mereka jadi pihak yang sukses mendapatkan tanda tangan sang pemain pada 2019 lalu.
Walau punya potensi untuk berkembang menjadi bek kanan terbaik, pemuda kelahiran 7 Juli 1999 ini juga harus membenahi semua kekurangannya.
Sebagai bek kanan, saat membantu serangan Rifad tentu memiliki opsi mengirim umpan silang. Sayangnya, kualitas dan akurasi umpan silangnya masih jauh dari kata sempurna.
Maka ia wajib melatih hal ini agar presensinya di sepertiga akhir bikin lawan semakin kebingungan dalam menjaganya. Sebab mereka akan menebak-nebak, apakah Rifad bakal mengirim umpan silang atau justru merangsek langsung ke area tengah.
Di luar itu, sikap temperamen dan kecerobohan yang acap dilakukan juga mesti ditekan. Jangan sampai ketika kalah berduel atau dikelabui lawan, ia kehilangan fokus. Alhasil, kecenderungan untuk melakukan pelanggaran yang dapat membahayakan tim bakal meningkat.
Jika sanggup mematangkan diri dengan sebaik-baiknya dan memiliki kemampuan yang semakin lengkap, Rifad tentu memiliki potensi untuk jadi andalan di level klub maupun timnas dalam satu setengah dekade ke depan.
Saya sendiri berharap, sosok setinggi 168 sentimeter ini memiliki ambisi besar dalam menjalani karier. Dengan begitu, ia takkan puas hanya merumput di Indonesia. Di masa depan, nama sang permata dari Tulehu justru mewangi di liga-liga top Asia. Semoga.