Sewaktu Ole Gunnar Solskjaer datang, perlahan ada beberapa apel busuk yang terlihat dari tumpukan apel (baca: skuad) di Manchester United.
Sebagai penjual (baca: pelatih) baru, tentu saja Ole ingin apel-apel busuk itu dibuang. Entah bagaiamana pun caranya.
Pada akhirnya, apel-apel busuk berwujud Alexis Sanchez, Romelu Lukaku, dan Ashley Young, sukses dibuang. Kebetulan, ada tim dari Italia yaitu Internazionale Milano yang berkenan menampung apel-apel busuk tersebut.
Usai melakukan hal itu, perlahan-lahan laju Manchester United menjadi lebih baik kendati belum jua meraup prestasi. Kondusivitas internal tim juga terjaga.
Era Ole memang terbilang unik dan berkebalikan dari rezim Louis van Gaal dan Jose Mourinho.
Ketika dua pelatih itu mampu mempersembahkan trofi kepada klub walau situasi internal tim acap terganggu oleh adanya masalah, Ole malah menikmati situasi internal yang adem ayem meski gagal menghadiahkan gelar.
Sayang, kegagalan memberi gelar itu membuat Ole dipaksa turun dari kursi kepelatihan Manchester United usai serentetan hasil jeblok.
Padahal ia dinilai sosok yang tepat buat menangani The Red Devils karena mengerti jeroan klub.
Selepas kepergian Ole, Michael Carrick sempat ditunjuk sebagai caretaker. Setelah itu, datanglah Ralf Rangnick sebagai juru taktik anyar.
Menginginkan trofi dari Rangnick jelas bukan hal bijak. Pasalnya, ia hanya akan menangani tim sampai pengujung musim 2021/2022. Setelah itu, Rangnick bakal menjadi konsultan klub.
Semua menyambut baik kedatangan pria 63 tahun itu karena dianggap sebagai pelatih revolusioner di Jerman dengan gaya bermain gegenpressing-nya yang khas.
Ia juga yang menjadi guru dari pelatih sekelas Julian Nagelsmann dan Thomas Tuchel, bahkan Jurgen Klopp pun terinspirasi dari Rangnick.
Memang tidak ada hal prestisius berupa gelar Liga Champions atau lainnya yang dapat dihasilkan Rangnick sepanjang karier. Namun, soal memoles dan membeli pemain muda dengan harga terjangkau, Rangnick adalah ahlinya.
Semua terlihat baik hanya dalam waktu singkat. Sejak sebulan menangani Manchester United, Rangnick menghadapi masalah internal karena menurut laporan Sky Sports, ada beberapa pemain yang kesulitan beradaptasi dengan formasi 4-2-2-2 andalannya.
Selain itu, Rangnick dinilai tidak bisa memainkan pemain terbaik yang bisa menerapkan formasinya. Gary Neville juga mempertanyakan kebersamaan skuad karena menurut legenda hidup klub itu, seperti ada yang tidak beres di kubu Manchester United.
Permasalahan tidak hanya sampai di situ, setelah Manchester United dipermalukan Wolverhampton dengan skor 1-0, banyak pemain yang merasa tidak puas dengan kepemimpinan Rangnick.
Setidaknya ada 11 pemain yang merasa tidak bahagia dan ingin pergi. Rangnick sempat menolak ketika ditanya tentang isu kisruh yang terjadi kepada anak asuhnya.
Puncaknya adalah kekecewaan dari pemain yang tidak terkesan dengan taktik yang diterapkan Rangnick. Mereka juga kecewa dengan kualitas staf pelatih yang dibawa pria berkacamata tersebut.
Adapun pemain yang tidak bahagia karena jarang dimainkan seperti Jesse Lingard, Eric Bailly, Anthony Martial, Donny van de Beek, dan Dean Henderson. Tampaknya, mereka adalah apel busuk di antara tumpukan apel pada era Rangnick.
Secara terbuka, Luke Shaw membuka suara. “Kami sudah berada di sini untuk waktu yang lama, mungkin malam ini (seusai melawan Wolverhampton) kami kesulitan. Saya merasakan ada ketidakbersamaan.”
Kejadian pelik ini mengingatkan kita dengan pernyataan aneh van Gaal dan Mourinho sekaligus menyadarkan ada yang terjadi.
“Memenangi Piala FA bersama Manchester United merupakan pencapaian terbesar saya,” kata van Gaal kepada De Telegraaf seperti dilansir oleh Goal.
Mourinho juga pernah mengeluarkan pernyataan tidak masuk akal. “Saya melihat salah satu pencapaian terbaik saya adalah mengakhiri musim di peringkat kedua bersama Manchester United di Premier League. Orang-oramg berkata bahwa saya gila. Sudah memenangkan 25 gelar di kancah profesional sebagai pelatih tetapi menyebut posisi kedua bersama The Red Devils adalah pencapaian terbaik. Saya mengatakan itu karena orang-orang tidak tahu apa yang terjadi di balik layar,” ucap Mourinho ketika ditanya beIN Sports seperti dilansir dari Liputan 6.
Ada sedikit perbedaan antara van Gaal dan Mourinho. Van Gaal mengaku kalau tekanan dari media Inggris begitu terasa dan mungkin saja ditambah dengan tekanan internal klub.
Sementara Mourinho merasa bahwa tekanan internal klub begitu tinggi. Dirinya sempat ribut dengan Paul Pogba.
Situasi demikian bahkan memantik keinginan gelandang asal Prancis itu buat minggat dari Stadion Old Trafford. Hanya saja, Mourinho yang malah pergi karena dipecat.
Keributan seperti ini kembali berlanjut pada era Rangnick karena banyak yang menganggap pemain telah dimanja saat Ole masih melatih.
Maka ketika mendapatkan pelatih bertipe keras serupa Mourinho, lagi-lagi apel busuk itu terlihat.
Konon, ada pertikaian yang meletup saat Manchester United ditahan imbang Aston Villa dengan skor 2-2 beberapa waktu lalu. Rangnick bersitegang dengan Martial.
Sang pelatih menyebut striker asal Prancis itu enggan dimainkan. Namun Martial menepis kabar tersebut lewat unggahannya di akun media sosial Instagram pribadi.
Pada bursa transfer musim dingin Januari ini, Martial akhirnya dipinjamkan ke klub asal Spanyol, Sevilla. Banyak fans The Red Devils senang dengan kabar tersebut.
Satu apel busuk sudah dibuang. Berikutnya, Rangnick mesti membuang apel-apel busuk lainnya. Dari sekian nama, Lingard dan van de Beek adalah figur yang memiliki peminat paling banyak.
Melepas mereka bisa menciptakan suasana yang lebih baik di ruang ganti. Dengan begitu, Rangnick dapat bekerja dengan lebih maksimal lagi buat mengatrol performa Manchester United.