Soal Pengaruh Brexit Terhadap Sepak Bola Inggris

Resmi sudah. Setelah menjalani referendum pada hari Kamis, 23 Juni 2016 waktu setempat, 51,9% rakyat Inggris Raya memilih untuk keluar dari keanggotaan Uni Eropa. Atas hasil ini, Pasal 50 Traktat Lisbon yang memuat soal keluarnya negara anggota dari Uni Eropa pun akhirnya teraplikasikan untuk pertama kalinya.

Pertanyaan pun kemudian mengemuka. Bagaimana dengan sepak bola Inggris? Bagaimana dampak keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa terhadap persepakbolaan negara tersebut?

Sebagai pembuka, keanggotaan asosiasi sepak bola Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara tidak akan terpengaruh di UEFA, karena memang tidak ada kaitannya antara keanggotaan sebuah negara di Uni Eropa dengan keanggotaan asosiasi sepak bola negara tersebut di UEFA.

Tidak semua anggota UEFA masuk ke dalam Uni Eropa (Turki, Rusia, Kosovo, Gibraltar, dan Israel, misalnya), meski semua asosiasi sepak bola negara anggota Uni Eropa masuk ke dalam keanggotaan UEFA.

Jadi, untuk ini, tim nasional Inggris, Skotlandia, Wales, serta Irlandia Utara masih dapat turut serta pada kompetisi antarnegara, dan klub-klub mereka pun masih akan mengikuti kompetisi antarklub.

Adapun, perihal yang berpotensi menimbulkan masalah adalah soal aturan izin kerja, di mana, dengan keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa maka ”free movement of labour” yang menjadi salah satu pilar Eurozone akan berhenti berlaku di Inggris.

Isi dari peraturan izin kerja pesepak bola di Inggris Raya itu isinya kurang lebih begini:

  • Seorang pemain yang berasal dari negara yang ada di 10 besar peringkat FIFA harus bermain di 30% total laga tim nasional selama dua tahun terakhir.
  • Pemain yang berasal dari negara peringkat 11-20 FIFA, maka persentasenya ditingkatkan menjadi 45%. Kemudian, 60% untuk peringkat 20-30, dan 75% untuk peringkat 31-50.

Ketika Inggris masih menjadi anggota Uni Eropa, pengecualian diberikan kepada pemain-pemain dari negara anggota organisasi supranasional tersebut. Dengan begini, maka peraturan izin kerja pesepak bola di Inggris Raya pun akan berubah.

Jika dulu, kebijakan (yang aslinya berfungsi sebagai kebijakan) proteksionis ini memasukkan negara-negara anggota Uni Eropa sebagai pengecualian, maka kini, sebagai negara non-Uni Eropa, pengecualian terhadap pemain dari negara anggota Uni Eropa ini pun tak ada lagi.

Gambarannya begini. Pemain-pemain seperti Dimitri Payet, N’Golo Kante, dan Anthony Martial, jika pengecualian terhadap negara anggota Uni Eropa dihapuskan, maka mereka akan terhitung “tidak layak” karena ketika bergabung dengan West Ham United, Leicester City, dan Manchester United, ketiga pemain tersebut bukan anggota reguler tim nasional Prancis.

Sebagai tambahan, legenda-legenda Liga Primer seperti Cristiano Ronaldo, Thierry Henry, dan David Ginola pun tidak akan mendapat izin kerja jika pengecualian atas anggota Uni Eropa tidak ada.

Pun demikian dengan pemain seperti Philippe Coutinho yang ketika dibeli Liverpool dari Internazionale bukan anggota reguler timnas Brasil. Coutinho lolos dari seleksi izin kerja karena ia memiliki paspor Italia.

Diego Costa juga begitu. Sebagai pemain kelahiran Brasil, ia belum pernah memperkuat tim nasional Brasil ketika dikontrak Chelsea dari Atletico de Madrid. Costa mendapat izin kerja karena paspor Spanyol yang ia pegang.

BACA JUGA:  Jangan Khawatir, Liverpool!

Jika kenyataannya seperti ini, maka klub-klub Liga Inggris pun hanya akan boleh mendatangkan pemain-pemain kaliber tertinggi, yang sudah matang, dan jelas akan berharga selangit. Kesempatan untuk mengontrak pemain potensial seperti N’Golo Kante atau Riyad Mahrez akan musnah.

Meski begitu, hal ini tentu belum final, karena bisa saja akan ada peraturan baru yang dibuat demi menjaga level kompetisi sepak bola Inggris, khususnya Liga Primer.

Besarnya uang yang terlibat di Liga Primer Inggris jelas tidak bisa diabaikan begitu saja karena baik langsung maupun tidak langsung, para pekerja pribumi pun akan terkena imbasnya pula.

Selain itu, para pesepak bola impor ini merupakan labour with special skills yang tidak bisa disamakan dengan buruh migran murah (yang dijadikan musuh bersama oleh para Brexiters).

Jumlah pajak dan pengeluaran yang dikeluarkan para pesepak bola asing tersebut akan berkontribusi yang tak sedikit pada perekonomian Inggris. Mereka yang sudah terlanjur bermain untuk klub Liga Primer pasti akan mati-matian dipertahankan, kecuali mungkin Mario Balotelli.

Kemudian, yang menjadi masalah berikutnya adalah soal pemain muda. Dalam peraturan FIFA soal transfer pemain, pasal 19 menyebutkan bahwa transfer internasional (antarnegara) hanya boleh terjadi jika sang pemain berusia 18 tahun atau lebih. Ada tiga pengecualian untuk hal ini, yakni:

  • Jika orang tua si pemain ikut pindah dengan alasan yang tak berkaitan dengan sepak bola.
  • Jika si pemain berdomisili paling jauh 100 km dari markas klub dengan hitungan seperti ini: si pemain tinggal di radius 50 km dari batas antarnegara dan markas klub juga terletak dalam radius 50 km.
  • Transfer terjadi antara negara anggota Uni Eropa dan Eurozone di mana si pemain harus berusia 16-18 tahun.

Dalam hal ini, pemain-pemain seperti Gerard Pique, Hector Bellerin, dan Adnan Januzaj  jelas tidak akan boleh bergabung ke klub Liga Inggris karena mereka bergabung pada usia di bawah 18 tahun. Besar kemungkinannya bahwa talenta-talenta muda potensial seperti ini akan “dicuri” terlebih dahulu oleh klub-klub besar lain dari negara Uni Eropa.

Meski demikian, sekali lagi, bisa jadi akan ada aturan baru yang memungkinkan klub-klub Liga Inggris untuk membajak para pemain muda ini untuk kemudian diorbitkan ke tim senior.

Berikutnya, soal pemain bebas transfer. Meski Aturan Bosman (Bosman Ruling) merupakan putusan European Court of Justice, aturan ini telah diadopsi oleh FIFA sebagai peraturan yang sah, dan bisa diaplikasikan di semua negara anggota FIFA. Namun, kendalanya tetap sama, yakni apakah pemain yang terlibat memenuhi syarat untuk mendapatkan izin kerja atau tidak.

Terakhir, soal nilai Liga Primer, khususnya, sebagai sebuah merek sekaligus salah satu ekspor budaya terbesar dari Inggris. Chairman Liga Primer, Richard Scudamore, secara gamblang sudah mengutarakan keinginannya agar Inggris Raya tetap berada di Uni Eropa.

BACA JUGA:  Sheriff Tiraspol: Jawara dari Kultur Timur Sungai Dniester

Scudamore beranggapan bahwa keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa akan terlihat sebagai pertanda bahwa Inggris tak lagi terbuka soal bisnis dan kepercayaan pasar akan menurun.

Hasilnya pun sudah terlihat. Sejak hasil pemungutan suara yang memilih keluar memimpin, nilai mata uang Inggris, poundsterling, ambruk. Nilai 1 poundsterling kini hanya bernilai 1,33 dolar Amerika, di mana nilai ini merupakan nilai terendah sejak 1985.

Nilai ini merupakan penurunan sebesar 11% dari nilai sebelumnya, yakni 1,50 dolar Amerika. Bank of England bahkan memprediksi penurunan sampai 20% (sekitar 1,20 dolar Amerika).

Saat ini, nilai hak siar Liga Primer bernilai 8,3 miliar poundsterling di mana sekitar 3,16 miliar poundsterling di antaranya merupakan hasil berjualan di luar negeri, termasuk negara-negara Uni Eropa.

Ada kekhawatiran bahwa nilai jual Liga Primer di negara-negara Uni Eropa akan berkurang karena jika nantinya para pemain dari negara Uni Eropa semakin sedikit di Liga Primer, alasan menonton Liga Primer bagi para penduduk negara-negara ini pun akan berkurang, rating menurun, dan nilai jual pun akan demikian.

Meski sisi negatifnya terlihat lebih banyak, namun keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa ini bisa pula dijadikan momentum untuk membentuk dan memberi kesempatan pada talenta-talenta lokal, meski secara pribadi, saya meragukan hal ini.

Sebabnya adalah, sudah jadi rahasia umum jika keberadaan talenta-talenta kontinental (sebutan bagi para pemain non-Britania) ini membantu perkembangan sepak bola Inggris secara keseluruhan, baik secara taktikal maupun kultural.

Dengan banyaknya “pengaruh asing” yang cara bermain sepak bolanya lebih modern saja, perkembangan sepak bola Inggris Raya masih begitu-begitu saja, apalagi kalau dibatasi?

Argumen di atas memang dapat dengan mudah dibantah karena situasi jelas masih bisa berubah drastis. Bisa saja nanti apabila jumlah pemain asing dibatasi, kesempatan bermain pemain lokal menjadi lebih banyak, dan akhirnya tim nasional Inggris, khususnya, akan lebih bisa berbicara banyak.

Syaratnya memang banyak dan sulit, mengingat progresi perkembangan sepak bola di negara-negara lain terus berjalan maju, tetapi hal ini bukannya tidak mungkin.

Pada akhirnya, situasi ini jelas belum final, dan saya percaya bahwa otoritas sepak bola Inggris akan bertindak untuk mengakali kendala ini. Regulasi izin kerja masih bisa berubah, dan demikian pula dengan regulasi rekrutmen pemain muda. Apabila masalah ini bisa dicari jalan keluarnya, maka kekhawatiran Richard Scudamore tidak perlu sampai terbukti sepenuhnya.

Lagipula, proses pengunduran diri dari Uni Eropa bakal memakan waktu yang tak sebentar, mengingat segala keputusan juga harus melibatkan negara anggota lain.

Prancis dan Jerman, yang sudah mulai ketar ketir akan munculnya gerakan sayap kanan, pasti akan mempersulit proses ini, karena mereka tentu tidak mau apa yang terjadi di Ingggris terjadi pula di negara mereka.

Ah, ada-ada saja memang Inggris ini.

 

Komentar
Punya fetish pada gelandang bertahan, penggemar calcio, dan (mencoba untuk jadi) storyteller yang baik. Juga menggemari musik, film, dan makanan enak.