Tak Ada Turnamen Pra-Musim di Indonesia

Usai vakum cukup lama akibat ketidakjelasan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan PT. Liga Indonesia Baru (LIB) dalam menentukan nasib kompetisi, denyut sepakbola di negeri pertiwi kembali terdengar dengan adanya turnamen pra-musim Piala Menpora 2021.

Dihelat sejak 21 Maret lalu, ajang yang diselenggarakan di empat kota yakni Bandung, Malang, Sleman, dan Solo ini akhirnya sampai ke babak puncak.

Dua kesebelasan top tanah air sekaligus rival bebuyutan, Persib dan Persija, akan beradu kekuatan dalam sepasang laga final, leg pertama pada 22 April di Stadion Maguwoharjo dan leg kedua pada 25 April di Stadion Manahan.

Ada begitu banyak hal yang terjadi sepanjang kejuaraan yang notabene cuma turnamen pra-musim ini.

Misalnya saja penerapan protokol kesehatan yang cukup ketat karena ajang ini menjadi penilaian apakah Liga 1 (beserta kompetisi di bawahnya) dan Piala Indonesia bisa digelar selama pandemi.

Lalu ada juga pemain-pemain muda yang mencuat seperti Assanur Rijal, Frets Butuan, Koko Ari Araya, dan Pratama Arhan. Hasil-hasil yang di luar dugaan dan gol-gol indah yang tercipta.

Selain peristiwa-peristiwa apik tersebut, banyak juga nilai minus yang terlihat dari Piala Menpora kali ini.

Lagi-lagi kinerja wasit menjadi sorotan. Selain itu, cara main klub-klub peserta dinilai masih kental dengan gaya keras. Pun dengan suara chant di televisi yang sempat menimbulkan keriuhan. Ada juga kasus ketidakpuasan penonton terhada kualitas siaran dan komentator.

Di luar itu semua, saya tertarik dengan label turnamen pra-musim yang disandang Piala Menpora kali ini. Seperti yang kita sama-sama ketahui, sebelumnya juga ada sejumlah kejuaraan pra-musim di tanah air.

Antara lain Piala Presiden, Piala Gubernur Jawa Timur, Inter Island Cup, dan lain sebagainya. Semua kejuaraan itu diselenggarakan jelang bergulirnya kompetisi liga.

Tujuannya? Tentu saja mematangkan permainan seluruh peserta yang akan turun di liga. Memberi kesempatan pada para penggawa baru untuk beradaptasi. Hingga kesempatan bagi pelatih untuk mencoba berbagai alternatif strategi.

BACA JUGA:  Timnas Indonesia: Tak Ada Piala Dunia, Piala Asia pun Jadi

Tidak ada yang salah dengan itu semua. Namun jika kita berkaca pada kompetisi serupa di luar negeri, esensi turnamen pra-musim di Indonesia justru berbeda. Utamanya dari sisi prestise.

Sudah menjadi rahasia umum jika level keseriusan klub-klub yang bermain di turnamen pra-musim begitu tinggi.

Banyak yang memasang target juara demi memuaskan fans, seperti itu klaimnya.

Terlebih, dana segar yang didapat dari ajang ini jumlahnya lumayan. Kesebelasan yang turun pun enggan kehilangan pemasukan dari sini.

Karena alasan itu pula, klub-klub yang berlaga selalu menurunkan skuad terbaiknya.

Bahkan ada yang jarang melakukan rotasi. Mereka selalu menurunkan skuad bintangnya demi kans melaju sejauh mungkin di ajang ini.

Sorotan mengenai turnamen pra-musim di Indonesia juga eksepsional, baik dari media maupun suporter. Tak heran jika tekanan bagi klub ikut meninggi.

Fans umumnya ingin klub kesayangan mereka selalu bermain baik dan menang. Ada performa yang tidak memuaskan dari tim baik secara individual maupun kolektif, hujan kritik akan segera muncul.

Malah di sejumlah momen, fans dengan begitu entengnya menulis seruan di media sosial agar pelatih tim dari klub kesayangannya dipecat.

Mereka berduyun-duyun menggunakan tanda pagar tertentu di media sosial guna mendorong klubnya memberhentikan sang juru taktik.

Padahal, bermain di turnamen pra-musim harusnya tak menghadirkan tekanan seekstrem itu.

Sebaliknya, di momen inilah pelatih bisa mencoba segala hal tanpa terbebani apapun sehingga kala bertempur di liga nantinya, penampilan tim semakin matang dan konsisten.

Begitu pula dengan kritikan terhadap pemain tertentu yang acap muncul. Pemain A dinilai tidak memperlihatkan kelasnya padahal memiliki nilai kontrak yang besar.

Bahkan, ada banyak fans yang gemar membanding-bandingkannya dengan pemain B yang kebetulan di turnamen pra-musim ini menampilkan aksi yang bagus.

BACA JUGA:  PSIS Harus Menemukan Konsistensinya

Fans seakan alpa bahwa turnamen pra-musim adalah saat-saat di mana para pemain memanfaatkannya untuk menyempurnakan fisik dan membiasakan diri dengan atmosfer laga resmi. Hal yang tak mungkin didapat dari sesi latihan.

Lebih jauh, ada kultur yang sangat melekat dalam diri kita, penggemar sepakbola Indonesia.

Jika tim kesayangannya jadi kampiun di turnamen pra-musim, kebanggaan dan gengsinya sama seperti menjuarai liga atau piala domestik.

Akan ada arak-arakan di kota asal klub pemenang dan dihadiri ribuan fans. Pemandangan serupa takkan pernah kita temui di negara lain sebab turnamen pra-musim tak pernah memiliki gengsi yang sama dengan liga atau piala domestik.

Alhasil, esensi awal dari turnamen pra-musim pun menjadi salah kaprah. Ada baiknya, klub-klub yang bertanding maupun fans dari klub tersebut memiliki sikap yang sama perihal turnamen pra-musim.

Apapun yang terjadi, entah itu menyenangkan atau tidak, adalah sebuah pembelajaran yang penting guna menatap kompetisi yang sesungguhnya. Segalanya dipertaruhkan di sana, bukan di turnamen pra-musim.

Jadi jangan buru-buru kesal, melontarkan sumpah serapah hingga memenuhi linimasa dengan tanda pagar #NamaPelatihOut.

Bukankah dalam sepakbola selalu ada proses untuk membangun kekuatan? Atau pada dasarnya, kita, penggemar sepakbola Indonesia memang lebih suka hal-hal berbau instan?

Tim harus dibangun dengan cepat. Pemain kudu lekas padu dengan rekannya. Strategi pelatih tak boleh salah dan masih banyak lagi tuntutannya.

Kalau realitanya begitu, ya, judul artikel ini menggambarkan keadaan yang sebenarnya bahwa di Indonesia, tak ada yang namanya turnamen pra-musim.

Tak percaya? Lihat saja bagaimana riuhnya linimasa media sosial selepas laga di Piala Menpora, lebih-lebih pasca-final nanti.

Semua kejuaraan di tanah air yang melibatkan klub-klub profesional harus dihadapi dengan penuh keseriusan demi gengsi semata.

Komentar
Penggemar Inter dan penikmat sepakbola Indonesia. Apapun klub yang bermain terutama di Liga 1 selalu saya tonton di saat gabut. Bisa disapa di akun Twitter @nrndrahrndhto.