Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, sempat mengatakan bahwa salah satu ciri khas Gresik adalah sepak bola. Penulis sepakat dengan itu. Bahkan, kalau boleh usul ke bupati terpilih di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bulan depan, tagline Gresik perlu diubah. Tak lagi “Gresik Kota Santri” tapi jadi “Gresik Kota Sepak Bola”.
Ya, selain karena sepak bola adalah trademark dari Gresik, alasan lainnya tentu fakta bahwa Gresik tak lagi nyantri.
Ultras Gresik
Coba tanyakan ke orang kebanyakan, apa yang mereka ketahui ketika mendengar “Gresik”. Jawabannya tak akan jauh-jauh dari industri atau yang berhubungan dengan pabrik-pabrik yang setiap hari memberikan “sampah” untuk orang Gresik dan sekitarnya.
Yakin, mereka akan melupakan dua waliyullah dan lebih tahu Gresik sebagai penghasil limbah pabrik terbesar di Jawa Timur (Jatim).
Orang-orang lupa atau bahkan tidak tahu, bahwa di Gresik ada klub sepak bola. Klub yang menjadi buah bibir kala menjuarai Liga Indonesia 2001/2002.
Klub yang berakar dari kekesalan akan pemerintah ini, menjadi klub Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertama yang menjuarai Liga Indonesia. Ya, Petrokimia Putra Gresik.
Katanya, lahir karena saat itu pemerintah tidak memberikan penghargaan yang layak setelah dalam beberapa waktu menyusui klub tertua di Gresik, Persegres Gresik. Ah, lupakan. Toh ya klub-klub tadi sudah “meninggal”. Eh, tapi bukannya Persegres reinkarnasi? Ah sudahlah.
Di Gresik pula lahir sebuah suporter. Suporter yang namanya ng-italia ini menjadi satu-satunya kelompok suporter di Gresik. Meskipun sekarang muncul kelompok-kelompok kecil yang sok tak tahu kalau di Gresik ada klub sepak bola.
Jujur, penulis enggan mengulas tentang sejarah Ultras Gresik, meski jadi bagian di dalamnya. Selain karena namanya yang sok ng-italia, penamaan Ultras Gresik juga terpengaruh dari kelompok suporter di Italia. Yaitu Laziale. Oh my God, why i must f**king call it. Anda mungkin sudah bisa menebak saya pendukung klub Italia bagian mana.
Pada mulanya Ultras Gresik dibentuk oleh 13 orang. Ketika itu, 13 orang ini sedang melakukan awaydays ke Surakarta pada 5 November 1999. Saat itu, salah satu dari mereka yang bernama Luki, memberi nama bagi rombongan tadi “Ultras”. Ultras sendiri memiliki arti Ulah, Terampil, dan Rasional. Jadilah tanggal 5 November dijadikan tanggal resmi berdirinya Ultras Gresik.
Ultras Gresik dan pudak ala Gresik
Mungkin nama Ultras Gresik terlalu asing di telinga kalian yang sedang membaca tulisan ini. Mungkin Ultras Gresik tak setenar Bonek atau Aremania. Selain karena Ultras Gresik jarang masuk media mana pun karena adanya aksi kekerasan, vandalisme, dan kerusuhan, Ultras Gresik juga masih muda. Usianya sekarang belum bisa punya Kartu Tanda Penduduk (KTP), cak. Plus, Ultras Gresik kalah seksi dibandingkan Cita Citata.
Ultrasmania dan Gresik sudah menjadi satu kesatuan. Meskipun identitas Ultras Gresik tak sekental Aremania di Malang ataupun Bonekmania di Surabaya. Tapi percayalah, bahwa Ultras Gresik adalah representasi dari Gresik itu sendiri.
Silakan tanya ke suporter di Indonesia, di manakah tempat ternyaman dan teraman ketika kalian awaydays? Saya haqqul yaqin, Gresik salah satu tempatnya. Kami tak punya musuh. Musuh kami hanya rasa lelah dan uang.
Di saat ada dua suporter berkonflik, posisi kami jelas. Tidak memihak. Mungkin pendiri Ultras saat itu terinspirasi dari Gerakan Non Blok ala Bung Karno. Ya meski kita tahu saat itu Bung Karno tidak sepenuhnya netral.
Ultras Gresik hidup karena gotong royong. Ultras Gresik hidup di atas sokongan dana dari seluruh elemen sepak bola, baik itu suporter, klub, dan sponsor. Sudah menjadi kewajiban bagi seluruh anggota Ultras Gresik yang terbagi dalam korwil-korwil untuk menghidupi Ultras Gresik. Bukan hidup dari Ultras Gresik.
Klub juga memiliki andil dalam setiap aktivitas Ultras Gresik. Kelompok suporter ini tidak bisa dipisahkan dengan Petrokimia Putra. Ada simbiosis mutualisme di antara keduanya. Pun di era Persegres sekarang. Ada bunga-bunga sosial yang menghidupi Ultras Gresik.
Nah, ini yang unik. Ultras Gresik juga mendapat uluran tangan dari pihak ketiga atau sponsor. Saya enggan menyebut merek. Yang jelas produknya punya warna yang sama, kuning.
Bagaikan pudak yang hanya ada di Gresik, keunikan tadi hanya dapat ditemui di Gresik. Ya, saling melengkapi-lah. Kalau pudak adalah ciri khas Gresik dari sisi makanan, maka Ultras Gresik, ciri khas Gresik dari sisi hiburan.
Kuning dan pelangi yang Indah
Saya berani menyebutkan bahwa masa kejayaan Ultras Gresik ini sudah habis. Ultras telah menyabet gelar suporter terbaik di Jawa Timur pada saat gelaran Piala Gubernur Jatim edisi pertama. Ultras juga dinobatkan sebagai suporter paling kreatif versi SIWO-PWI.
Kalau boleh saya bilang, bahwa Ultras Gresik terlena akan gelar tersebut. Saat ini, Ultras sedang mati suri. Mati dan entah kapan bangun lagi.
Dulu, Ultras Gresik jauh lebih kritis dan peduli dibanding sekarang. Dulu, andaikan Ultras Gresik tidak turun ke jalan dan memaksa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik mengambil alih urusan sepak bola, saya yakin tak akan ada Gresik United atau bahkan stadion aneh bin ajaib yang menimbulkan polemik.
Saat ini secara kasat mata memang Ultras Gresik masih ada, hidup, dan berkeliaran. Tapi secara jiwa, Ultras Gresik masih tidur, mati, atau kalian pilih kata sendiri yang lebih pas. Ultras Gresik masih ribut mengenai urusan tribun mana yang akan digunakan untuk beraksi, ketimbang memikirkan bagaimana nasib Ultras Gresik akan dibawa ke depannya.
Persoalan tribun mestinya sudah tuntas sejak jauh-jauh hari. Tapi itu tak terlaksana karena kita masih sibuk mempertahankan ego daripada mengendurkan urat demi membangun Ultras Gresik.
Saya percaya Ultras Gresik akan reinkarnasi di kemudian hari. Entah sampai kapan saya harus menunggu. Mungkin saat itu saya bersama Ariel Tatum sudah menjalin rumah tangga dan bahagia dengan dua anak yang lucu-lucu. Atau mungkin saya saat itu sudah punya cucu. Entahlah, yang pasti saya percaya bahwa Ultras Gresik akan kembali bersinar.
Umur 16 tahun merupakan saat-saat remaja menjelang dewasa. Setahun lagi, Ultras Gresik bisa dapat KTP. Artinya, Ultras Gresik harus siap melaju sendiri tanpa ada arahan dari siapa pun. Artinya, Ultras Gresik telah memiliki identitas yang menandakan bahwa kelompok suporter ini hidup dan mewarnai kehidupan masyarakat Gresik serta persepakbolaan tanah air.
Tentunya 16 tahun bukan waktu yang sebentar. Selama 16 tahun pula, aku, kamu, dan kita semua merasakan suka duka menjadi suporter di Gresik. Susahnya menjadi minoritas dan ditekan oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkan kita.
Saya sempat berbincang melalui Facebook dengan Cak Muharom, Ketua Umum (Ketum) Ultras. Beliau ingin melanjutkan perjuangan para pendiri Ultras Gresik. Beliau sebagai ketua ingin menjaga nama Ultras Gresik.
Beliau juga ingin menumbuhkan rasa cinta kepada Gresik United. Beliau pun ingin agar Ultras Gresik bisa menjaga hubungan baik antarsesama suporter dan kelompok suporter lain, sesuai dengan motto Ultras Gresik “Alangkah Indahnya Bersatu”.
Saya pribadi tak ingin muluk-muluk, keinginan saya cuma satu. Jangan ada yang memanfaatkan Ultras Gresik untuk kepentingan yang sifatnya pribadi atau politik praktis. Jangan ada yang hidup dari Ultras Gresik. Kalau bisa, hidupilah Ultras Gresik. Ah iya, saya juga ingin Ultras Gresik bisa lebih hebat dibanding sebelum-sebelumnya.
Selamat ulang tahun Ultras Gresik. Pelangi tak akan sempurna tanpa warna kuning. Jangan pernah ragu menerangi langit Gresik dengan kilauan cahaya berwarna kuning. Tonjolkan warna kuning kita. Eson bangga dadi arek Gresik.