Persib Bandung kembali menelan kekalahan di Kalimantan Timur. Maung Bandung- julukan Persib, ditekuk oleh tuan rumah Mitra Kutai Kartanegara (Kukar) dengan skor tipis 1-0, melalui gol yang dicetak oleh Carlos Raul. Kekalahan ini merupakan yang kedua kalinya dialami Persib selama berkompetisi di Piala Presiden 2015.
Seakan sudah menjadi sebuah kebiasaan bahwa tur ke Kalimantan jarang menemui hasil positif, hampir sama dengan yang terjadi apabila Persib melakukan tur ke bumi Papua. Rekor pertemuan Persib melawan tim Kalimantan Timur di kandangnya sendiri pun tidak terhitung mengesankan, selama dua tahun terakhir Persib menelan 4 kekalahan dan satu hasil imbang. Menandakan bahwa Maung masih selalu kesulitan untuk bermain di Kalimantan Timur.
Penulis sendiri memiliki pengalaman tersendiri kepada provinsi yang dianggap merupakan paling maju di pulau Kalimantan tersebut. Sekitar bulan Maret hingga Mei pada tahun 2015 ini, saya termasuk ke dalam bagian program yang diusung oleh federasi negeri ini terkait pengembangan dari asosiasi sepak bola daerah. Bersama sekitar tiga puluh orang lain, dikirim ke seluruh provinsi di Indonesia, kebetulan penulis sendiri ditugaskan di Kalimantan Timur.
Setelah mendapatkan pelatihan termasuk mengikuti semacam sebuah rapat akbar yang diusung federasi, di mana saat itu pelatih tim nasional Indonesia saat ini Pieter Huistra juga hadir sebagai pembicara, sekitra akhir bulan April saya bertolak ke Kalimantan Timur, melalui Bandara Husein Sastranegara, dengan tujuan Bandara Sultan Aji Seppingan di Balikpapan.
Tugas dari federasi tidak hanya memantau infrastruktur sepak bola yang dimiliki oleh daerah tersebut, tetapi juga menginventaris dengan niatan nantinya apabila ada kekurangan atau permasalahan bisa dengan cepat ditangani oleh federasi. Karena sebulan setelah kedatangan saya, Huistra, yang kala itu menjabat sebagai direktur teknik federasi akan melakukan kunjungan.
Infrastruktur sepak bola yang dimaksud antara lain adalah stadion sepak bola, lapangan sepak bola, kompetisi klub amatir dan sekolah sepak bola. Selama di Kalimantan Timur, saya lebih banyak berdiam di ibu kota Provinsi, Samarinda, karena memang kebetulan penginapan yang menjadi akomodasi penulis berada di sana, serta asosiasi provinsi Kalimantan Timur bertempat di kota tepian sungai Mahakam tersebut.
Selama di Kalimantan Timur, Saya mengunjungi beberapa stadion yang berada di Kalimantan Timur, termasuk Stadion Segiri, Stadion Madya Sempaja, Stadion Utama Palaran. Melihat kondisi lapangan yang ada di sana, dan sekolah-sekolah sepak bola yang berisikan calon pesepak bola terbaik Kalimantan Timur, jujur saya sangat terkesan selama berada di sana, bukan saja karena perjalanan tersebut merupakan kesempatan pertama saya berkunjung ke pulau Borneo, tetapi juga karena nuansa sepak bola di provinsi ini mengingatkan saya kepada daerah asal dan tempat tinggal saya sekarang ini, kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Dan selama di sana saya mengerti mengapa Persib bisa sangat kesulitan ketika bermain di Kalimantan Timur. Ada beberapa hal yang membuat penulis akhirnya tersadarkan kenapa Maung Bandung sulit mengaum di bumi Mahakam.
Kalimantan Timur memiliki stadion sepak bola yang tidak hanya baik secara kapasitas tetapi juga bisa menghadirkan nuansa sepak bola yang luar biasa, ada Stadion Segiri dan Stadion Aji Imbut, yang terkadang keadaan yang hampir serupa terjadi ketika Stadion Si Jalak Harupat dipenuhi oleh bobotoh saat Persib bertanding.
Ada beberapa tokoh daerah yang memiliki kecintaan besar terhadap sepak bola dan selalu melakukan yang terbaik untuk kemajuan sepak bola Kalimantan Timur. Said Amin, Yunus Nusi dan jelas yang menjadi bahan pembicaraan akhir-akhir ini karena reaksinya yang emosional pasca-pertandingan Persib berhadapan dengan Pusamania Borneo FC, sang presiden klub Nabil Husein. Semuanya memilki passion terhadap sepak bola hampir serupa dengan H. Umuh Muchtar, Dedi Mulyadi dan Glen Sugita.
Ada Kabupaten Penajam Paser, yang mirip dengan Kabupaten Garut yang mencetak calon calon bintang muda.
Mitra Mania (MitMan) dan Pusamania selalu membuat saya teringat bagaimana atraktifnya Bobotoh ketika Persib sedang berlaga.
Lupakan semua mengenai konspirasi wasit yang memihak, isu suap, hingga teror penonton. Persib selalu sulit meraih kemenangan di Kalimantan Timur dikarenakan Persib seakan bertemu dengan cerminan diri sendiri ketika melawat ke sana. Seperti melawan diri sendiri, dan yang seperti kita tahu, musuh terbesar bukanlah lawan yang ada di hadapan kita, melainkan diri kita sendiri.
Mas Samsul, staf asosiasi provinsi yang menjadi pemandu saya selama di sana bahkan berkali-kali menyebutkan bahwa Kalimantan Timur sangat menjadikan Jawa Barat sebagai role-model, terutama klub asal daerah penghasil batubara ini menjadikan Persib sebagai acuan, tidak hanya dari segi prestasi tetapi juga manajemen.
Pendapat hampir serupa dilontarkan oleh presiden klub Pusamania Borneo FC, Nabil Husein yang mengatakan bahwa Persib (dan Arema) menjadi inspirasi dirinya membuat klub di kota kelahiranya, Samarinda.
Mungkin saya memang belum mengenal Kalimantan Timur lebih dalam lagi. Bisa jadi saat ini Kalimantan Timur masih berada di bawah Jawa Barat dari segi sepak bola, mungkin saat ini baik PBFC, Persiba Balikpapan dan Mitra Kukar masih belum bisa berada di tingkat yang sama dengan Persib. Namun bukan tidak mungkin, apabila progess ini diteruskan, seluruh potensi berhasil dimaksimalkan. Bukan tidak mungkin Kalimantan Timur akan berada di level yang sejajar atau bahkan lebih tinggi dibandingkan Jawa Barat.
Bahkan bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan kita bisa melihat juara Liga Super Indonesia yang berasal dari Kalimantan. Dengan catatan, apabila dalam waktu kedepan Liga akan digulirkan.