Analisis Chelsea 1-3 Liverpool: Build-up dan Pressing Liverpool, Celah Antarlini Chelsea, dan Christian Benteke

Chelsea-Liverpool starting line up
Chelsea-Liverpool starting line up

Babak pertama

Chelsea tampil dengan pola dasar 4-2-3-1 menghadapi Liverpool yang lebih condong ke pola dasar tanpa penyerang 4-2-4-0, yang dikombinasi dengan 4-2-3-1 sebagai bentuk dasar awal fase bertahan. Kedua tim sama-sama melakukan pendekatan asimetris dalam fase serangnya. Oscar, gelandang kiri The Blues, bermain lebih narrow (menyempit ke tengah) ketimbang yang dilakukan oleh Willian dari sisi kanan. Philippe Coutinho, gelandang kiri Liverpool, lebih banyak mengambil posisi di sekitar half-space dan center ketimbang yang dilakukan oleh James Milner, gelandang kanan Liverpool. Perbedaan antara Chelsea dengan Liverpool adalah pada penugasan area kerja bagi no. 9. Diego Costa, penyerang Chelsea, lebih banyak bermain di depan, sebagai ujung tombak, ketimbang rata-rata pengambilan posisi yang dilakukan oleh Roberto Firmino yang banyak dropped-deep untuk menciptakan space bagi gelandang serang Liverpool. Sikap bermain yang diambil oleh Firmino merupakan salah satu ciri false 9 yang membuat tim asuhan Jürgen Klopp seakan-akan bermain dalam pola dasar tanpa penyerang.

Pertahanan Liverpool

Dalam banyak skema normal, Liverpool menampilkan 4-2-3-1 sebagai pola pressing fase pertama. Roberto Firmino menjadi presser awal yang memberikan pressure pada kedua bek tengah Chelsea. The Reds tampak memainkan man-oriented zonal marking dalam pressing awal ini. Man-oriented zonal marking bukanlah man to man marking. Dalam man-oriented, pemain tim bertahan (baru) akan melakukan penjagaan perorangan pada pemain lawan yang masuk dalam wilayah kerjanya (saja), bukan seperti man to man marking yang mana satu pemain bertahan menjaga pemain lawan yang sama sepanjang pertandingan. Contoh sederhana bisa dilihat dalam grafis ilustratif di bawah.

Grafis ilustratif pressing awal Liverpool terhadap build-up fase pertama Chelsea. Firmino melakukan pressure kepada kedua bek tengah Chelsea dan mengarahkan bola untuk digulirkan ke sisi kiri dengan cara menutup jalur umpan John Terry ke Gary Cahill yang berada di half-space kanan. Ketika bola tiba di kaki Cesar Azpilicueta, James Milner yang area kerjanya “bertabrakan” dengan Cesar, akan segera menaikan intensitas pressing untuk menjebak (https://arsenalskitchen.wordpress.com/2015/08/27/arsenal-0-v-0-liverpool-berbagi-babak/ Cesar) Chelsea di touchline kanan sementara Adam Lallana dan Coutinho melakukan penjagaan kepada kedua no. 6 Chelsea, yaitu Jon Obi Mikel dan Ramires. Emre Can menempel Eden Hazard dan Lucas Leiva menjadi free-player yang berfungsi sebagai pressing-cover di area kanan Liverpool.
Grafis ilustratif pressing awal Liverpool terhadap build-up fase pertama Chelsea. Firmino melakukan pressure kepada kedua bek tengah Chelsea dan mengarahkan bola untuk digulirkan ke sisi kiri dengan cara menutup jalur umpan John Terry ke Gary Cahill yang berada di half-space kanan. Ketika bola tiba di kaki Cesar Azpilicueta, James Milner yang area kerjanya “bertabrakan” dengan Cesar, akan segera menaikan intensitas pressing untuk menjebak Chelsea di touchline kanan sementara Adam Lallana dan Coutinho melakukan penjagaan kepada kedua no. 6 Chelsea, yaitu Jon Obi Mikel dan Ramires. Emre Can menempel Eden Hazard dan Lucas Leiva menjadi free-player yang berfungsi sebagai pressing-cover di area kanan Liverpool.

Bentuk build-up Chelsea yang sering kali menempatkan enam pemain paling belakang dalam struktur yang saling berdekatan dan berposisi terlalu dalam membuka peluang Liverpool untuk memaksimalkan skema pressing mendasar semacam ini. Sering kali Liverpool mampu menjepit pemain Chelsea di satu sisi flank, di sepertiga awal Chelsea, dengan menciptakan superioritas jumlah 3v2 yang memaksa bola dilambungkan, oleh pemegang bola Chelsea, jauh ke depan. Liverpool meresponnya dengan baik dengan berusaha menempatkan bek sayap atau no. 6 untuk merespon bola yang jatuh di intermediate-defense, di half-space atau flank.

Dalam tatanan teoritis maupun praktis, cara penjagaan man to man marking maupun man-oriented zonal-marking memiliki satu kelemahan alami. Yaitu, sering kali pemain bertahan melakukan penjagaan dalam situasi 1 lawan 1. Kelemahannya adalah kalau pemain yang dijaga mampu meloloskan diri, covering di belakangnya lemah atau bahkan tidak ada. Ini yang menjadi salah satu alasan Chelsea mampu menciptakan gol pertama. Selain tentunya, kita pun patut mengapresiasi pandainya Cesar Azpilicueta masuk ke space di belakang bek kanan Liverpool serta timing tepat pergerakan vertikal Ramires ke dalam kotak 16.

Skema bertahan Liverpool, terutama fase transisi bertahan, kedua no. 6-nya difungsikan sebagai penahan serangan balik cepat Chelsea. Contoh, saat Mamadou Sakho melakukan switch-play kepada bek kanan Liverpool yang berada di sepertiga awal Chelsea lantas Chelsea mampu merebut bola, kedua no. 6 Liverpool yang akan melakukan shifting terlebih dahulu. No. 6 terjauh menutup jalur umpan ke tengah sementara no. 6 terdekat pada bola menutup half-space sekaligus memberikan cover di sekitar sisi kanan pertahanan Liverpool di sepertiga tengah. Dengan ini, Liverpool tidak perlu fall back terlalu segera. Keduanya juga tidak melakukan pressing dengan intensitas tinggi, pressing keduanya hanya dilakukan demi mencegah progresi cepat Chelsea dan memberikan kesempatan pada pemain Liverpool lainnya untuk menempatkan diri mereka dalam formasi bertahan yang telah direncanakan sebelumnya.

Pergerakan no. 6 Liverpool sangat membantu transisi Liverpool dalam fase ini dan banyak membantu mereka melakukan gegenpressing pada pemain-pemain Chelsea.

Grafis ilustratif gegenpressing Liverpool kepada Chelsea. Sebuah switch-play dari half-space kiri oleh Sakho ke flank kanan, pada Milner, berhasil digagalkan Cesar. Kedua no. 6 Liverpool melakukan shifting ke sisi kanan dan memblok jalur umpan ke tengah serta half-space jauh. Saat Oscar dropped-deep untuk menawarkan opsi umpan pada Cesar, pemain-pemain Liverpool di belakangnya segera melakukan pressing memanfaatkan view Oscar yang menghadap gawang sendiri. Lallana dan Firmino yang (kebetulan) berada di tengah ikut menutup opsi-opsi umpan Oscar dengan bergerak turun dan membentuk overloading (https://fandom.id/analisis/taktik/2015/05/apa-itu-overload/) 4v1.
Grafis ilustratif gegenpressing Liverpool kepada Chelsea. Sebuah switch-play dari half-space kiri oleh Sakho ke flank kanan, pada Milner, berhasil digagalkan Cesar. Kedua no. 6 Liverpool melakukan shifting ke sisi kanan dan memblok jalur umpan ke tengah serta half-space jauh. Saat Oscar dropped-deep untuk menawarkan opsi umpan pada Cesar, pemain-pemain Liverpool di belakangnya segera melakukan pressing memanfaatkan view Oscar yang menghadap gawang sendiri. Lallana dan Firmino yang (kebetulan) berada di tengah ikut menutup opsi-opsi umpan Oscar dengan bergerak turun dan membentuk overloading 4v1.

Secara umum, Liverpool mampu menciptakan rasa aman dikarenakan mereka selalu mampu unggul jumlah pemain, baik 4v2 atau 5v3, sebagai contoh kecil.

Pertahanan dan isu dalam fase menyerang Chelsea

Chelsea sendiri memulai fase bertahan dengan melakukan resting-press menggunakan dua pemain depan untuk mengganggu usaha build-up fase pertama LIverpool. Diego Costa didukung oleh Eden Hazard menjadi dua lapis terdepan dalam resting-press. Liverpool mampu meloloskan diri dari fase awal pressing Chelsea dengan cara menciptakan 3rd passing lane memanfaatkan drop-deep yang dilakukan oleh satu dari Coutinho, Firmino, atau Lallana (siapa yang memungkinkan melakukannya). Dari situasi ini Liverpool akan switch ke sisi lapangan yang berbeda. Chelsea sendiri lebih memilih fall-back dan membentuk pertahanan blok rendah, menutup akses ke tengah yang sekaligus berusaha mendorong Liverpool bermain melebar.

BACA JUGA:  Barcelona (3-0) FC Bayern: Kejutan Pep Gagal Jinakkan Messi

Chelsea bisa dikatakan berhasil menghambat serangan Liverpool dengan cara bermain seperti ini. Pada saat Chelsea berada dalam bentuk bertahan blok rendah yang settled, yang mana mereka sering tampil dalam pola 4-5-1/4-4-1-1, terkadang 4-4-2-0, merupakan situasi yang sulit bagi Liverpool untuk menembusnya. Dalam situasi ini, Chelsea sering terlihat mampu menciptakan superioritas jumlah 6v4 atau 7v5.

Sayangnya, yang kemudian menjadi masalah adalah ketika Chelsea masuk dalam fase menyerang. Bentuk build-up mereka, seperti yang disebutkan di atas, memberikan kesempatan Liverpool untuk melakukan pressing-trap di sisi sayap. Bahkan dalam satu momen, sangat tidak aneh melihat Oscar menjemput bola di sepertiga awal di sisi kiri, sementara Cesar Azpiliqueta berada di half-space dekat dengan kotak penalti. Total jumlah pemain Chelsea yang berada di sepertiga-tengah bawah bisa berjumlah delapan orang, dengan 5-6 di antaranya, bahkan, berada di sepertiga awal area mereka sendiri.

Bentuk ilustratif build-up Chelsea di babak pertama. Perhatikan 8 pemain Chelsea yang mengambil posisi di area pertahanan mereka sendiri. Bahkan Oscar yang noatebene merupakan gelandang serang ikut turun begitu dalam. Pengambilan posisi pemain-pemain Chelsea dalam grafik di atas memberikan akses pressing bagi Liverpool yang membantu mereka menekan Chelsea. Pada gilirannya, keadaan ini memaksa pemegang bola melepaskan bola jauh ke depan yang mudah ditangani oleh pemain bertahan Liverpool. Bila anda perhatikan bentuk elips biru, area tersebut merupakan area antarlini dean dan tengah Chelsea. Saat Chelsea melepaskan umpan jauh ke depan jarak yang tercipta di antara dua lini ini mempersulir Chelsea untuk memenangkan pertarungan meperebutkan bola kedua.
Bentuk ilustratif build-up Chelsea di babak pertama. Perhatikan 8 pemain Chelsea yang mengambil posisi di area pertahanan mereka sendiri. Bahkan Oscar yang noatebene merupakan gelandang serang ikut turun begitu dalam. Pengambilan posisi pemain-pemain Chelsea dalam grafik di atas memberikan akses pressing bagi Liverpool yang membantu mereka menekan Chelsea. Pada gilirannya, keadaan ini memaksa pemegang bola melepaskan bola jauh ke depan yang mudah ditangani oleh pemain bertahan Liverpool.
Bila anda perhatikan bentuk elips biru, area tersebut merupakan area antarlini dean dan tengah Chelsea. Saat Chelsea melepaskan umpan jauh ke depan jarak yang tercipta di antara dua lini ini mempersulir Chelsea untuk memenangkan pertarungan meperebutkan bola kedua.

Fitur serangan Liverpool

Salah satu fitur yang banyak terlihat dalam skema menyerang Liverpool, adalah swtch-play dari satu sisi ke sisi lain atau sesederhana switch dari half-space terdekat ke flank terdekat untuk melepaskan diri dari kungkungan pressing Chelsea. Nathaniel Clyne dan Alberto Moreno di masing-masing sisi terluar lapangan kerap menjadi free-player serta sasaran switch-play. Keduanya mengokupansi flank atau half-space untuk menunggu kesempatan yang tepat tampil sebagai outlet untuk keluar dari pressing Chelsea. Dalam beberapa situasi, bila memungkinkan, keduanya bahkan berada sejajar dengan lini no. 8. Penempatan posisi keduanya selain membantu tim melepaskan diri dari pressing lawan juga membantu Liverpool bertransisi dari build-up awal masuk ke fase build-up selanjutnya.

Chelsea mampu menghadapi skema serang semacam ini melalui shifting formation mereka yang ditunjang oleh kecepatan bek sayapnya, terutama Cesar Azpiliqueta, dalam menutup jalur umpan dari Clyne kepada Milner. Di sisi lain, kurangnya kecepatan oleh Milner dalam banyak situasi menghambat progresi Liverpool. Setelah Clyne menerima bola switch, idealnya Milner mampu menyediakan opsi umpan di sisi lebar lapangan sembari menanti Firmino atau Lallana mengisi half-space terdekat untuk kemudian memberikan kesempatan bagi Liverpool untuk membentuk formasi mini lokal segitiga demi kemudahan progresi ke dalam danger zone Chelsea di dalam kotak 16.

Tetapi baiknya Cesar Azpiliqueta dalam menutup ruang umpan serta kurang cepatnya shifting Liverpool di sisi kanan, menghambat skema serang mereka sendiri. Pada saatnya Liverpool berniat bertransisi ke tengah, pemain-pemain Chelsea sudah terlanjur membentuk two banks of four (lapis pertahanan 4 pemain x 2) dan menutup akses di area tengah.

Babak pertama berakhir dengan skor 1-1. Gol pertama liverpool lahir dari skema switch-play seperti yang disebutkan di atas. Bola yang tadinya disirkulasi di sisi kiri, oleh Lucas Leiva di-switch ke flank kanan kepada Milner. Firmino yang bermain sebagai false 9, melakukan gerak horisontal mengambil bola umpan Milner untuk kemudian menyodorkannya kepada Coutinho yang bergerak diagonal dan melakukan tembakan dari zona 5 Chelsea.

Rencana lain dari Klopp dalam membuka pertahanan Chelsea adalah memanfaatkan celah vertikal antarlini. Coutinho atau Firmino sering kali kedapatan masuk ke area ini, bertindak sebagai penjemput bola, untuk kemudian dua pemain lain di posisi lebih ke depan menciptakan kemungkinan triangle-offense (bentuk segitiga antarpemegang bola dan dua opsi umpan di depannya).

Di babak pertama, Liverpool bisa dikatakan unggul dalam build-up maupun memainkan taktik pressing, terutama peragaan pressing trap, baik touchline maupun central-trap.

Babak kedua

Pada awal babak kedua Chelsea tampak mengubah struktur build-up fase pertamanya. Kedua full back berada di posisi lebih melebar dan ke atas. Kedua no. 6-nya juga beberapa kali terlihat melakukan staggering (sebuah bentuk di mana dua pemain atau lebih tidak berada dalam satu garis linier tetapi membentuk pola zig-zag atau telescoping). Struktur semacam ini membuat Chelsea melakukan build-up dengan enam pemain di area permainan mereka sendiri, yang berarti juga mengurangi akses pressing Liverpool ke kedalaman pertahanan Chelsea.

BACA JUGA:  FC Bayern (6-1) FC Porto: Filosofi Aaron Nimzowitsch dalam Kemenangan Pep Guardiola atas Julen Lopetegui
Dengan “menahan” para gelandang serangnya untuk tidak terlalu turun ke bawah (perhatikan posisi Oscar dan Clyne), Chelsea menguranhi akses pressing Liverpool di area dalam pertahanan Chelsea. Yang juga berarti dapat membantu Chelsea untuk melakukan progresi yang lebih “bersih”.
Dengan “menahan” para gelandang serangnya untuk tidak terlalu turun ke bawah (perhatikan posisi Oscar dan Clyne), Chelsea menguranhi akses pressing Liverpool di area dalam pertahanan Chelsea. Yang juga berarti dapat membantu Chelsea untuk melakukan progresi yang lebih “bersih”.

Liverpool melakukan pergantian yang strategis ketika klopp menarik keluar Milner yang beberapa kali melakukan aksi yang merusak serangan Liverpool. Christian Benteke masuk menggantikannya dan memberikan dimensi lain dalam opsi serangan Liverpool melalui kemampuan duel udaranya. Kemampuan ini memberikan alternatif direct-play bagi Liverpool. Masuknya Benteke juga mengubah susunan pemain Liverpool. Adam Lallana bermain di kanan dengan tugas tambahan mengisi posisi no. 8 dengan area kerja di sisi kanan. Firmino dan Coutinho bergantian bermain sebagai no. 10 yang bertukar posisi di sekitar half-space dan center. Selain struktur serang Liverpool yang menjamin sirkulasi “bersih”, pressing mereka yang cukup stabil serta kehadiran Benteke menjadi kunci lain kemenangan Liverpool.

Gol kedua Liverpool merupakan bukti sempurna pertama. Gol ini terjadi atas kombinasi dari beberapa komponen. Yaitu, kemampuan duel udara Benteke, switch-play Sakho dari half-space kiri di garis tengah ke half-space jauh pada Benteke, dan okupansi Liverpool di intermediate-defense Chelsea (oleh kedua no. 10-nya).

Gol ketiga menjadi bukti berikutnya. Gol ketiga Liverpool pun berasal dari skema yang identik. Liverpool memanfaatkan kemampuan duel udara Benteke dan untuk mem-bypass lapis pertama pressing Chelsea, melalui direct-play langsung dari lini belakang ke lini serang. Dari flick-on Benteke ke sayap kanan, Liverpool kemudian spread out melalui Jordan Ibe, yang dilanjutkan dengan memainkan bola ke area tengah memanfaatkan lemahnya covering Chelsea di zona 5. Lemahnya covering di zona 5 membuat Benteke leluasa bermain di intermediate-defense Chelsea, di zona 2 sebelum ia menceploskan gol penutup.

Kesimpulan

Kemenangan Liverpool atas Chelsea selain memberikan tambahan kepercayaan diri juga merupakan sebuah kesempatan bagi Klopp untuk (makin) membuktikan pada khalayak yang menganggap ia merupakan manajer satu dimensi taktik, yang sangat bergantung pada direct-play serangan balik cepat. Dalam pertandingan ini, Klopp mampu memainkan possession-football dengan melakukan progresi dalam 4 fase build-up, melibatkan bek tengah, bek sayap, serta penciptaan 3rd passing lane oleh gelandang serang/penyerang. Klopp juga memperlihatkan bahwa interchanging di antara para gelandang serang dan penyerangnya mampu menciptakan situasi serang yang menjanjikan di sekitar celah antar lini lawan.

Secara struktur, dalam banyak kesempatan, build-up Liverpool menampilkan struktur yang menjamin sirkulasi yang lebih save ketimbang struktur build-up Chelsea.

Jose Mourinho dan kekalahan 1-3 di Stamford Bridge merupakan salah satu kekalahan terburuk home Chelsea sejak Mourinho comeback. Mereka bukan hanya kalah skor tetapi bisa dikatakan kalah kualitas dalam banyak fase permainan dibandingkan Liverpool. Celah di belakang penyerang dalam resting-press, juga celah di antara lini tengah dan belakang, serta berkali-kali pola progresi mereka terhambat oleh overloading Liverpool memperlihatkan Chelsea yang kesulitan di banyak fase permainan.

Beberapa hal bisa disempurnakan Klopp. Salah satunya adalah konektivitas antara Mamadou Sakho yang berbakat untuk bermain sebagai ball-playing defender dengan para pemain di lini serang Liverpool, dalam skema 3rd passing lane, yang masih bisa (dan harus) diperbaiki. Salah satu pembanding paling sederhana (kalau tidak mau dikatakan naif) adalah membandingkan bagaimana Borussia Dortmund Thomas Tuchel memainkan 3rd passing lane yang sering kali berporos pada lasser-pass Mats Hummels dan pergerakan drop-deep Pierre Emerick Aubameyang, sebagai false 9. Dortmund memainkan skema ini “lebih cair” yang didukung oleh bentuk narrow yang stabil, baik dalam mendukung progresi bola maupun sebagai pondasi dalam melakukan gegenpressing, bila diperlukan. Dalam skema Klopp di Liverpool, beberapa kali terlihat Sakho kurang cepat dalam bergerak dan melepaskan umpan ke depan serta pergerakan drop-deep di lini depan (demi menyediakan jalur umpan bagi Sakho) yang juga beberapa kali (sedikit) telat timing.

Faktor Klopp di Liverpool membuat tim ini makin menarik. Akan lebih menarik lagi bila Klopp diberikan kesempatan mendapatkan pemain-pemain yang dibutuhkannya. Jose Mourinho sendiri makin “terjepit”. Tekanan media, fans, dan (mungkin saja) manajemen sangat mungkin naik berlipat. Pekerjaan rumah bagi Mou makin menggunung yang, bahkan, bila ia gagal mengembalikan Chelsea ke track yang seharusnya, Mou dan anak asuhnya bisa saja kehilangan satu tempat di Liga Champions musim depan

 

Komentar