Sylvestre Stallone dan Kecintaannya Kepada Everton

“Pretty” Ricky Conlan kemudian mengajak Adonis Creed untuk berani memperjuangkan legacy Creed yang kadung dibesarkan ayahnya.

Apollo Creed, yang pernah di suatu masa menjadi seorang petinju hebat dan menjadi musuh bebuyutan Rocky Balboa, terus membayangi nama Adonis. Kendati lebih memilih menggunakan nama Johnson sebagai nama belakangnya – yang ia dapat dari ibunya – takdir tak bisa mengelak.

Ricky telah menyergap dan memaksanya harus memerjuangkan tak hanya harga dirinya sendiri, namun nama ayah dan seluruh keluarganya.

Adonis kemudian berguru kepada Rocky, sebagaimana Rocky berguru dengan Mickey pada masa awal kariernya sebagai petinju profesional. Rocky, selayaknya Mickey saat pertama kali bertemu Rocky, adalah seorang yang sudah putus harapan. Anaknya yang enggan meneruskan harapannya, pula kematian Adrian yang sangat ia cintai itu, membuatnya hanya ingin mengurus restoran di masa tuanya.

Sama ngototnya dengan dirinya dulu, Adonis kemudian berhasil meyakinkan Rocky untuk menjadi mentor bagi dirinya. Mengajarinya untuk menjadi petarung yang tangguh secara fisik dan mental.

Adonis Creed kemudian datang ke tanah Inggris untuk melawan Ricky Conlan. Menariknya, di laga akbar mereka berdua, Ricky Conlan mengenakan baju dengan logo Everton di rompi sebelum laga, dan juga di celananya.

Dan hal yang lebih menarik lagi di film Creed jika mengamati sekitar ring. Anda akan mudah menemukan scouser dengan scarf biru-putih khas Everton. Pun jika disadari, dari tiang-tiang tinggi nan jarang, dari atap stadium yang sangat tinggi dan terasa kaku, Anda sedang menyaksikan pertandingan tinju di Goodison Park – markas Everton FC.

 

Ricky Conlan, yang diperankan Tony Bellew, memang seorang Evertonian. Namun jelas tak hanya dirinya yang berperan dalam keberhasilannya mengambil gambar di sini.

Sangat sulit rasanya meyakinkan orang lain jika Anda baru – tak hanya di film, namun di bagian mana pun. Adalah Sylvestre Stallone, yang kemudian berhasil meyakinkan kru film Creed untuk mengambil gambar di Goodison Park. Ia, tentu saja, pemeran Rocky yang termasyhur itu, dan seorang Evertonian.

BACA JUGA:  West Ham United Menatap Benua Biru

Tentu unik rasanya menyaksikan artis Hollywood kemudian loyal terhadap satu klub. Perhatikan bagaimana Justin Bieber, Drake, hingga Snopp Dogg yang hanya menggunakan kostum sepak bola sebagai “semata atribut”.

Akibatnya, para penggemar sepak bola menjadi skeptis ketika orang-orang Amerika terkenal ini berbicara sepak bola.

Mereka bahkan bisa saja hari ini mengenakan kostum Barcelona, lalu esoknya menggunakan kostum Real Madrid serasa tanpa bersalah. Dan Syl – panggilan Sylvestre Stallone – muncul sebagai antitesa tersebut.

Di layar besar yang dimiliki Everton, sebelum melawan West Bromwich Albion di Goodison Park pada 20 Januari 2015, wajahnya muncul. Ia mengatakan bahwa ingin mengabadikan momen yang luar biasa ini dalam filmnya. Ia berbicara dengan setengah berteriak, dengan setelan biru-biru Everton, “And above All, Go Everton!”

 

Perkenalan Syl pertama kali dengan Everton bermula berkat kedekatannya dengan Robert Earl. Robert Earl, tak hanya sekedar teman bagi Syl, namun juga petinggi dan pemilik saham minor di Everton. Sosok Robert Earl yang kemudian membuatnya tertarik dengan Everton.

Berkat pertemanannya dengan Robet ini juga, Syl kemudian datang ke Goodison Park saat Everton melawan Reading pada 2007. Bill Kenwright, yang merupakan pemilik Everton, bahkan mengakui bahwa Syl sampai meneleponnya tiap pekan untuk menanyakan perkembangan Everton di setiap laga yang mereka lakoni sebagaimana dilansir di Talksport.

 

Syl sendiri menjadi public figure pertama yang berani mendaku terang-terangan bahwa ia mendukung Everton. Tak hanya mencintai, namun ia sempat terpikir untuk mengakuisisi klub ini dari tangan Bill sebagai pemilik saham mayor.

Ia mengenang ini kepada Liverpool Echo pada tahun 2015:

“Jika saya tahu sepak bola akan menjadi seperti ini, saya pasti akan melakukannya sejak dulu (membeli Everton). Saat itu, harga untuk membeli sebuah klub masih terjangkau tapi kini sudah menjadi permainan para orang super kaya.”

BACA JUGA:  Jurgen Klopp dan Hantu-Hantu Anfield

Niat aktor yang juga memerankan John Rambo tersebut memang tak terwujud. Namun setidaknya, keberhasilan Syl “menggunakan” Goodison Park sebagai latar dari scene paling epik dari Creed bisa menjadi bahan renungan. Bahwa sebenarnya, kecintaan terhadap klub bisa disalurkan dengan cara apa saja.

Uang Anda, hingga kapan pun, mungkin takkan mampu membeli klub idola. Namun sekali lagi, kecintaan itu tak melulu soal uang. Syl menyalurkannya dengan caranya sendiri, melalui passion terhadap film.

Ia menyajikan detil yang luar biasa dari Goodison Park dan membuat dunia mengenal setidaknya logo Everton yang mudah disaksikan di bagian akhir Creed.

Bagi penulis seperti saya, tentu medium kecintaan terhadap klub adalah menulis. Menulis tak hanya ikhtiar mengabadikan momen, namun menunjukkan bukti cinta yang “betul-betul cinta”. Menulis mengharuskan kita membaca, dan membaca membuat saya memahami detil klub yang saya cintai.

Cinta adalah memahami sejarah, gairah kebanggan, dan cerita luka yang dialami klub.

Dan dari sana, tulisan-tulisan penuh perhatian terhadap Liverpool yang menjadi rival dari klubnya Syl di Liga Primer Inggris bisa lahir: ia lahir atas rasa cinta yang tersalurkan dengan passion yang benar, dan dengan sesadarnya sadar bahwa cinta memang harus ditunjukkan.

Lewat cara itulah, setiap penggemar, termasuk Anda dan saya, dari klub mana saja betul-betul harus menunjukkan kecintaannya. Karena ya, gimana bisa sih doi tau kalau lo suka tapi lo ga pernah nunjukin?

 

Komentar