Mimpi Sedekade Persiraja dan Masyarakat Aceh

Persiraja Banda Aceh melesat kencang di Liga 2 musim 2019. Mereka bak mobil balap formula yang saat digeber bisa jauh meninggalkan para rival hanya dalam tempo sepersekian detik. Berkat hal itu pula, mimpi satu dekade Laskar Rencong untuk beraksi lagi di kasta teratas sepakbola Indonesia semakin menggelegak.

Mungkin sudah banyak yang tahu bahwa saya merupakan suporter Persib Bandung. Alasan utama mendukung klub dengan seragam kebesaran berwarna biru tersebut karena saya besar di tanah Pasundan, tempat di mana Maung Bandung menjadi identitas yang begitu melekat.

Selain itu, saya juga memiliki ikatan yang sentimentil terhadap Persita Tangerang. Pasalnya, Pendekar Cisadane adalah klub sepakbola Indonesia pertama yang saya saksikan secara langsung ketika masih anak-anak.

Akan tetapi, sepakbola Aceh selalu memiliki kesan tersendiri bagi saya. Sifatnya lebih genealogis sebab keluarga saya merupakan transmigran dari Aceh yang mendarat di Bandung beberapa dasawarsa silam.

Hingga kini, meskipun saya lebih banyak menyaksikan Persib maupun Persita, saya tidak pernah lupa untuk mengikuti perkembangan sepakbola Aceh (baik klub maupun pemainnya), terutama yang berkompetisi di Liga 1. Bahkan saya pikir provinsi yang letaknya di ujung barat Indonesia ini bisa membuat satu kesebelasan yang berisi para pemain asli Aceh yang lengkap, dari posisi kiper sampai penyerang.

Timbul dan Tenggelam Sepakbola di Tanah Rencong

Ada masa ketika cukup banyak tim asal Aceh berlaga di kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia. Selain Persiraja yang paling tersohor, tentu masih ada yang ingat dengan PSBL Langsa atau PSAP Sigli.

Begitu pula dari sektor pemain. Dari masa ke masa, para pemain asal Aceh terus beredar secara konsisten di pentas tertinggi sepakbola Indonesia. Jenisnya mungkin berbeda ketimbang wilayah lain. Para pemain asal Aceh mungkin bukan figur-figur yang diberkahi bakat luar biasa seperti para pemain asal Papua atau memiliki imajinasi dan flair seperti para gelandang dari tanah Sunda.

BACA JUGA:  PSIM Jogja: Rindu Berwarna Biru

Saya kesulitan untuk menemukan kata yang tepat. Namun dari Nasir Gurumud, Bustaman Ibrahim, Tarmizi Rasyid, Ismed Sofyan, hingga kini diwakili Zulfiandi, para pemain asal Aceh memiliki satu kesamaan yang cukup diperhitungkan yaitu soal tenacity atau keuletan. Semua sosok di atas merupakan pemain yang dikenal tangguh dan merupakan petarung sejati di atas lapangan hijau.

Prestasi paling manis, dalam sepak bola Aceh, terutama bagi Persiraja, adalah memenangkan Piala Perserikatan pada tahun 1980. Kala itu di Stadion Gelora Bung Karno, Persiraja menang 3-1 atas Persipura Jayapura. Sebuah kenangan manis yang sampai hari ini belum usang dimakan waktu. Khususnya bagi masyarakat Aceh.

Setelah tahun 2007, terutama setelah Persiraja terdegradasi dari level kompetisi tertinggi, sepakbola Aceh seakan lunglai dan senyap. Fokus perhatian hanya muncul kepada para pemain yang beredar di kompetisi serta tampil untuk tim nasional.

Akan tetapi masyarakat Aceh tetap merasa dahaga untuk melihat kembali tim asal daerahnya berkiprah di pentas tertinggi. Terlebih, hal itu sudah berlangsung sedekade lebih.

Aceh United sempat memberi angin segar di Liga 2 musim 2018 dengan merekrut para pemain berlabel timnas. Namun sayang, tim ini kehabisan bensin pada pertengahan kompetisi. Akibatnya mereka tak sanggup bersaing dan gagal naik kasta. Mimpi warga Aceh pun pupus sekali lagi.

Secercah harapan menyeruak kembali di musim ini usai Persiraja tampil brilian sedari babak wilayah. Mereka begitu tangguh dan sulit dikalahkan. Skuat asuhan Hendri Susilo meneruskan performa apik tersebut sampai babak 8 besar dan menembus semifinal dengan rekor fantastis, tak pernah mencicipi pahitnya kekalahan.

Terlepas dari seluruh kontroversi yang ada, potensi kembalinya tim asal Aceh di level teratas sepakbola Indonesia merupakan hal yang patut disambut hangat. Liga 1 pada akhirnya bakal ‘menyandingkan’ tim dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia.

BACA JUGA:  Tak Ada Turnamen Pra-Musim di Indonesia

Tanggal 21 hingga 25 November 2019 mendatang akan menjadi waktu yang sangat mendebarkan bagi Persiraja maupun masyarakat Aceh. Nasib Laskar Rencong bakal terjawab di dua laga. Dua partai itulah yang kelak menghadirkan tawa ataupun tangis.

Komentar