Kita tentu sering mendengar berita tentang pemain sepak bola yang mengalami cedera, entah itu cedera pada lutut, tulang metatarsal, hamstring, dan lain-lain. Cedera membuat seorang pemain harus absen, tidak dapat bermain dan hal ini dapat mengganggu keseimbangan tim, apalagi jika pemain itu adalah pemain andalan.
Namun, ternyata ada hal lain yang juga dapat menyebabkan seorang pemain harus absen, yaitu sakit. Iya, sakit seperti flu, demam, tifus, dan sebagainya.
Selama periode pelatihan intensif atau kompetisi, atlet dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit flu dan infeksi lainnya. Entah antara kesal atau harus bersyukur kita sebagai fans jika pemain andalan klub favorit kita harus absen hanya karena sakit.
Pada pembahasan kali ini, penulis membahas mengenai hubungan antara gizi dengan imunitas para pesepakbola dan juga untuk kita yang ingin berolahraga. yang tujuannya tentu ingin sehat, agar tidak menjadi kebalikannya.
Sistem kekebalan tubuh memberikan garis pertahanan terhadap invasi bakteri, parasit, virus, dan sel-sel tumor. Sistem ini tergantung pada tindakan sel khusus (sel darah putih seperti limfosit, granulosit, dan makrofag) dan antibodi. Sel-sel ini punya tugas utama untuk menghilangkan atau menetralkan “penyerbu” asing yang mungkin menyebabkan penyakit (patogen).
Latihan pada level moderat atau sedang memang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, tetapi latihan intensif (yang kadang menjurus ke arah overtraining) dapat berisiko menekan produksi sel kekebalan tubuh.
Peningkatan hormon stress, seperti adrenalin dan kortisol, yang terkait dengan latihan intens, dapat menghambat kerja sistem kekebalan tubuh. Juga, latihan intens yang dipaksakan kepada seorang pemain yang sedang sakit dapat menurunkan kemampuan tubuhnya untuk melawan infeksi dan meningkatkan risiko komplikasi lebih besar.
Latihan intens tentunya tidak dapat dipisahkan dari para pesepak bola, terutama bagi tim-tim yang berlaga di kejuaraan Eropa. Jika ingin mendapatkan hasil maksimal, maka latihan juga harus maksimal.
Maka dari itu, manajemen gizi yang baik sangat penting untuk diperhatikan klub-klub sepak bola. Hampir semua zat gizi terkait dengan sistem kekebalan tubuh dan memainkan peran penting dalam menjaga respon imun yang optimal. Ketidakseimbangan diet dapat mengurangi kekebalan tubuh.
Selama latihan intens kebutuhan terhadap karbohidrat oleh otot sangatlah tinggi. Namun, asupan karbohidrat yang terlalu tinggi (berlebihan) dapat menyebabkan berkurangnya asupan protein dan lemak. Padahal, keduanya penting dalam pemeliharaan fungsi kekebalan tubuh.
Diet yang terlalu rendah dari karbohidrat juga harus dihindari. Sebab simpanan glikogen yang rendah dapat dikaitkan dengan peningkatan yang lebih besar dalam kadar kortisol dan penurunan yang lebih besar terhadap produksi dari sel-sel kekebalan tubuh.
Pada intinya, sumber utama energi manusia adalah karbohidrat dan lemak, di mana pada saat memulai aktivitas karbohidrat adalah zat gizi yang pertama dibakar untuk menjadi energi dan pada olahraga yang durasinya lebih dari 20 menit, maka lemak akan berperan menggantikan karbohidrat sebagai sumber energi utama.
Salah satu tugas dari protein adalah menjaga kekebalan tubuh, mempercepat penyembuhan luka, perlawanan terhadap infeksi, dll. Dengan tercukupinya konsumsi karbohidrat dan lemak, maka tubuh menjadi tidak harus mengkonversi protein sebagai sumber energi.
Itulah sebabnya asupan kalori harian yang seimbang dari karbohidrat, lemak, dan protein dengan energi yang dikeluarkan harus benar-benar disesuaikan (seimbang) agar sistem kekebalan tubuh atau imunitas dapat ditingkatkan. Karena, latihan yang intens juga dapat berhubungan dengan berkurangnya kekebalan tubuh akibat terjadi penurunan berat badan yang berlebihan dan mengurangi tingkat glutamin plasma.
Padahal, glutamin merupakan zat gizi yang penting untuk limfosit, pengurangan glutamin dapat mengganggu fungsi limfosit dalam menjaga kekebalan tubuh. Suplemen glutamin dapat mengurangi risiko infeksi. Tingkat glutamin dapat turun hingga 20% setelah latihan yang intens (Antonio, 1999 dalam Bean, 2009), menempatkan sistem kekebalan tubuh di bawah tekanan yang lebih besar.
Glutamin adalah asam amino (protein) yang menyediakan sumber penting dari bahan bakar untuk sel-sel kekebalan. Glutamin terlibat dalam penyembuhan luka, peningkatan sistem kekebalan tubuh, perlawanan terhadap infeksi, dan mengurangi resiko terhadap penyakit.
Selama stress fisik (kanker, operasi), tingkat glutamin drop. Suplemen glutamin telah digunakan dengan sukses pada pasien yang sangat sakit dengan HIV/AIDS dan kanker, tetapi penelitian terhadap apakah suplemen glutamin dapat membantu atlet yang sehat ketika melakukan pelatihan intens masih lemah dan kurang meyakinkan.
Sumber utama glutamin tentunya terdapat pada makanan kaya protein, termasuk daging sapi, ayam, ikan, kacang-kacangan, whey, dan susu.
Pastikan kita juga mengonsumsi banyak makanan kaya vitamin dan mineral, seperti vitamin A, C, dan E, vitamin B6, seng, besi, dan magnesium. Sumber terbaik adalah buah segar, sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, lentil, kacang-kacangan dan biji-bijian.
Antioksidan, vitamin C terlibat dalam meningkatkan respon kekebalan tubuh dan mengurangi kerusakan sel potensial yang disebabkan oleh radikal bebas (zat racun). Mengonsumsi vitamin C dosis tinggi selama periode latihan berat dan berkepanjangan, bagaimanapun, adalah tidak mungkin untuk meningkatkan respon kekebalan tubuh kita.
Dapat menjadi pengecualian bagi atlet yang melakukan peningkatan (intensitas) mendadak dalam latihannya (Burke, 2007 dalam Bean, 2009). Mengonsumsi vitamin C 500 miligram sudah lebih dari cukup.
Konsumsi vitamin E dalam dosis rendah. Vitamin E berperan penting dalam pemeliharaan fungsi kekebalan tubuh. Dalam sebuah studi dari 38 Hawaii Ironman triathletes yang mengambil dosis tinggi (800 IU) dari antioksidan ini selama dua bulan sebelum triathlon, vitamin E secara tak terduga meningkatkan inflamasi selama latihan (Nieman et al. 2004 dalam Bean 2009).
Jadi, konsumsi vitamin E tidak boleh dalam jumlah yang berlebihan, 500 IU sudah lebih dari cukup.
Minum banyak cairan dapat meningkatkan produksi air liur, yang berisi protein anti-bakteri yang dapat melawan kuman udara (air-borne germs). Mengonsumsi sport drinks, sekitar 6 g karbohidrat/100 ml (dapat dilihat di nutrition facts kemasan), mampu menyediakan 30-60 g karbohidrat per jam) selama latihan intens yang berlangsung lebih dari satu jam.
Hal ini dapat mengurangi kadar hormon stress dan penurunan terkait dalam imunitas setelah latihan (Bishop, 2002; Davison & Gleeson, 2005 dalam Bean, 2009).
Jadi pada intinya manajamen diet yang tepat, terutama yang berasal dari makanan dan minuman harus diperhatikan dengan baik agar para atlet sepak bola dan kita yang senang berolahraga terhindar dari penyakit. Jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi haruslah tepat sesuai dengan intensitas latihan atau olahraga. Suplemen hanyalah sebagai tambahan dan sebaiknya digunakan secara bijak dan tidak sering-sering.