Beberapa dekade belakangan, sepakbola yang lekat dengan maskulinitas tak cuma dinikmati kaum Adam semata. Baik dengan cara menonton hingga memainkannya, baik di level amatir maupun profesional, para perempuan kini juga ikut terjun ke dalamnya.
Maraknya Kaum Hawa yang memainkan sepakbola berjalan seiring dengan isu kesetaraan gender. Sorotan media juga berperan dengan makin memasyarakatnya sepakbola di kalangan perempuan.
Nama-nama seperti Marta, Alex Morgan, Lucy Bronze, Viviane Miedema, sampai Safira Ika dan Zahra Muzdalifah kini semakin akrab di telinga penikmat sepakbola. Tak kalah dengan nama-nama Eden Hazard, Lionel Messi, Cristiano Ronaldo atau Evan Dimas Darmono.
Walau demikian, sepakbola memiliki risiko untuk para perempuan. Jadwal latihan dan pertandingan yang padat berpotensi mengganggu kesehatan mereka.
Tiga gangguan kesehatan utama pada pesepakbola perempuan adalah osteoporosis, amenorrhea (tidak menstruasi), dan gangguan pola makan.
Perempuan memiliki tamu bulanan bernama menstruasi yang dapat berkembang menjadi buah simalakama. Sebuah studi yang melibatkan 220 pesepakbola perempuan dengan rataan usia 16 tahun di Amerika Serikat mengatakan bahwa 1 dari 5 pesepakbola perempuan memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.
Olahraga berlebih pada perempuan menyebabkan penggunaan energi yang juga berlebihan. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya kerja otak, utamanya di hipotalamus dalam sekresi Gonadotropin-releasing Hormone (GnRH).
Fungsi hormon ini adalah mengatur pelepasan hormon-hormon yang berpartisipasi dalam menstruasi seperti estrogen, progesteron, follicle stimulating hormone (FSH), dan luteinizing hormone (LH). Terganggunya sekresi GnRH mengakibatkan siklus menstruasi yang tidak teratur hingga tidak menstruasi sama sekali.
Siklus menstruasi perempuan normal adalah tiap 28 hari. Dalam satu siklus menstruasi terdapat banyak hormon yang berperan, di antaranya adalah hormon estrogen, progesteron, FSH, dan LH. Keempat hormon tersebut memiliki peran yang berkesinambungan dalam proses menstruasi normal.
Dalam penelitian yang dipimpin oleh Dr. Prather tersebut, disebutkan bahwa pesepakbola perempuan memiliki siklus di bawah 28 hari atau di atas 34 hari. Disfungsi menstruasi tersebut terjadi akibat ketidakseimbangan hormon yang terlibat dalam menstruasi.
Hal tersebut diamini oleh Dr. Kocher, seorang Direktur Kedokteran Olahraga dari Boston Children’s Hospital. Dr. Kocher menuturkan pada siklus menstruasi yang tidak normal, kadar estrogen yang turun membuat perempuan berisiko mengalami osteoporosis pada hari tua.
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah. Tulang normal mengalami siklus penghancuran dan pembentukan sel tulang baru dalam proses remodelling. Proses ini terjadi sepanjang hidup.
Estrogen berperan penting dalam proses remodelling tulang normal yaitu dengan menghambat proses penghancuran tulang berlebih. Pada kadar estrogen yang rendah, proses penghancuran sel tulang lebih masif dibanding pembentukan sel tulang yang baru. Alhasil, proses itu membuat kepadatan tulang akan terkisis dan menimbulkan tulang yang keropos.
Momok lain bagi pesepakbola perempuan adalah cedera pergelangan kaki, hamstring, panggul, pangkal paha, dan Anterior Cruciate Ligament (ACL). Pada tahun 2019, Crossley dkk. melakukan penelitian meta-analisis dan review sistematis pada 12 jurnal tentang program pencegahan cedera FIFA 11+.
Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang menyebutkan bahwa program FIFA 11+ itu mereduksi lebih sedikit cedera pada pesepakbola perempuan dibanding laki-laki.
Secara umum, program FIFA 11+ mengurangi risiko cedera sebesar 22-27 persen pada pesepakbola perempuan sedangkan pada pesepakbola laki-laki mencapai 27-40 persen. Untuk cedera ACL, program tersebut mereduksi risiko cedera pesepakbola perempuan hingga 45 persen dan laki-laki sebesar 59 persen.
Temuan yang kurang lebih sama juga ditemukan untuk cedera pergelangan kaki, hamstring, panggul, dan pangkal paha yakni program pencegahan cedera FIFA 11+ lebih besar mengurangi potensi terjadinya cedera bagi pesepakbola laki-laki.
Dengan demikian, bisa dikatakan bila pesepakbola perempuan lebih rentan terkena masalah kesehatan daripada pesepakbola laki-laki.
Akan tetapi, masalah-masalah di atas bukannya tidak dapat diatasi dan menjadi penghalang untuk kaum Hawa yang bercita-cita menjadi pesepakbola.
Hanya saja, para pesepakbola perempuan wajib mendapatkan pengawasan lebih oleh dokter tim perihal nutrisi dan diet yang tepat sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.