Meski PES tahun ini telah berevolusi, FIFA tanpa diragukan masih merupakan game terlaris untuk urusan sepak bola. Electronic Arts berhasil membuat negara-negara Eropa mampu menjadi pecandu game seri FIFA.
Alasannya, gameplay hingga mode-mode macam FIFA Ultimate Team yang unik yang membuat pemainnya ketagihan. FIFA bahkan juga populer di negara yang tak terlalu gila bola, seperti Amerika Serikat.
Menurut soccerly.com, FIFA kini berada di posisi ketiga game terpopuler di negeri Barack Obama setelah Madden dan NBA2K. Posisinya sendiri dianggap terus membaik selama bertahun-tahun.
Tak sedikit kini orang-orang yang mengenal sepak bola dan ketagihan setelah dikenalkan pada permainan FIFA. Hal ini tak terlepas dari taktik ciamik FIFA dalam melakukan promosi.
Salah satu taktik yang merupakan senjata utama FIFA dari tahun ke tahun adalah taktik endorsement. Karena mengandalkan gameplay dan mode saja tentu bukanlah sesuatu hal yang pas untuk menjual FIFA di negeri Paman Sam.
Mulai dari edisi FIFA 12, FIFA mulai melakukan pendekatan berbeda untuk mendekati pasar Amerika. Jika dulu mereka hanya terfokus untuk mengajak pesepak bola kawakan, kini tidak lagi.
Pemain seperti Wayne Rooney, Jack Wilshere, Kaka, hingga Lionel Messi, yang pernah menghiasi wajah FIFA memang mungkin akan berhasil untuk mendongkrak FIFA untuk mereka yang sejak dari kecil sudah menggemari sepak bola. Namun bagaimana yang tidak?
Apalagi mengingat pasar Amerika, yang sebagian di antara mereka hanya tahu David Beckham tok jika ditanya soal sepak bola. Maka kemudian FIFA melakukan pendekatan berbeda. Mereka perlu melakukan sesuatu untuk memancing gamer untuk mencicipi game mereka.
Selain terus konsisten untuk mendaftarkan game mereka di E3, konferensi videogame Internasional yang diselenggarakan di Amerika, mereka melakukan pendekatan dengan meng-endorse figur lain di bidang non-sepak bola yang tren di Amerika Serikat.
Mulai dari pemain basket seperti Steve Nash, hingga rapper Snopp Dog dan Drake pernah diajak untuk memasyarakatkan FIFA di Amerika. Hasilnya signifikan memang, pada tahun 2014 mereka akhirnya dapat menjadi pesaing serius bagi Madden yang merupakan sports videogame terpopuler di Amerika.
Total 2 juta copy terjual pada minggu pertama. Sebagai perbandingan, Madden terjual 4 juta copy di minggu pertama mereka.
Namun, nama seperti Snopp Dog, Steve Nash hingga Drake rasanya belum sesuai bagi EA Sports. Snopp Dog tentu merupakan contoh yang buruk, mengingat ia bukanlah seorang yang sehat dan kerap mengajak kita untuk smoke weed everyday seperti pada lagunya kebanyakan. Mungkin cocok untuk game seperti GTA yang badass, namun tidak untuk FIFA yang notabene sports videogame.
Sedangkan Steve Nash, dan Drake memang memiliki kualitas, baik secara skill maupun personality, namun tak cukup kuat secara popularitas. EA butuh seseorang yang sama-sama kokoh antara segitiga skill, personality dan popularity.
Antara ketiganya harus seimbang, dan yang paling penting lagi harus sesuai dengan sifat game mereka.
Maka, di edisi FIFA 16 mereka melakukan suatu hal yang besar. Kobe Bryant, pebasket yang sudah masuk jajaran legenda, kemudian yang dipilih untuk menjadi endorser baru untuk edisi FIFA 16.
Kobe adalah orang yang memiliki kekuatan dari ketiga sisi yang saya sebutkan sebelumnya sama kokohnya antara satu faktor dan faktor lainnya. Bersama Alex Morgan, yang juga kini telah menjadi idola sepak bola Amerika Serikat, ia kemudian membintangi salah satu iklan game keluaran EA Sports ini.
Kobe, meski kini (asumsi umum) bukan pemain basket terbaik lagi seiring dengan menurunnya performa akibat termakan usia, masih merupakan sosok yang tetap menjadi idola. Ia memiliki personality yang baik. Ia dikenal sebagai pebasket yang tenang saat bermain namun asik as-a-human-being.
Secara skill, ia masih salah satu yang terbaik. Di LA Lakers, posisinya sebagai shooting guard masih belum tergantikan. Secara popularity, nama Kobe tentu merupakan nama yang besar dalam dunia basket. Video aksinya sebagai shooting guard “bejibun” di Youtube.
Kisahnya menaklukkan NBA masih merupakan kisah yang menarik untuk dibaca dan diamalkan di Amerika sana. Maka dengan segala pertimbangan inilah, EA tak ragu untuk mengajak Kobe menjadi bintang untuk seri FIFA 16.
Lalu mengapa EA berupaya untuk memasarkan game-nya di Amerika, dengan memilih orang-orang yang sebenarnya tak ada hubungannya dengan sepak bola?
Karena nama Lionel Messi tak cukup kuat dan dikenal di Amerika itu sendiri. Untuk menjual game sepak bola di negara bukan sepak bola, EA harus mencari seorang figur yang sangat dikenal di masyarakat untuk diendorse.
Seseorang yang sangat kuat (di sini pentingnya popularitas), sehingga game mereka akan diasosiasikan dengan sifat-sifat endorser mereka. Sehingga nantinya game mereka dapat laku meskipun sebenarnya yang dijual merupakan hal yang tak ada hubungannya terhadap endorser.
Hal ini tak terlepas dari sifat masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu suka menirukan tindakan seseorang yang populer dan kemudian hal ini menjadi tren. Hal inilah yang kemudian diupayakan oleh EA.
EA, kemudian “menumpang” segala keunggulan-keunggulan yang dimiliki Kobe sebagai seorang pebasket yang telah menjadi legenda sehingga sifat Kobe juga melekat dengan sifat FIFA. Mulai dari game yang legendaris, hingga game ini asik jika mau main-main atau pun serius sebagaimana menyaksikan Kobe yang tentu seru, baik saat dia serius maupun saat ia main-main.
Kemudian, hal ini tentunya yang mendorong FIFA dijamah gamer Amerika, penggemar Kobe Bryan, hingga orang-orang yang sekadar penasaran ingin mengetahui sebenarnya FIFA ini game macam apa. Dari rasa penasaran, hingga “Kobe-aja-main-game-ini”.
Hal ini tentu berdampak positif, game mereka merangkak naik dan terus mengejar ketertinggalannya dari game-game olahraga yang jelas-jelas laku di Amerika, seperti NBA2K ataupun Madden. Karena selain endorse tadi, mereka berupaya bahwa mereka yang telah terpancing dan membeli game atas rasa penasaran mereka kemudian tak menyesali apa yang mereka beli.
Hal ini berhasil. Terutama fitur FIFA Ultimate Team (FUT) yang adiktif, sehingga mereka yang tadinya hanya sebatas penasaran lama-lama bisa kemudian duduk berjam-jam akibat adanya fitur FUT. Sehingga FIFA kemudian dapat terus mengecilkan gap di antara dua sports videogame yang sudah lebih dulu populer di Amerika.
Di Eropa mereka berhasil memancing gamer untuk menjamahi FIFA dengan wajah Lionel Messi, lalu di Amerika mereka berhasil memancingnya dengan menyaksikan Kobe bermain FIFA.
Berkat Kobe kemudian game FIFA bisa terus makmur di tanah dengan iklim sepak bola seperti Amerika sekalipun. Sementara PES? Ia tahun ini memang menang secara skor di berbagai web game dibandingkan FIFA, namun untuk urusan menjual game rasanya masih perlu belajar dari FIFA.