Aksi Politik di Lapangan Hijau

Aksi Politik di Lapangan Hijau
Aksi Politik di Lapangan Hijau

Mungkinkah memisahkan sepak bola dari politik? Peristiwa di Paris yang disusul dengan dibatalkannya laga Belgia melawan Spanyol di Brussel, serta pertandingan Jerman vs Belanda di HDI Arena, Hannover, mungkin dapat sedikit memberikan jalan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, aksi politik nyaris hilang dari sepak bola. Penyebabnya sederhana. FIFA melarang pemain menunjukkan sikapnya terkait isu agama, etnis, atau politis. Mereka yang melanggar akan dikenai sanksi.

FIFA beranggapan, dengan menghilangkan sikap politik di atas lapangan, sepak bola dapat dinikmati semua kalangan. Saya tidak sepakat. Sepak bola dan politik adalah dua hal yang sulit dipisahkan.

Menghilangkan politik dari sepak bola justru mengecilkan sepak bola sebagai olahraga belaka. Padahal, sepak bola lebih dari sekadar olahraga, ia dapat menjadi ruang bersuara untuk siapa saja.

Sepak bola, mau tidak mau, terhubungkan dengan aksi teror di Paris. Ada tiga hal yang bisa menandai hubungan tersebut. Pertama, teror terjadi pada saat bersamaan dengan pertandingan persahabatan Prancis melawan Jerman.

Kedua, tahun 2016 Prancis menjadi tuan rumah Euro 2016. Teror tersebut tentu membuat kelayakan Prancis sebagai tuan rumah diragukan, terutama dari aspek keamanan peserta dan penonton.

Ketiga, Prancis dan Jerman adalah dua negara di Eropa yang memiliki jumlah imigran cukup banyak. Tim nasional kedua negara tersebut bahkan dihuni pemain-pemain dari imigran generasi kedua atau ketiga. Pemilihan aksi teror saat pertandingan kedua negara tersebut tentu memicu reaksi publik terhadap imigran.

Oleh sebab itu, aksi teror di Paris kemarin tidak sekadar teror saja, melainkan perlu dipandang sebagai aksi politik kelompok tertentu untuk menunjukkan sikap. Dalam hal ini, sepak bola dimanfaatkan kelompok tersebut untuk memperlihatkan eksistensi.

BACA JUGA:  Mewajarkan Jeda Internasional

Hal yang demikian sebenarnya lumrah terjadi dalam sepak bola. Selama 90 menit di dalam lapangan atau di tribun penonton kerap terlihat aksi-aksi politik yang dilakukan kelompok atau individu.

Aksi semacam ini bisa dilihat saat Frederic Kanoute menutup logo sponsor rumah judi di seragam Sevilla karena bertentangan dengan ajaran agamanya. Kanoute juga pernah merayakan gol sembari membuka seragam Sevilla dan menunjukkan kaos dalamnya yang bertuliskan dukungan terhadap Palestina.

Aksi politik selama pertandingan sepak bola juga bisa disaksikan saat para aktivis Greenpeace menggelar protes pada pertandingan Liga Champions. Pada pertandingan FC Basel melawan Schalke 04, para aktivis Greenpeace membentangkan spanduk berisi protes kepada Gazprom, perusahaan energi dari Rusia.

Aksi ini terkait rencana Gazprom melakukan eksplorasi di kutub utara. Bukan tanpa sebab Greenpeace memilih pertandingan tersebut. Schalke 04 adalah salah satu klub yang pada saat itu disponsori Gazprom. Selain itu, pada musim tersebut, Gazprom juga menjadi sponsor Liga Champions.

Aksi politik lain yang mengundang simpati juga pernah dilakukan suporter Borussia Dortmund. Saat gelombang imigran tiba di Eropa, mereka ramai-ramai menyambutnya. Banner Refugees Welcome pun terlihat di Signal Iduna Park, markas Die Borussen.

Aksi ini tentu perlu dipandang sebagai pernyataan sikap warga Jerman yang terbuka terhadap imigran. Para suporter yang selama ini lekat dengan citra negatif, mampu menunjukkan kemanusiaan di hadapan dunia.

Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan bahwa sepak bola tidak mungkin dilepaskan dari politik. Usaha FIFA untuk menihilkan aksi politik dalam sepak bola adalah usaha yang sebenarnya sia-sia. Justru perlu dipahami bahwa sepak bola adalah ruang politik, tempat individu atau kelompok dapat menunjukkan sikapnya.

Dengan demikian, sepak bola dapat melampaui dirinya sebagai olahraga belaka. Sepak bola sebagai ruang politik dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan perdamaian kepada dunia.

BACA JUGA:  Mengenai Rivalitas Sepak Bola Antara Jerman dengan Inggris

Sepak bola juga dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan empati dan simpati kepada mereka yang terpinggirkan. Sepak bola juga dapat dipakai sebagai ruang bersuara untuk mereka yang selama ini terlupakan.

Dengan cara semacam itu, sepak bola dapat menjadi ruang publik yang sehat dan bukan sekadar milik kelompok tertentu saja. Dan dengan cara itu itu pula, sepak bola diharapkan dapat membuat bumi menjadi tempat yang (sedikit) lebih nyaman untuk ditempati.

 

Komentar