Antony Matheus dos Santos adalah seorang anak terakhir dari tiga bersaudara yang lahir di Sao Paulo, Brasil, 24 Februari 2000. Hidup di kota terbesar di Brasil ternyata tidak menjamin bahwa hidup Antony penuh dengan kenyamanan. Meskipun keluarganya bisa dibilang berkecukupan tapi ia harus hidup di lingkungan yang ia sebut sebagai inferninho atau neraka kecil.
Favela
Neraka kecil yang Antony maksud adalah sebuah daerah bernama Favela. Daerah tersebut merupakan pemukiman padat penduduk di Sao Paulo yang dikenal menjadi sarang para kriminal, pengedar narkoba, dan komplotan geng. Meski dikenal sebagai sarang kriminal, Favela banyak menjadi rujukan para imigran untuk menetap karena biaya hidupnya yang murah.
Jangan berharap ketenangan ketika hidup di Favela. Hampir tiap hari selalu ada suara tembakan, kerusuhan antar geng, pencurian dan beragam tindakan kriminal lainnya. Dilansir dari The Players Tribune, saat Antony berusia 8 tahun ketika hendak berangkat sekolah ia sempat melangkahi mayat pria di salah satu gang tak jauh dari rumahnya. Tony menuturkan saat itu ia benar-benar mati rasa.
Sehingga wajar dalam wawancaranya bersama The Players Tribune pemain berusia 22 tahun itu ingin sekali membawa pergi keluarga dari Favela atau neraka kecil tersebut.
“Jika kamu berbicara kepada media, mereka selalu bertanya terkait mimpimu apa, gelar Liga Champions? Piala Dunia? Ballon d’Or?, itu semua bukan mimpiku, tapi hanya tujuanku. Satu-satunya mimpi saya adalah membawa pergi keluarga saya dari Favela. Tidak ada rencana lain. Saya akan berusaha mati-matian untuk itu” Ungkap Antony.
Sepakbola adalah jalan keluar
Satu-satunya hiburan Antony di lingkungan yang buruk itu hanyalah sepakbola. Setiap sore sepulang sekolah ia pergi ke jalanan kota untuk bermain sepakbola bersama anak bandar, anak penjudi dan masih banyak lagi. Baginya dengan sepakbola bisa sedikit meredakan segala ketakutan selama ada di rumah.
Layaknya jutaan anak Brasil lainnya, Antony kecil adalah seorang yang juga bermimpi menjadi pesepakbola top dunia. Ia mulai merangkai mimpinya dengan bergabung ke salah satu akademi sepakbola terbaik di Negeri Samba, Sao Paulo, ketika usianya 10 tahun.
Bersama mantan klub Ricardo Kaka dan Casemiro itu, kemampuan olah bola pria bertinggi 172 cm itu semakin matang. Sebagai seorang winger ia berhasil mempersembahkan beragam kejuaraan usia remaja untuk Tricolor, julukan Sao Paulo.
Hingga pada tahun 2019 ia berhasil mendapatkan kontrak profesional pertama di level senior. Di usianya yang belum genap 20 tahun saat itu, ia bisa mengunci tempatnya di sisi sayap kanan Tricolor. Selama satu musim ia bermain di 37 laga dan mencetak 4 gol dan 6 asis.
Melihat Antony punya bakal besar, tak butuh waktu lama untuk Ajax Amsterdam untuk mendatangkannya ke Amsterdam Arena pada Agustus 2022. Bagi Tony sekeluarga, ini adalah hal yang mereka nanti-nantikan selama bertahun-tahun agar Antony bisa mentas di Eropa.
Bersama Ajax-lah kehidupan keluarga Antony membaik. Mimpinya untuk membawa keluar keluarganya dari Favela terwujud. Selain itu kehidupan ekonomi keluarganya berangsur membaik dan tidak diliputi rasa was-was layaknya saat Antony kecil.
Dua musim bersama de Godenzonen, Antony menjadi idola baru warga Amsterdam. Permainan cepat dan atraktifnya sebagai seorang winger seakan menyihir para fan ketika ia bermain. 24 gol dan 22 asis dari 87 laga sudah cukup menjadi bukti shahih betapa cemerlangnya ia.
Tarian indah di atas lapangan
Kepindahannya ke Manchester United memang menjadi hal yang ia dan keluarganya idam-idamkan. Bahkan ia langsung menyita perhatian publik Manchester dengan 3 gol dari 3 laga debutnya. Namun tak lama berselang Antony mendapatkan banyak cibiran pedas akibat ia terlalu sering pamer skill di atas lapangan.
Salah satunya adalah legenda MU, Paul Scholes. Dilansir dari Daily Mail, menurut pria asal Inggris tersebut aksi dari Antony tak lebihnya dari aksi seorang badut dan tidak ada manfaatnya.
Mendengar hal itu, Antony menyikapi dengan dingin. Menurut pemain bernomor punggung 21 itu, skill atau tarian yang ia tampilkan itu ada makna tersirat di dalamnya.
“Saya akan menjawab ‘saya mengirim pesan ke rumah (Favela)’,” ucap Antony tentang skill memutarnya dikutip dari The Players Tribune.
Antony seolah ingin menyapa teman-temannya dulu yang bermain bersama di gang-gang Favela. Tony juga menambahkan bahwa skill yang ia kerap tampilkan adalah salah satu kunci kenapa ia bisa dilirik oleh Tim Futsal Gremio hingga ke Sao Paulo FC.
Antony adalah pekerja keras ulung yang mulai menikmati buah kerjanya. Bagaimana kehidupan masa kecilnya dan perjuangannya hingga titik sekarang, sudah menjadi cukup alasan untuk mewajarkan tiap tarian Antony lakukan di lapangan. Toh ia juga tidak merugikan tim dan hal tersebut juga banyak dilakukan pemain Brasil lainnya di berbagai belahan dunia. Vamos Antony!