Mengenang Achmad Kurniawan

Achmad Kurniawan (AK) adalah kiper yang paling tak disukai lawan. Dia lihai menghalau bola dan mengatur pertahanan. Tapi, bukan itu yang tak disukai pendukung lawan.

Melainkan perangainya ketika menjaga gawang tim yang dibelanya. Dia kerap mengangkat satu kaki sembari menangkap bola. Dia mendekap bola sambil berguling-guling.

Ketika sudah mendekap bola, dia kerap memilih untuk “tiduran” di lapangan, lalu melihat kanan kiri sembari tersenyum untuk memastikan tak ada bahaya di sekitarnya. Dia ahli mengulur waktu.

Jika sedang membutuhkan kemenangan dan skor tipis sudah cukup memuaskan, maka AK adalah penjaga gawang yang cocok untuk tim Anda. Dia kerap disebut sebagai kiper pelopor pengulur waktu.

Dua yang disebutkan di atas adalah perangai yang kerap dia tampilkan. Tentu dia masih punya jurus lainnya. Seperti memilih untuk meletakkan bola ke lapangan, lalu menggocek sebentar sebelum dia kirim ke tengah lapangan. Dia kiper yang selain punya kekuatan di tangan, juga kuat di kedua kakinya.

Yang lebih menyebalkan untuk tim lawan dan pendukungnya, ketika dia mendekap bola, memperlambat tempo, dia masih sempat cengar cengir, memperlihatkan deretan giginya. Siapa pun yang sedang tertinggal tentu geram dengan apa yang diperbuatnya.

Tapi, semenyebalkan apa pun yang dilakukan AK, itulah yang akan kita kenang ketika dia telah pergi. Kita semua kehilangan dirinya. Semua klub dan kelompok suporter, baik pendukung maupun rival mengucapkan belasungkawa atas kepergiannya yang mendadak ini.

Setelah dirawat 12 hari di Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang, AK47 (merujuk pada nomor punggung yang dikenakannya di Arema) menghembuskan napas terakhirnya. Dia dikabarkan sakit asam lambung akut yang mengganggu pernafasan dan jantungnya.

BACA JUGA:  Apesnya Cascarino dan Aston Villa

Kepulangannya yang cepat ini tentu tak pernah disangka. Dia masih diproyeksikan di tim Arema untuk musim kompetisi 2017 di bawah arsitek Aji Santoso. Walaupun dia tetap akan jadi cadangan dari Kurnia Meiga Hermansyah, adiknya.

Kurnia Meiga bisa jadi kado terindah dari AK47 bagi sepakbola Indonesia. Meiga jelas mendapat ilmu menjaga gawang dari dirinya. Meiga menduplikasi kemampuan AK dalam hal mengulur waktu, juga dalam mengomandoi pertahanan.

Kedua kakak-beradik ini bukan kiper yang banyak diam. Keduanya aktif mengatur pertahanan, teriakan keduanya kerap kita dengar ketika berlaga. Hanya saja, AK lebih sering tersenyum dibanding adiknya.

Walaupun AK tak pernah menjadi penjaga gawang utama tim nasional, setiap Kurnia Meiga berlaga bersama Garuda, ada sumbangsihnya di sana. Ada tempaan, ilmu, dan motivasi dalam diri Kurnia Meiga dari seorang Achmad Kurniawan.

Kiper yang kita kenal ini, dulunya besar bersama Persita Tangerang. Penjaga gawang kelahiran Jakarta, 31 Oktober 1979, sempat membawa Laskar Cisadane ke final Liga Indonesia sebelum dikalahkan Petrokimia Putra. Ketika itu, La Viola sedang bagus-bagusnya dengan duet sehati, Ilham Jaya Kesuma dan Zaenal Arif.

AK ke Malang bersama beberapa pemain Persita lainnya yang menyusul pelatih mereka, Benny Dollo. Salah satu pertandingan terbaik AK bersama Singo Edan tentulah laga final Copa Dji Sam Soe 2006.

Dia bukan penjaga gawang utama, tapi dia diturunkan di laga final menggantikan Kurnia Sandy. Perjudian yang membawa hasil maksimal. AK berhasil menjaga gawangnya tak kebobolan dan Arema kembali mempertahankan gelar Copa Dji Sam Soe setelah meraihnya pada 2005.

Selamat jalan AK, semoga tenang di sana.

Komentar
Akrab dengan dunia penulisan, penelitian, serta kajian populer. Pribadi yang tertarik untuk belajar berbagai hal baru ini juga menikmati segala seluk beluk sepak bola baik di tingkat lokal maupun internasional.