Apa Sebaiknya Juventus Membuat Liga Sendiri Saja?

“Saya selalu mengatakan, mereka (Juventus) seharusnya bermain di liga mereka sendiri.” Francesco Totti tak bisa menyembunyikan kekesalannya setelah AS Roma “dipaksa” takluk oleh Juventus selepas bentrok kedua tim pada lanjutan laga Serie A pada musim 2014/2015 lalu.

Pada pertandingan tersebut, Juventus memeroleh dua penalti dan menutup pertandingan dengan skor 3-2 sekaligus melapangkan jalan Si Nyonya Tua meraih Scudetto keempat secara berturut-turut.

Tuduhan bahwa Juventus sering mendapatkan keuntungan dan bantuan wasit memang bukan cerita baru. Hal ini sudah berlangsung sejak lama.

Tahun 1982, Juventus dituding menelikung Fiorentina dalam perburuan Scudetto. Dua tim tersebut memang tidak saling berhadapan satu sama lain. Fiorentina melawat ke Sant’Elia melawan Cagliari sementara Juventus bertamu ke kandang Catanzaro.

Semua tampak normal sampai gol La Viola pada babak kedua dianulir wasit. Sementara di tempat lain, Juventus justru mendapatkan gol dari sepakan 12 pas Liam Brady.

Sekitar 16 tahun setelahnya, tepatnya pada 26 April 1998, dua kandidat terkuat peraih Scudetto musim itu, Internazionale milano dan Juventus bertemu pada pekan 31 Serie A.

Wasit bergeming saat Mark Iuliano melabrak Ronaldo Nazario di kotak penalti. Tak lama kemudian, justru Juventus yang mendapat hadiah penalti ketika sebuah serangan balik cepat memaksa salah satu bek Internazionale mengganjal Alessandro Del Piero di kotak penalti.

Del Piero memang tidak berhasil mengonversi penalti menjadi gol. Namun, satu gol yang ia cetak di awal pertandingan sudah cukup untuk mengalahkan Nerazzuri dan memuluskan mereka meraih juara.

Dua cerita tersebut hanya segelintir dari beberapa kisah Il Bianconeri yang kerap dibantu wasit.

Pada akhirnya, Juventus memang dihukum setelah skandal Calciopoli yang melibatkan sejumlah tim di Serie A terkuak. Sebagai hukuman, Juventus harus menanggalkan dua Scudetto dan degradasi ke Serie B.

Semusim bermain di kasta kedua, La Vecchia Signora kembali ke Serie A saat Internazionale sedang mengalami periode keemasan. Seperti halnya Juventus, pada periode ini, Internazionale pun sering dituding sebagai tim yang diuntungkan oleh keputusan-keputusan wasit.

BACA JUGA:  Zvonimir Boban: Tendangan Kungfu yang Bersejarah Hingga Puncak Karier Bersama AC Milan

Sementara itu, suara miring yang biasanya ditujukan kepada Juventus relatif tak terdengar.

Suara-suara sumbang kembali menyeruak ketika Juventus kembali menjadi pesaing merebut Scudetto. Kita tentu masih ingat, kala Massimiliano Allegri mencak-mencak melihat gol Sulley Ali Muntari yang sudah melewati garis gawang justru dianulir wasit.

Yang teranyar adalah saat AC Milan merasa dirugikan ketika Juventus mendapat hadiah penalti di menit 95 pada giornata 28 Serie A. Sebelumnya, Stefano Pioli, Pepe Reina, dan Radja Nainggolan juga mengeluhkan hal serupa.

Apakah memang betul Juventus kerap mendapatkan bantuan wasit seperti yang lawan-lawan tuduhkan? atau itu hanya siasat para lawan untuk menjatuhkan mental Nyonya Tua? Atau memang bentuk rasa frustasi melihat dominasi Juventus selama enam tahun terakhir yang sulit dikejar?

Juventus dan fansnya seharusnya tidak perlu mengelak. Terlepas dari faktor kesalahan teknis seperti keteledoran wasit atau hal lainnya, beberapa kejadian memang sering menguntungkan Juventus.

Namun saya pikir hal itu bisa terjadi apalagi terhadap tim sedominan Juventus. Penjelasannya sederhana. Bagi tim yang mendikte sebuah pertandingan atau tim yang memiliki rata-rata penguasaan bola 50-70 %, persentase keuntungan yang didapat pun akan jauh lebih besar ketimbang lawan.

Bukankah stigma serupa sering kita tuduhkan pada Real Madrid atau Barcelona di Spanyol, Manchester United di Inggris, atau Internazionale pada era jaya? Sama seperti Juventus, mereka mendapat label sebagai tim yang sering mendapat keuntungan dan bantuan wasit.

Masalahnya adalah tim lain di Italia melihat Juventus sebagai satu-satunya klub yang selalu diuntungkan wasit dan menempatkan diri mereka seolah-olah sebagai korban. Radja Nainggolan mengatakan bahwa ia begitu membenci Juventus lantaran selalu mendapatkan kemenangan dari penalti.

Namun, ketika pria keturunan Batak ini abai pada statistik yang menunjukka bahwa AS Roma, tim yang ia bela, adalah klub yang paling banyak memperoleh hadiah penalti musim ini jelas menjadi lelucon yang tak lucu.

BACA JUGA:  Mengikhlaskan Kepergian Gianluigi Buffon

Fajar Martha, dalam sebuah tulisannya di Football Tribe menghimpun angka penalti yang terjadi di serie A sejak musim 2011/2012. Penghitungan ini didasarkan pada jumlah selisih antara penalti yang diberikan (for) dan penalti sebagai hukuman (against).

Hasilnya ialah Napoli menjadi tim dengan selisih angka tertinggi yakni 32 dengan rincian 48 berbanding 16. Sementara Juventus sendiri mempunyai selisih 19.

Juventus sudah mendapatkan hukuman setimpal ketika mereka terlibat Calciopoli. Tapi, terus-terusan menuduh yang tidak-tidak setelah apa yang mereka bangun selepas Calciopoli rasanya tidak adil.

Fakta bahwa Juventus menjadi satu-satunya kontestan dari Italia yang masih bertahan di kompetisi Eropa tahun ini dan selama hampir enam musim nyaris berlari sendirian di Serie A adalah bukti bahwa ada jurang kualitas antara Juventus dan tim Serie A lainnya.

Dari segi tata kelola pun, Juventus sudah jauh meningggalkan rival-rival mereka. Ketika sebagian besar klub-klub lain di Italia sampai saat ini masih dan terus mengandalkan stadion milik pemerintah lokal, Juventus sejak 2009 lalu sudah berfikir bahwa memiliki stadion sendiri sangat penting untuk investasi jangka panjang.

Saat Juventus melihat masa depan melalui perubahan logo klub, sebagian dari mereka malah menertawakan.

Jadi, alih-alih terus-terusan menyalahkan wasit dan menuduh ada konspirasi Calciopoli Jilid II, yang perlu klub-klub lain di serie A lakukan adalah mengejar Juventus agar jarak di antara mereka tidak semakin jauh.

Atau mereka memang sudah terjebak di zona nyaman dan menggangap runner up dan sekadar lolos ke Eropa sebagai suatu pencapaian?

Kalau memang begitu, saran Francesco Totti pada awal tulisan ini sepertinya ada benarnya. Juventus seharusnya memang membuat liga sendiri saja.

Komentar
Bangunkan saya jika sudah berada di depan Mol Antonelliana, atau saat terdampar di perairan Venezia. Penulis bisa dihubungi melalui akun Twitter @vchmn22.