Mari Berbenah, Bobotoh!

Terjadi lagi aksi kekerasan yang melibatkan suporter sepakbola. Jumat 24 Maret 2017 dini hari, sembilan orang oknum Bobotoh melakukan aksi vandalisme di Stasiun Kiaracondong, tepat saat Kereta Api Serayu Malam jurusan Pasar Senen – Purwokerto sedang berhenti.

Sembilan orang melakukan pelemparan menggunakan batu hingga memecahkan kaca gerbong secara membabi buta. Akibatnya, dua orang luka-luka dan 20 kaca pecah. Diketahui bahwa kereta api tersebut membawa 130 Jakmania yang akan berangkat ke Cilacap demi mendukung Persija Jakarta.

Aksi kekerasan ini terjadi hanya berselang beberapa minggu setelah aksi pelemparan batu oleh oknum Bobotoh terhadap bus kelompok suporter lain. Padahal, di bulan yang sama, pada ajang Piala Presiden, Bobotoh dinobatkan sebagai suporter terbaik.

Melihat dua aksi kriminal tersebut, gelar yang seharusnya membanggakan tersebut malah menjadi tak lebih dari sekadar omong kosong belaka.

Sebagai seorang yang telah merelakan hidupnya untuk terus mendukung Persib Bandung, penulis sadar betul tentang fanatisme Bobotoh terhadap Persib. Lahir, tumbuh dan besar di Bandung, hal ini nyata penulis rasakan.

Kerap kali setiap Persib bermain, Kota Bandung seperti “kota mati”. Hampir semua warganya menyempatkan diri untuk menonton pertandingan. Si Jalak Harupat pun tak pernah sepi penonton kala Persib berlaga.

Maka dari itu, tak perlu diragukan lagi kecintaan Bobotoh terhadap Persib. Sayangnya, kecintaan terhadap Persib sering beriringan dengan rasa benci terhadap klub lain. Bukan bermaksud menggeneralisasi, tapi kenyataannya berkata demikian.

Pada dasarnya, rivalitas adalah hal yang wajar dan penting dalam berkehidupan, apalagi sepakbola. Memang benar, sepakbola tidak usai dalam 90 menit di lapangan. Tapi sadarlah, di luar 90 menit itu, seharusnya, tak ada sedikit pun ruang toleransi untuk kekerasan.

BACA JUGA:  Kegagalan Berlapis di Stade Velodrome, Marseille

Apa pun alasan yang menjadi landasan sembilan oknum tersebut untuk melakukan hal keji, tak bisa menjadi sebuah pembenaran meski mengatasnamakan fanatisme.

Bobotoh merepresentasikan warga Kota Bandung, karena sejak lama mayoritas penduduk Kota Bandung, bahkan Jawa Barat, mendukung Persib.

Ada kalimat, “Bandung diciptakan kala Tuhan tersenyum”, lalu kenapa mereka dengan berani menyambut KA Serayu dengan amukan dan kebencian?

Padahal, di dalam kereta itu juga terdapat ratusan penumpang lainnya, ibu dan anak-anak, yang bahkan tak tahu-menahu kenapa mereka dilempari batu sedemikian kejam.

Semakin ironis, kejadian vandalisme dini hari tersebut diunggah di Instagram oleh salah satu tersangka dengan tambahan tulisan, “Kami menang di Kiaracondong.”

Mental sok jagoan ini bukan kali pertama ditunjukkan oleh suporter Indonesia.  “Menang di sana”, “Menang di sini”, kerap menjadi tajuk di media sosial para suporter setelah terjadi baku hantam.

Sebuah pengakuan kemenangan yang hanya berupa fantasi mereka belaka. Karena memang, yang berhak mendapatkan label pemenang adalah klub pujaan mereka, setelah melewati duel 90 menit di lapangan secara sportif.

Kemenangan, keberhasilan, kejayaan, diraih lewat kerja keras di lapangan. Dan juara lahir dari konsistensi permainan di liga, bukan pertempuran di jalanan.

Pada akhirnya, Kepolisian Bandung berhasil meringkus sembilan orang pelaku perusakan Kereta Api Serayu di Stasiun Kiaracondong. Status seluruhnya pun telah dinaikkan menjadi tersangka. Semoga pengalaman di Hotel Prodeo kelak membuat mereka menjadi lebih baik.

Ini juga patut menjadi pelajaran bagi suporter lain, bahwa segala tindak kriminalitas tidak akan memberikan dampak positif untuk kehidupan. Yang ada hanya kesengsaraan dan penyesalan tiada akhir.

Suporter dan klub adalah dua hal yang tak mungkin dipisahkan. Keberadaan suporter juga menjadi variabel penting dalam memajukan persepakbolaan Indonesia. Maka dari itu, pembinaan dan proses edukasi seluruh suporter dari jenjang elit hingga lapisan akar rumput harus segera digalakkan, agar hal-hal buruk seperti ini tak perlu lagi terjadi

BACA JUGA:  Empat Fase Menjadi Fans Sepakbola

Dan sebagai Bobotoh, penulis ingin menghaturkan permintaan maaf untuk seluruh penumpang Kereta Api Serayu, khususnya Jakmania yang telah terganggu oleh perbuatan sembilan oknum tersebut.

Untuk kawan-kawan Bobotoh, inilah saat yang tepat untuk memperbaiki diri. Persib, klub yang sama-sama kita cintai sedang berproses menjadi lebih baik. Lalu, bagaimana dengan basis suporter yang ada di belakang mereka? Kawan-kawan Bobotoh, mari kita berbenah untuk menjadi suporter yang lebih dewasa dan bijaksana.

Akan sangat indah apabila Bobotoh, basis supporter yang luar biasa besar di Indonesia, bisa memicu perdamaian suporter. Mari jadikan Bobotoh sebagai suporter sejuk, yang jauh dari amuk.

Penulis percaya, mencintai Persib sepenuh hati bukan berarti harus membenci klub lain.

Komentar
Pencinta sepakbola.