Sepakbola negeri Tiongkok saat ini menjadi sorotan di benua Asia. Bukan hanya karena bangkrutnya salah satu klub Liga Cina, Tianjin Tianhai, beberapa waktu lalu, tetapi juga karena investasi besar-besaran pada klub-klub mereka sejak tahun 2015.
Kala itu, berbagai transfer pesepakbola dari Eropa mulai terwujud. Shanghai SIPG yang merekrut Oscar dari Chelsea. Kemudian, Hulk datang dari Zenit St. Petersburg. Alex Teixeira juga ditebus Jiangsu Suning. Dan fenomena hijrah ini masih diikuti banyak pemain lain.
Dengan mulai banyaknya pemain asing kelas dunia yang bermain, Liga Cina menjelma menjadi powerhouse baru di benua Asia, sedikit demi sedikit mulai menggeser pamor sepak bola Jepang, Korea, dan negara-negara Timur Tengah yang lebih dulu dikenal.
Namun, keinginan banyak klub negeri Tirai Bambu itu untuk menguatkan timnya secara cepat agar tetap kompetitif dengan mendatangkan legiun asing sebanyak-banyaknya terbatasi oleh kuota pemain asing.
Operator liga mengatur bahwa setiap klub harus mendaftarkan skuad dengan jumlah maksimal 31 pemain. Rinciannya adalah 27 pemain Cina (termasuk pemain dari Hong Kong, Makau, dan Taiwan) dan 4 pemain asing (3 pemain asing dari mana saja dan 1 pemain asing dari benua Asia).
Sementara itu, Piala Dunia 2022 di Qatar pun sudah di depan mata. Timnas Cina dengan level kompetisi lokalnya yang telah meningkat, juga tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk memperoleh tambahan amunisi pemain dari luar Tiongkok.
Dua kebutuhan tersebut pun seolah dijawab oleh opsi naturalisasi. Sebetulnya, kebijakan tersebut tak lagi asing di dunia sepak bola. Selain menambah opsi pemain bagi tim nasional, hal itu juga menjadi jalan pintas bagi klub Cina agar mampu memainkan pemain asing lebih banyak.
Pada pertengahan tahun lalu, mereka mengejutkan sepak bola dunia dengan memainkan pemain naturalisasi pertamanya yaitu Nico Yennaris. Pemain yang sekarang dikenal sebagai Li Ke itu, memperoleh kewarganegaraan barunya melalui ibunya yang berkewarganegaraan Cina.
Tak bisa dipungkiri, naturalisasi Nico tak lepas dari ambisi Beijing Guoan yang ingin memboyongnya dari Brentford. Namun, juga lekat dengan tujuan proyek sepak bola Cina untuk memperkuat tim nasional mereka.
Bahkan, proyek tersebut menarik perhatian salah satu pelatih kelas atas, Marcello Lippi. Ia memutuskan kembali menangani Cina pada 2019 lalu, setelah pernah mengundurkan diri dari tim yang sama tiga tehun sebelumnya.
Saat menjalani periode keduanya, Lippi kedatangan pemain naturalisasi kedua, yakni Elkeson atau Ai Kesen. Ia menjadi pesepakbola pertama yang mendapat kewarganegaraan Cina tanpa memiliki ikatan darah dengan negeri itu secara keturunan.
Masa tinggalnya yang sudah lebih dari lima tahun adalah alasannya. Elkeson sendiri datang ke negeri Tirai Bambu sejak 2013, tatkala Guangzhou Evergrande menebusnya dari Botafogo. Kariernya bersama tim nasional Cina pun cukup manis. Ia mampu mencatatkan tiga gol dari empat laga perdananya.
Satu lagi sosok pesepakbola Brazil datang dalam diri Aloisio. Penyerang 31 tahun tersebut sudah cukup akrab dengan sepakbola Cina sejak 2014. Sejatinya, ia bisa melakukan debut bersama Cina pada tanggal 10 Mei, tetapi situasi sekarang tak mengijinkan demikian.
Hingga hari ini, tercatat sudah ada sebelas pemain yang telah dinaturalisasi. Tiga yang sudah disebutkan sebelumnya telah mendapat lampu hijau untuk membela Team Dragon. Sementara itu, tujuh diantaranya masih menunggu keputusan federasi dan juga FIFA.
Mereka adalah Jon Hou Saeter, Pedro Delgado, Tyias Browning, Alan Carvalho, Ricardo Goulart, Fernandinho, dan Roberto Siucho. Lima nama terakhir berasal dari klub yang sangat ambisius dalam proyek ini, yaitu Guangzhou Evergrande.
Satu nama terakhir adalah Alexander N’dombou. Pemain Shanghai Shenhua itu tak bisa bermain untuk Cina karena pernah tampil di kompetisi resmi bersama Gabon.
Meskipun membuka diri kepada opsi naturalisasi, mereka sadar bahwa pesepakbola lokal juga punya peran yang sama besarnya dengan para pemain naturalisasi, mengingat sepakbola merupakan permainan tim.
Pelatih tim nasional mereka pun telah mengatakan bahwa naturalisasi bukanlah penyelamat sepakbola . Fenomena itu, justru memberi sinyal bahwa talenta lokal harus membanting tulang agar tempatnya tak direbut oleh para pemain naturalisasi.
Dengan begitu, mau tidak mau, pesepakbola asli Cina harus memeras keringat lebih keras. Hanya itulah satu-satunya cara untuk menyamai standar kompetisi yang telah ditinggikan akibat dilaksanakannya kebijakan naturalisasi.