Turki: Kuda Hitam yang Nasibnya di Ujung Tanduk

Ketika Piala Eropa 2020 resmi dihelat, nama-nama seperti Belgia, Inggris, Italia, Jerman, Prancis, Portugal, dan Spanyol melesat sebagai kandidat juara. Sementara tim-tim semisal Denmark, Kroasia, Republik Ceko, dan Turki disebut sebagai kuda hitam.

Khusus negara yang disebut terakhir, kiprahnya memang selalu menarik atensi dan acap ditunggu-tunggu. Semenjak penampilan heroik di Piala Dunia 2002, Turki tak pernah lagi dipandang remeh.

Tak peduli bahwa setelah itu, Turki tak lolos ke putaran final Piala Dunia 2006, 2010, 2014, dan 2018.

Praktis, mereka cuma mentas di Piala Eropa 2008 dan 2016 dengan pencapaian terbaik menembus semifinal kejuaraan termegah Benua Biru yang disebut pertama.

Ay-Yildizlilar memang bukan kekuatan utama di benua Eropa. Namun materi skuad yang mereka miliki bisa dibilang cukup berkualitas.

Pada Piala Eropa 2020 kali ini saja, Turki diperkuat sejumlah nama yang performanya sedang bagus.

Misalnya trio yang membawa OSC Lille juara Ligue 1 2020/2021 yakni Zeki Celik, Yusuf Yazici, dan Burak Yilmaz. Lalu gelandang andalan AC Milan, Hakan Calhanoglu, sampai kiper Trabzonspor, Ugurcan Cakir.

Para pemain itu ditukangi oleh sosok bertangan dingin yang membawa Turki menempati peringkat tiga Piala Dunia 2002, Senol Gunes.

Melihat skuad yang pilih tanding dan pelatih dengan pengalaman segudang, wajar bila masyarakat Negeri Transkontinental ini memendam harap. Paling tidak, Calhanoglu dan kawan-kawan bisa tampil elok dan melaju sejauh mungkin.

Apalagi hasil undian penyisihan grup menempatkan Ay-Yildizlilar bersama dengan Italia, Swiss, dan Wales.

Di luar Gli Azzurri yang jadi favorit, Turki punya kesempatan besar memperebutkan tiket lolos ke fase gugur dengan menyegel pos runner up atau bahkan satu dari empat slot peringkat tiga terbaik, tentu setelah bersaing dengan Rossocrociati dan The Dragons.

Nahasnya, seluruh harap dan berbagai prediksi yang menyatakan bahwa anak asuh Gunes mengantongi peluang untuk berbicara banyak di Piala Eropa 2020 seperti jauh panggang dari api.

BACA JUGA:  Italia dan Bayang-Bayang Kegagalan di Piala Eropa

Alih-alih tampil menggigit, Calhanoglu dan kolega justru kelihatan loyo. Laga pembuka melawan Italia (13/6) diakhiri dengan kekalahan telak 0-3.

Italia yang bermain dengan skema ofensif dan pressing tinggi, tak memberi sedikit pun ruang kepada Turki untuk berkreasi. Kian mengenaskan, saat menguasai bola, Turki juga kebingungan mencari celah di pertahanan Gli Azzurri.

Kenyataan itu bikin Turki menyusun misi kebangkitan di laga kedua melawan Wales (17/6). Kemenangan jadi incaran demi menyelamatkan peluang beraksi lebih lama di Piala Eropa 2020.

Namun apa lacur, walau bermain dengan semangat membara, Ay-Yildizlilar dibuat tak berdaya oleh Wales.

Serangan-serangan ke gawang The Dragons selalu sukses dimentahkan. Sementara tekanan Aaron Ramsey dan kolega malah sering bikin Turki gelagapan.

Papan skor di Stadion Olympic Baku pun berpihak kepada Wales setelah gol Ramsey dan Connor Roberts tak sanggup dibalas oleh Calhanoglu dan kawan-kawan.

Siapa yang menduga bahwa penampilan Turki akan sejeblok ini? Dua kali main tanpa sebiji poin pun bikin nasib tim besutan Gunes di ujung tanduk.

Mereka takkan bisa finis sebagai runner up Grup A karena raihan poin Italia dan Wales mustahil untuk dikejar.

Satu-satunya harapan untuk lolos adalah dengan menempati posisi tiga klasemen akhir. Itu pun dengan catatan mereka menang telak atas Swiss pada laga pamungkas (21/6) babak penyisihan grup.

Masalahnya, Swiss juga ingin menuntaskan misi lolos ke fase gugur sehingga dapat dipastikan, duel keduanya akan sengit dan panas.

BACA JUGA:  Sayonara Ceres Negros

Terasa kian berat, keberhasilan lolos ke fase gugur dengan status salah satu tim peringkat tiga terbaik tak menjamin jalan Turki mudah karena mereka berpotensi ketemu juara Grup B, juara Grup E atau juara Grup F pada babak 16 besar.

Melawan Swiss nanti, harga diri Turki akan dipertaruhkan. Bila menang, asa memperpanjang kampanye di Piala Eropa 2020 masih terbuka. Namun hasil imbang atau kalah sudah pasti mengirim Ay-Yildizlilar pulang kampung lebih cepat.

Komentar
Mahasiswa yang bercita-cita jadi satpam sebuah perusahaan BUMN